Prolog
Xuanjing
Lihat dia pertama kali adalah di acara pertemuan bertema budaya. Saya panitia dan dia ada dalam daftar peserta. Waktu itu dia hanya diam, masih malu-malu. Begitu pemalu hingga nyaris tak ada tegur sapa dengan orang lain selain seseorang yang mungkin pernah bertemu dengan dia sebelumnya.
Melihat dia yang begitu pemalu itu, saya menjadi ragu. Apakah dia adalah jiwa yang sama dengan Ling? Ling bukanlah seorang pemalu. Ling tegas dan berani, terlalu berani sebagai seorang perempuan di masa itu. Karena ketegasan dan keberaniannya itulah Ling berjodoh dengan saya, lebih tepatnya dengan kami, mengemban misi dari sang Pimpinan mengarungi waktu dengan bertarung nyaris sepanjang hidup. Dia kah Ling?
Ling, oh Ling. Menyebut nama yang lebih bagaikan sandi per angkatan membuat ingatan akan mimpi-mimpi itu kembali merasuk otak saya. Bagai pemutaran film wuxia saja rasanya. Ling dengan pakaian nuansa merah. Kerahnya warna merah. Pinggiran lengan baju pun merah. Bersulam bunga mudan dengan benang warna merah. Tangannya juga membawa pedang yang dihiasi benang-benang merah. Sungguh kontras dengan pasangannya yang berbaju serba biru dan goloknya yang polos tak berhias.
Ling, oh Ling. Pasanganmu sudah saya temui, mengapa kau belum juga tampil di hadapanku? Apakah wanita pemalu itu adalah kamu? Sungguh tak dapat saya percayai.
-*-
Lingyan
Siapakah beliau yang terus memperhatikanku di acara tadi? Matanya tak lepas memandang namun tetap diam di sana tak bertegur sapa. Aku seperti mengenalnya namun pada saat sama tidak mengenal. Siapa beliau itu?
Terdengar sebuah nama disebut sebagai salah satu panitia di acara itu. Kemudian beliau muncul ke muka dan berbicara beberapa patah kata. Rambutnya tak lagi hitam, memutih di beberapa tempat. Tuakah usianya? Ataukah beragam masalah ia hadapi sendiri sehingga menua sebelum waktunya?
Pada selang kata-katanya, beberapa kali beliau menatap hadirin satu demi satu seolah-olah mencari seseorang. Kemudian, lagi-lagi kami saling memandang. Aku tersentak kaget. Tatapan mata seperti ini pernah kurasakan sebelumnya. Jauh sebelum acara ini. Apakah kami pernah bertemu? Atau kami bertemu di alam-alam mimpi penghias tidurku?
Dari sekian mimpi yang hampir setiap malam menghantui, adakah beliau di antara tokoh yang hadir di sana? Jelas beliau bukanlah laki-laki berbalut baju biru yang selalu berada di sisi perempuan dengan baju kemerahan itu. Juga jelas beliau bukan lawan dari pasangan berbaju biru dan merah. Jadi, siapakah beliau?
-*-
Xuanli
Lagi-lagi Jing begitu. Setiap perhelatan macam ini, itulah yang akan dia lakukan, memandangi satu demi satu peserta berharap menemukan orang yang dicari. Tahulah aku siapa yang dicari; Ling. Memang ada banyak Ling di dunia ini. Dalam satu generasi pada organisasi itu saja ada belasan Ling. Akan tetapi, Ling-nya hanya satu. Ling itulah yang dicari-cari.
Kini, pandangan Jing tertuju pada gadis itu. Gadis pemalu nan pendiam yang tak berkata sepatah katapun walau kulihat matanya mengisyaratkan begitu banyak pertanyaan timbul di otak. Mungkinkah dia adalah Ling?
Melihat mereka seperti itu membuat aku tak sabar. Benar-benar tak sabar. Tak biasanya Jing ragu-ragu begini. Insting Jing sangat jalan.
Acara demi acara berlalu. Foto bersama adalah kesempatan terakhirmu, Jing. Dekati dia dan tanyakan apakah benar dia orang itu. Tapi kau tak juga lakukan itu. Lihat, Jing. Ia pergi. Punggungnya telah membelakangi dan menjauh langkah demi langkah. Apakah perlu aku yang mengejar? Kau tahu tubuhku payah, Jing. Kau mau aku mati di tempat ini demi mengejar dia, Jing?
-*-