Lanjut ke konten

Bab 11

Masuk hari ke delapan sejak pernikahan Bai Yu artinya sudah lima hari Fang Jin Lian terbaring pingsan seperti itu. Dan jumlah waktu sebanyak ini sebenarnya waktu yang cukup lama bagi seorang pesilat untuk menyembuhkan diri.

Duduk di atas bangku kayu  persis di samping dipan tempat Fang Jin Lian berbaring, Bai Yu memeriksa denyut nadi kemudian bekas luka di tubuh pasiennya. Denyut nadi pasiennya ini mulai normal. Dan Luka itupun mulai membaik. Seharusnya hari ini Fang Jin Lian akan sadar.

Bangkit berdiri, ditulisnya resep obat pada secarik kertas sambil menyampaikan pesan kepada istri Fang Jin Lian, “Berikan Fang gongzi air begitu sadar dan siapkan makanan lembut untuknya. Pastikan ia makan baru berikan obat ini.”

Istri Fang Jin Lian mengangguk dan menyuruh pelayannya mengikuti perintah Bai Yu. “Apakah hari ini suamiku akan sadar?”

“Seharusnya begitu.”

Ketika Bai Yu keluar kamar, malam sudah larut. Pastinya pintu gerbang Jingcheng sudah tertutup rapat, artinya malam ini ia tidak bisa pulang.

Gongzi, beberapa hari ini Anda jarang pulang padahal baru saja menikah. Kira-kira… apakah Furen akan mengamuk?” tentu saja Xiao Tian adalah satu-satunya pengawal yang berani berceletuk seperti itu.

“Menurutmu?”

Diangguk-anggukkannya kepala sebagai jawaban untuk Bai Yu.

“Jadi apa yang harus kulakukan?”

“Mengapa Gongzi bertanya padaku?”

“Bukankah biasanya kamu selalu pandai untuk masalah seperti ini?”

Merengut, Xiao Tian baru menjawab, “Besok tidak perlu buka balai, khusus menemani Furen seharian. Mungkin ia…”

“Kalau ada orang sakit mencariku?”

“Ayolah, Gongzi…. Di Jingcheng daifu tak hanya satu orang. Tapi istri Gongzi hanya Furen seorang.”

Masalah itu Bai Yu tak perlu diberi tahu lagi. Ia sangat ingat bahwa istrinya Huo Mei Er seorang, seumur hidup. Tapi membiarkan calon pasien pulang sia-sia apakah seorang Bai Yu tega?

“Zhang Daifu,” panggil Fang Furen bersemangat. “Suamiku sudah sadar.”

Pada kedatangan kedua, Bai Yu pernah meminta agar cukup dipanggil sebagai daifu bermarga Zhang. Menurutnya, sebutan wangzi ye hanya cukup disebut kala ia berada di lingkungan istana. Jengah kuping jika setiap saat mendengar panggilan itu. Ia tak terbiasa dan berharap selamanya seperti itu.

Tersenyum lega, Bai Yu kembali masuk ke dalam kamar Fang Jin Lian yang baru saja ditinggalkan.

Setelah selesai memeriksa kondisi Fang Jin Lian, Bai Yu keluar dari kamar. Tentunya ia juga berpesan agar obat yang tadi ditulisnya tak lupa diberikan pada pasien.

“Zhang Daifu,” panggil Wu Chang Dashi. “bisakah kita berbincang-bincang sebentar?”

Tentu saja, Bai Yu tak menolak. Dengan tangannya, ia mempersilahkan Wu Chang Dashi untuk jalan mendahului dan menentukan di mana mereka akan berbincang.

“Masalah pengawal Anda,” sahut Wu Chang Dashi membuka percakapan. Pasti sebelum itu Bai Yu sudah menyuruh Xiao Tian meninggalkannya sehingga hanya mereka yang diam di sana.

Duduk di kursi batu di tengah paviliun dalam taman samping villa keluarga Zhuang di malam hari seperti sekarang tetap sama asyiknya dengan menikmatinya di sore hari. Itulah yang dirasakan Bai Yu saat ini. Dihirupnya nafas sedalam mungkin, menikmati bau rumput bermandikan embun.

“Ayah saya yang mengaturnya agar berada di sisiku. Ada apa dengannya Dashi?”

“Sangat jarang pemuda seumurnya menguasai ilmu meringankan tubuh sebaik dia.”

Serta merta, Bai Yu mengangguk membenarkan. Ilmu meringankan tubuh Xiao Tian nampaknya memang tiada dua jika dibandingkan dengan Bai Leng Yu ataupun pesilat muda satu generasi dengan mereka.

“Apakah Daifu tahu asal usulnya?”

Bai Yu pun menggelengkan kepalanya. “Ada apa, Dashi? Apakah Anda mencurigai sesuatu?”

“Bukan seperti itu. Hanya saja, melihat aksinya menebar bubuk gatal beberapa hari lalu mengingatkan saya pada ilmu meringankan tubuh seseorang.”

“Kalau Dashi bersedia menjawab, boleh saya tahu Xiao Tian mengingatkan Anda pada siapa?”

“Xiao Wen Ju.”

Bai Yu mengerutkan alis. Ini pertama kalinya mendengar nama itu disebut. Siapakah tokoh bernama Xiao Wen Ju? Jika Xiao Tian membuat Wu Chang Dashi teringat pada orang itu, tentunya ilmu meringankan tubuh Xiao Wen Ju sama atau lebih hebat dari Xiao Tian.

Wu Chang Dashi tersenyum. “Tentu saja Daifu tak tahu. Dalam dunia persilatan ini hanya beberapa orang yang tahu.”

“Mungkinkah Xiao Wen Ju adalah pendekar besar yang telah lama mengasingkan diri?”

“Bukan… ia hanya seseorang yang karena sebuah kecelakan wajahnya hancur. Setelah itu tak ada kabar lagi tentangnya.” Wu Chang Dashi kembali tersenyum pada Bai Yu. “Bagaimana Chu Daifu meninggal?”

Sebuah pertanyaan paling tak diinginkan kedua setelah pertanyaan ‘bagaimana masa lalumu’ itu akhirnya keluar dari mulut Wu Chang Dashi. Bai Yu benar-benar tak tahu harus bagaimana menjawabnya karena sadar si Penanya pastinya tahu kalau ia yang melempar Wen Gongzhi. Dan alasan mengapa sampai saat ini pendeta itu tak juga mendesaknya, Bai Yu tak dapat menerka tujuannya.

Ia mengatur otot-otot muka berusaha kebohongannya tak dapat dilihat oleh pendeta tua. “Gan Yeye meninggal karena dibunuh seseorang–”

Gongzi, ayo kita berangkat sekarang! Pintu gerbang pasti sudah dibuka ketika kita sampai di muka gerbang,” memang benar-benar pengawal satu ini kadang membantu Bai Yu sekalipun dengan sikap kurang sopannya.

Ketika Bai Yu melirik ke arah Wu Chang Dashi, yang didapatnya sebuah anggukan dan senyuman. Kiranya itu tanda pendeta tersebut tahu bahwa ia akan berpamitan.

Menilik beberapa hari terakhir kemarin, peristiwa aneh yang terjadi hanya ia tak lagi bertemu dengan Zhu Bu. Entah apakah Zhu Bu sudah meninggalkan villa tersebut ataukah memang orang itu menghindarinya. Tapi jika harus bertatapan lagi dengan Zhu Bu, sebenarnya Bai Yu juga tak dapat berkata apapun dan tak terpikirkan apa yang harus dilakukannya kemudian. Melepas rindukah? Atau harus pura-pura tak saling mengenal. Untung saja hal tersebut tak perlu terjadi.

Perkiraan Xiao Tian memang tepat. Mereka masuk ke dalam Jingcheng sebagai pelintas gerbang pertama di hari itu. Tentu saja, tak ada yang perlu dibanggakan. Bai Yu juga tak mungkin bersantai. Dihelanya kuda tanpa mengurangi kecepatan. Waktunya tak banyak lagi.

Sampai di depan balai pengobatan, kuda ditinggalkan bersama Xiao Tian. Pengawalnya itulah yang akan mengurus kuda mereka sedangkan ia masuk untuk bersiap mengikuti audiensi.

Huo Mei Er terbangun karena pintu kamarnya dibuka disertai derap langkah kaki terburu-buru. Siapa lagi kalau bukan Bai Yu yang datang? Cara suaminya melangkah ketika dikejar waktu ia sudah hapal. Karena dalam sembilan hari setelah pernikahan mereka, kira-kira sudah delapan kali ia mendengar ketukan langkah seperti itu.

“Baju Bai Yu Ge sudah kusiapkan dari semalam. Aku tahu pagi ini Bai Yu Ge pasti buru-buru pergi audiensi lagi.” Tugas seorang istri tentu Huo Mei Er sudah mendengar dari ceramah ibunya sebelum menikah. Ia juga sering melihat ibunya membantu ayahnya berganti pakaian.

“Bau keringat! Bai Yu Ge mandi saja dulu,” tegur Huo Mei Er sembari menjepit hidungnya sendiri dengan dua jari tangan. “Qian’er! Siapkan air untuk mandi!” teriak Huo Mei Er pada Qian’er yang baru saja masuk membawa air untuk basuh muka.

“Tapi Xiaojie, udara mulai dingin. Memanaskan air untuk mandi akan memakan waktu lebih lama dari biasanya. Apa waktunya cukup?”

“Bagaimana ini? Bai Yu Ge, mengapa tidak pulang dari malam saja? Lihat, sekarang!”

“Tak apa. Qian’er, tinggalkan saja air itu dan kamu keluarlah dulu.” Setelah Qian’er menuruti perintahnya, Bai Yu melepas pakaiannya lalu mengambil beberapa lembar daun pada tanaman penghias kamar. Diusapkannya daun tersebut ke tubuhnya. “Ini akan menyamarkan bau keringatku sementara waktu. Atau hidungmu saja yang terlalu sensitif, Mei Er?”

Cemberut Huo Mei Er digoda seperti itu. Lalu ia ingat pesan Qhing Gongzhu yang menyuruhnya membawa Bai Yu ketika bertandang hari ini. “Daniang meminta Bai Yu Ge untuk ke rumah hari ini.”

Bai Yu mengangguk. “Selama aku audiensi, pergilah ke rumah Su Laogong. Nanti kujemput di sana baru kita berangkat menemui Daniang bersama.”

“Bai Yu Ge tidak mengurus orang sekarat itu lagi?” tegur Huo Mei Er terkejut.

Digelengkan kepala Bai Yu sebagai jawaban. “Dia sudah sadar. Hari ini aku memutuskan tidak buka balai. Karena itu, kita bertemu di rumah Su Laogong agar aku tidak perlu bertemu seorang pun tamu lalu terpaksa batal pergi.”

Tentu saja Huo Mei Er menyambutnya dengan wajah berseri-seri.

***

Tiba di rumah Su Laogong, matahari hampir tepat berada di atas kepala. Seharusnya audiensi saat ini sudah selesai. Mungkin Kaisar tengah menahan Bai Yu mengajaknya berbincang mengenai suatu hal hingga membuat Huo Mei Er duduk menunggu di sana.

Tapi tidak sepenuhnya benar, Huo Mei Er tidak mungkin hanya duduk menunggu. Ada Su Laogong dan A Gou yang tidak akan membiarkannya melamun sekalipun hanya sekejap. Mereka akan menggoda, mengajak berbincang-bincang membuatnya tak merasa telah berada di rumah itu cukup lama.

“Eh, Bai Yu Ge sudah datang!” seru A Gou senang berlari menjemput. “Bai Yu Ge, kenapa baru hari ini datang?” pertanyaan terakhir diajukan dengan muka merengut kecewa sembari memegangi baju Bai Yu. “Pasti Bai Yu Ge terlalu asyik menikmati masa pengantin baru bersama Mei Er Jie jadi melupakan A Gou.”

“Siapa yang mengatakan itu padamu?”

Yeye,” jawab A Gou melirik Su Laogong.

Mengikuti arah mata A Gou, Bai Yu melihat Su Laogong tengah tersenyum menggodanya.

“Bai Yu Ge bukan melupakanmu karena menikmati masa pengantin baru. Beberapa hari kemarin Bai Yu Ge sibuk merawat pasien sekarat. Kalau tidak percaya, tanyakan saja pada Mei Er Jie.”

Mau tak mau Huo Mei Er menganggukkan kepala. Pernyataan itu membuatnya teringat bahwa malam pengantin saja belum mereka jalani. Seorang perempuan masih perawan setelah melewati upacara pernikahan, jika ketahuan banyak orang pasti akan tercipta banyak sekali gunjingan.

Mungkin salah satu gunjingannya adalah dia telah memaksa Bai Yu menikahi meskipun laki-laki itu tidak menginginkannya. Tapi rasanya laki-lak ini bukan orang yang peka terhadap masalah seperti itu hingga sampai sekarang tetap saja terlihat santai dan tanpa beban.

Setelah Bai Yu memeriksa kondisi Su Laogong dan Agou juga berbincang-bincang sejenak dengan mereka, akhirnya Bai Yu berpamitan. Tandanya mereka akan berangkat menemui Qhing Gongzhu.

Sampai sekarang, Huo Mei Er masih belum tahu rencana Qhing Gongzhu. Sebenarnya ia cukup takut juga. Terus menerus ia melirik Bai Yu yang berjalan kaki di sisinya seakan-akan sedang menilai apa yang dilakukan Qhing Gongzhu pada laki-laki tersebut.

Bai Yu seperti benar-benar mencintai dirinya. Dari perlakuan manis yang tidak diterima gadis lain sekalipun Gao Qhing Nu. Dari cara laki-laki itu menatapnya dan semua interaksi menandakan Bai Yu tak mungkin hanya menganggapnya sebagai adik manis.

Beberapa hari lalu, saat membereskan ruang baca, ia pernah menemukan buku Shu Ni Jing dalam keadaan terbuka dengan punggung buku menghadap atas di antara tumpukan buku pengobatan. Melihat ilustrasi dan keterangan yang tertulis di buku itu saja sudah membuat wajah Huo Mei Er tersipu malu hingga memerah seperti udang rebus. Lucunya, laki-laki itu tetap lebih memilih merawat orang sekarat di luar Jingcheng daripada menghabiskan malam bersamanya.

Semua itu membuat Huo Mei Er tak hentinya berpikir: mengapa tak juga menyempatkan diri melalui malam pengantin? Mungkinkah Bai Yu tak tertarik padanya secara fisik? Ataukah suaminya ini impoten? Cepat-cepat digelengkan kepalanya berulang kali berusaha menyingkirkan pikiran aneh tersebut.

“Kamu ini kenapa, Mei Er?”

“Eh… tidak apa-apa.” Setelahnya Huo Mei Er tertunduk malu. Sekali lagi diliriknya Bai Yu. “Bai Yu Ge…”

“Hem…?”

“Apakah Bai Yu Ge yakin hari ini tidak terima pasien?”

“Kita hampir sampai rumah ayahku dan kamu masih bertanya seperti itu?”

“Biasanya Bai Yu Ge paling tidak tega melihat orang sakit datang padamu.”

“Cukup, Mei Er. Aku sudah meninggalkanmu beberapa hari lalu. Hari ini, aku ingin waktuku hanya untuk kita.”

Mana ada perempuan yang tidak tersenyum sumringah jika suaminya berkata demikian? Huo Mei Er salah satu dari mereka. Ia terus tersenyum sembari lebih mendekat pada suaminya dan memperlihatkan kemesraan pengantin baru. Tak peduli semua mata perempuan yang melalui memandanginya dengan raut wajah cemburu.

Sampai di kediaman keluarga Zhang, para pelayan memberikan salam lalu menghantar Bai Yu dan Huo Mei Er ke paviliun. Di sana, hanya ada Qhing Gongzhu seorang.

Tiga piring berisi kue yang disusun rapi memenuhi meja bersama satu guci arak. Mengelilingi guci itu adalah beberapa cawan arak. Mereka semua berjajar rapi di atas meja depan perempuan cerdas itu.

“Kemari, Bai Yu,” pinta Qhing Gongzhu dengan lambaian tangan memanggil. Senyumnya selalu bersinar lembut. Ada kelembutan sekaligus wibawa pada perempuan di usia empat puluhan itu. Melihatnya saja semua orang akan menganggap ia layak menyandang gelar gongzhu.

Setelah Bai Yu duduk, aksi Qhing Gongzhu dimulai. Seperti biasa, ia memulainya dari topik sampingan. Dimulai dengan banyaknya pengemis karena pengungsi dari daerah utara. Kemudian ia beralih pada pasien-pasien Bai Yu yang berasal dari segala golongan. Lalu berpindah ke kesibukan Bai Yu sebagai tabib sekaligus cucu angkat Kaisar yang harus sedia mengikuti audiensi harian.

Pada topik terakhir itu, Qhing Gongzhu merapatkan pakaiannya lalu mengeluhkan udara yang bertambah dingin. “Yi Lang berada jauh di utara, mungkin di sana lebih dingin dari Jingcheng.”

“Tentu saja,” jawab Bai Yu sekenanya.

“Apakah kamu tidak merasa kedinginan?”

Tanpa terlihat ragu-ragu, Bai Yu langsung menjawab, “Sedikit.” Tentu saja ia tidak merasakan kedinginan. Hampir dua puluh tahun hidup di puncak gunung Yu dan melatih diri dengan ilmu kungfu Baiyu Jiao membuat Bai Yu tidak merasakan dinginnya Jingcheng menjelang musim salju.

Sepertinya Qhing Gongzhu sangat puas dengan jawaban Bai Yu terakhir. Dengan tangannya, ia memanggil Ku Ayi.

Ku Ayi datang membawa nampan berisi mangkuk yang sarat isi. Isinya adalah cairan berwarna kehitaman dengan bau menyengat khas obat herbal menyeruak. Obat itu diletakkan di depan Bai Yu.

Tak mungkin Bai Yu tidak bingung. Ia sama sekali tak merasakan sakit. Tubuhnya sehat dan cukup kuat, kecuali setelah mengeluarkan tenaga dalam. Lain dari itu, ia dalam keadaan baik-baik saja. Dipandanginya obat kemudian berganti pada Qhing Gongzhu meminta penjelasan.

Qhing Gongzhu tersenyum pada Bai Yu. Senyum yang seharusnya benar-benar sebuah senyum. Dengan senyum seperti itu, berkatalah ia, “Minumlah. Obat itu sengaja Daniang siapkan untukmu.”

“Bai Yu tidak sakit, mengapa harus minum obat?”

Masih dengan tersenyum, pertanyaan Bai Yu dijawab oleh Qhing Gongzhu, “Itu hanya obat penguat daya tahan tubuh, apakah kamu tidak mengenali baunya? Udara bertambah dingin dan kamu selalu sibuk. Atau kamu hendak menyiakan jerih ayahmu yang membelikan bahan obat itu untukmu?” Sama seperti yang telah berlalu, Qhing Gongzhu akan menekan Bai Yu dengan ayahnya atau Huo Mei Er. Pilihan terakhir adalah Kaisar.

Memang benar, baunya adalah ramuan obat kuat. Bahkan Bai Yu bisa menyebutkan setiap jenis bahan yang terkandung dalam obat tersebut. Tapi dosis obat yang disodorkan padanya ini sangat kuat. Apakah tiga bungkus obat dijadikan satu atau salah takar, Bai Yu benar-benar tidak mengerti.

Mungkin tak masalah. Obat ini bersifat yang, sedang racun dalam tubuhku sifatnya yin. Lagipula jika aku tak segera minum, Daniang pasti mencari akal lain agar aku menghabiskannya. Ditunda atau sekarang toh obat ini pasti harus kuhabiskan.

Setelah berpikir sejenak, Bai Yu mengangkat mangkuk dan menelan isinya dalam beberapa teguk. Ia minum tanpa sendok. Mangkuk obat itu dicucup dan isinya dihirup nyaris tanpa jeda.

Tentu saja Qhing Gongzhu sangat senang karena di usahanya yang pertama sudah berhasil. Ia kembali melanjutkan obrolan. Kali ini topiknya berganti pada masa kecil Huo Mei Er.

Sebagai istri Zhang Sha Hai dan melihat hubungan persahabatan Zhang Sha Hai dengan Huo Yin Qian, pastinya hubungan Qhing Gongzhu dengan Huo Furen juga cukup dekat. Bagaimana rupa Huo Mei Er ketika kecil, tingkah polahnya sedikit banyak ia telah melihat atau mendengar cerita dari Huo Furen. Itulah yang diceritakan pada Bai Yu.

Huo Mei Er kecil sangat nakal, tomboy dan susah diatur. Taraf susah diaturnya lebih parah dari kedua kakaknya yang notabene laki-laki. Karena kenakalannya itulah Huo Yin Qian mendatangkan guru silat berharap dengan adanya kesibukan baru melalui pelajaran tambahan tersebut, kenakalan Huo Mei Er kecil berkurang. Tapi nyatanya, pelajaran silat tersebut menjadi bekal bagi Huo Mei Er untuk kenakalannya di kala remaja.

Huo Mei Er di masa beranjak remaja siapa yang tidak mengenal? Karena masa itu digunakan Huo Mei Er untuk mengarungi Jingcheng dengan sikap layaknya seorang pendekar besar dunia persilatan. Acap kali dia berkelahi dengan anak-anak jalanan hanya karena melihat mereka mencopet kantung uang pejalan kaki yang tidak dikenalnya.

Maka itu, suatu kesalahan besar bagi gelandangan yang nekat mencopet kantung uang Huo Mei Er. Mungkin gelandangan itu baru di Jingcheng hingga tak tahu mana orang yang perlu diwaspadai. Namun demikian, berkat gelandangan itulah ia bertemu dengan Bai Yu pertama kali.

Tentu saja, ketika Qhing Gongzhu bercerita panjang lebar tentang Huo Mei Er, Bai Yu hanya tersenyum kecil dan memandangi istrinya penuh arti. Pelajaran menahan emosi yang ditanamkan oleh Fan Ku belum benar-benar luntur.

Kemudian cerita Qhing Gongzhu merambat pada masa kecil kedua putranya. Menurut dia, wajah Zhang Yi Lang paling mirip dengan ayahnya. Namun kata orang-orang banyak sifatnya yang mirip dengan Qhing Gongzhu. Dan sebaliknya dengan Zhang Er Bao. Lalu ia juga bercerita tentang kedua putrinya.

Qhing Gongzhu bercerita tentang kesusahannya ketika mereka tengah sakit. Kemudian keributan saat keempat anak itu sedang rebutan barang lalu ditambah suara tangis si bungsu Zhang Xiao Yu pula. Semua itu membuat kediaman yang sebenarnya sangat luas ini menjadi terasa kecil.

Sembari mendengarkan cerita-cerita itu, entah mengapa badan Bai Yu terasa panas. Lebih panas dari suhu tubuh normalnya. Begitu panasnya sampai ia merasa gelisah.

Bahan apa saja yang dimasukkan ke dalam obat tadi? Mungkinkah aku salah mengenali baunya? … Celaka, obat itu dengan obat yang kuminum setiap hari pasti bereaksi. Makanya badanku bisa terasa panas seperti ini. Obat jenis yang dicampur dengan obat bertipe sama dalam dosis tinggi, racun dan tenaga dalamku saja sampai kalah…

Bai Yu benar-benar gelisah. Raut dingin dan tenang tak lagi tampak di wajahnya. Di sana hanya ada muka cemas, bingung, kepanasan yang membuat Qhing Gongzhu sekuat tenaga menahan geli. Dan dalam usahanya itu, ia kembali memanggil Ku Ayi dan menyuruh pelayan itu agar menyiapkan kereta kuda untuk menghantar Bai Yu dan Huo Mei Er pulang.

Mengapa pergi jalan kaki dan pulang dengan kereta kuda padahal jarak rumah Bai Yu dengan kediaman keluarga Zhang juga tak terpaut demikian jauh? Alasannya adalah kandungan obat yang disodorkan pada Bai Yu. Dengan naik kereta kuda, apapun yang dilakukan Bai Yu terhadap Huo Mei Er tidak terlihat mencolok oleh mata penduduk Jingcheng. Memang benar, Qhing Gongzhu dengan sengaja menambahkan obat perangsang dalam ramuan obat itu.

Dilarikannya Huo Mei Er masuk ke dalam kamar mereka. Bai Yu seperti orang tak waras malam ini membuat semua pelayan rumah dan pegawai balai pengobatan heran memandangi tingkahnya.

Malu-malu Huo Mei Er memandangi Bai Yu. Ini kali pertama melihat mata Bai Yu menatapnya dengan cara seperti itu.

Hatinya terasa berdesir karena tindakan Bai Yu melepaskan satu demi satu pakaian mereka sambil terus mencumbunya. Laki-laki itu membalas tatapannya. Inilah suaminya dan penundaan malam pengantin pasti akan berakhir malam ini.

Katanya, untuk menjadi perempuan seutuhnya hal seperti ini tak boleh tak ada. Dicumbu oleh suaminya. Apalagi suami itu adalah laki-laki yang dicintai dan mencintainya. Bukankah ia adalah perempuan yang paling beruntung di muka bumi ini? Berapa banyak perempuan yang menikah dengan dasar saling mencintai seperti dirinya? Berapa jumlah perempuan yang akhirnya menghabiskan hidup dengan disia-siakan oleh suami yang memiliki terlalu banyak istri?

Maka ia membiarkan Bai Yu terus mencumbunya dan dibalasnya dengan cumbuan yang lain. Ia relakan tubuh dan pikirannya hanyut dalam jutaan perasaan eksotis.

***

Setelah Fang Jin Lian sadar, pertemuan kembali dilanjutkan. Kini pertemuan mereka tak hanya membahas siapakah yang pantas menduduki kursi ketua dunia persilatan karena ada masalah yang sama pentingnya, yaitu tiga orang tamu tak diundang dari Ximo Bai. Pesilat bernama Xiao Tian yang menjadi pengawal Da Yao Wangzi juga menyita perhatian dan akhirnya menjadi pembicaraan yang menarik.

Beragam komentar dan analisis dikemukakan dalam pembicaraan tentang orang tersebut. Dari semua kata-kata yang terlontar itu, dapat diambil kesimpulan mereka mencurigai identitas Xiao Tian.

Ilmu meringankan tubuh pemuda tersebut diakui Zhu Bu sangat tinggi. Dan entah mengapa, melihat orang itu menggunakan ilmu itu membuatnya teringat pada ilmu meringankan tubuh Wanshang Bianfu.

Jika Da Yao Wangzi benar-benar Bai Leng Yu, mungkinkah orang itu tidak merasakan hal yang sama dengannya? Apakah mungkin seorang Bai Leng Yu tidak bertindak menyadari musuhnya berada dalam jarak dekat? Ataukah kungfu Bai Leng Yu telah dilumpuhkan hingga sekalipun sadar tak dapat bertindak? Itukah sebabnya Bai Leng Yu mempelajari ilmu pengobatan?

Banyak pertanyaan timbul dalam benaknya. Pertanyaan yang tidak mungkin terjawab karena Zhu Bu tak punya keberanian sedikitpun untuk berhadapan dengan Bai Yu. Ia takut akan membuat sahabatnya celaka. Lagipula, ia masih punya tugas yang harus diselesaikan dalam samarannya.

Zhu Bu tahu, pengangkatan Wu Chang Dashi sebagai ketua dunia persilatan hanya menunggu waktu saja. Saat ini kubu pendukung sedang mendesak Wu Chang Dashi agar bersedia menerima jabatan tersebut. Inilah hal terpenting yang memang harus dilakukan karena Wu Chang Dashi telah mengelak maksud itu berulang kali.

Sebuah elakan yang Zhu Bu tak yakin apakah benar-benar mengelak atau hanya basa-basi. Jabatan ketua dunia persilatan adalah kedudukan yang sangat menggiurkan. Tapi jika melihat bagaimana sikapnya selama ini harusnya bukan basa-basi.

Akhirnya, Wu Chang Dashi menerima jabatan tersebut. Itupun diterimanya setelah desakan dan bujukan para pendukung juga Ru Kuang beberapa hari setelah pembicaraan mengenai pemilihan ketua berlangsung. Zhu Bu tak tahu bagaimana cara Ru Kuang membujuk gurunya. Lagipula, proses tersebut tak penting.

Dengan berakhirnya pemilihan ketua, berakhir sudah pertemuan penghuni dunia persilatan kali ini. Satu demi satu ketua perguruan pulang dengan muridnya. Kecuali Fang Jin Lian tentu saja.

Sesudah menerima budi – sebagai seorang yang menganggap diri sebagai pendekar – tak mungkin ia langsung pergi begitu saja tanpa mengucapkan terima kasih dan meninggalkan tanda mata pada penolongnya. Maka, pergilah ia memasuki Jingcheng. Pada saat yang sama, Zhu Bu telah menanggalkan penyamarannya juga memasuki Jingcheng. Tentu saja, tujuan mereka tidak sama.

Sampai di Jingcheng, tempat yang dituju Zhu Bu adalah toko kain besar bernama Wenbu Dadian di jalan sama dengan balai pengobatan Dayao Yifang. Di toko kain tersebut, ia mendatangi seorang pegawai laki-laki yang langsung memberikannya selembar kertas. Gerakan mereka sangat cepat. Sebelum mata pegawai lain dan pengawas toko melihat, kertas tersebut sudah berpindah tangan.

Setelah menerima kertas itu, barulah Zhu Bu memilih-milih. Kemudian, dengan bersikap seolah tak ada kain yang disuka, ditingggalkannya toko kain tersebut. Tentu saja, kelakuan Zhu Bu itu membuat si Pengawas Toko marah-marah. Apalagi ia telah membuat banyak pegawai toko sibuk mengambil gulungan kain untuknya tapi tak satupun yang dibeli. Namun dengan tawa girang nan usil khas Zhu Bu, ia berlari meninggalkan Wenbu Dadian.

Jalanan di kota semacam Jingcheng tentu saja sangat padat. Apalagi daerah ini memang dikenal sebagai pusat perdangan. Kanan dan kiri jalanan itu dipadati oleh gerai-gerai besar pertokoan. Bahkan Fuke Jiulou juga membuka cabang di tepi jalan itu.

Zhu Bu melalui semua toko tersebut. Selain Wenbu Dadian, tempat yang diincarnya hari ini hanya Dayao Yifang. Apakah Zhu Bu berencana membuat kekacauan di sana? Mungkin ya dan mungkin tidak. Semuanya tergantung dengan suasana hatinya. Juga tergantung dengan siapa ia akan bertemu.

Di Dayao Yifang, Huo Mei Er sedang menjamu tamunya yang tak bukan adalah Fang Jin Lian dan Fang Furen. Bai Yu masih berada di istana membuatnya harus turun mewakili suami menyambut tamu.

“Nu Lang?” Zhu Bu tertegun melihat Huo Mei Er. “Tak mungkin! Tak mungkin!” bantah Zhu Bu sendiri dengan menggeleng-gelengkan kepalanya berulang kali. Tentu saja sikapnya itu mengundang perhatian semua orang di Dayao Yifang. Baik tuan rumah, bawahan maupun tamu.

“Aku ingin bertemu Daifu. Mana orangnya?” sebut Zhu Bu karena tahu tengah menjadi pusat perhatian.

“Kurasa Anda tidak sedang sakit sedikitpun. Mengapa ingin bertemu dengan Zhang Daifu?” tanya Fang Jin Lian heran. Ia terus mengamati Zhu Bu takut orang ini akan mengacau. Orang seperti Fang Jin Lian ini tak ingin ada pengacau di kala ia tengah bertamu di rumah dewa penolongnya.

“Suamiku masih menyelesaikan tugas di tempat lain dan belum pulang. Apakah saya boleh tahu, apa keluhan Anda?”

“Apakah Furen juga tahu ilmu pengobatan? Dan apakah hanya orang sakit yang boleh kemari?”

Mengerutkan dahi, Huo Mei Er menggelengkan kepala. Ia jelas heran dengan sikap tamunya yang baru saja datang ini. “Bukan begitu. Tapi suamiku belum pulang. Kalau Gongzi mau menunggu, aku tidak akan menghalangi. Asal tidak buat masalah saja di rumahku,” selesai menjawab, Huo Mei Er duduk di salah satu kursi mengawasi tamu-tamunya tak minat lagi beramah-tamah.

Kalau saja Qhing Gongzhu yang berada dalam situasi seperti ini tentu tak mungkin cepat terpancing. Tapi nyonya rumah di Dayao Yifang adalah Huo Mei Er. Perempuan yang masa gadisnya dikenal masyarakat Jingcheng sebagai gadis yang tak sungkan berkelahi dengan preman jalanan. Selain itu, Huo Mei Er kurang pandai bersilat lidah seperti halnya Qhing Gongzhu. Dan kalau ia kesal, kekesalannya pasti dikemukakan terus terang. Entah dengan sikap ataupun kata-kata.

Sangat beruntung, Bai Yu datang tak lama kemudian. Orang yang pertama dilihat Bai Yu tentu saja Huo Mei Er karena perempuan itu segera berdiri menyambut suaminya pulang. Setelah itu, barulah Fang Jin Lian lalu Zhu Bu.

Sempat terkejut sesaat karena kehadiran Zhu Bu, Bai Yu berusaha mengacuhkan dan menganggap orang itu bukan seseorang yang pernah sangat dekat dengannya.

Dari Huo Mei Er, didengarnya kalau Fang Jin Lian yang datang lebih dulu. Karena itu lebih dulu ditemui Fang Jin Lian. Mereka beramah tamah sekian waktu lamanya. Berdasarkan sifat Bai Leng Yu yang dikenal Zhu Bu, tak mungkin Bai Leng Yu atau Bai Yu betah demikian lama mengobrol. Tapi inilah yang terjadi. Hal itu membuat keraguan dalam benak Zhu Bu.

Apakah sengaja atau Bai Yu memang bukan Bai Leng Yu? Kalau bukan Bai Leng Yu, mengapa orang itu memberikan reaksi aneh setiap kali mereka bertemu.

“Ada keperluan apa Anda mencari saya?” tanya Bai Yu ramah. Pertanyaan yang membuyarkan lamunan Zhu Bu dalam seketika. Apalagi ketika melihat orang yang bertanya, bukankah mata dan suara itu adalah mata dan suara yang akrab dengan Zhu Bu.

“Kalau kamu mencintai Nu Lang, mengapa selalu terlihat tidak menginginkannya?” tanpa sadar, pertanyaan itu sudah keluar dari mulut Zhu Bu.

Mendengar nama seorang perempuan disebut, lantas Huo Mei Er menyiagakan telinganya. Ada satu hal yang belum diketahui Bai Yu adalah Huo Mei Er perempuan yang posesif.

“Kamu menikahi perempuan itu karena ia mirip dengan Nu Lang, bukan?” cecar Zhu Bu.

“Siapa Nu Lang?” sampai di sini, Huo Mei Er sudah tidak dapat lagi menahan rasa penasaran. Mungkin ia mulai sadar bahwa bagaimana cara Bai Yu memandangnya ketika pertama kali bertatapan bukan seperti orang yang sedang jatuh cinta pada pandangan pertama.

Dengan menahan emosi, Bai Yu menjawab pertanyaan mereka. “Maaf, saya tidak kenal dengan Nu Lang.”

“Tidak kenal atau kamu lupa pernah menyelamatkan Nu Lang dari berandalan yang hendak memperkosanya?”

Wajah Bai Yu merah padam. Ia tidak mengerti mengapa Zhu Bu menanyakan masalah seperti itu. Di dalam balai pengobatan pula. Di sana ada puluhan mata yang mulai mengawasi gerak-geriknya. Bahkan Fang Jin Lian yang sudah pamit tak jadi meninggalkan balai pengobatan. Satu kakinya masih tetap berada di dalam balai tak jadi dibawa pergi.

“Bai Yu Ge!” jerit Huo Mei Er dengan wajah cemberut. Tak perlu diragukan, Huo Mei Er cemburu setengah mati.

Mungkin ini pancingan.

“Aku menikahi Huo Mei Er bukan karena ia mirip dengan siapapun.”

“Lalu kenapa?”

“Itu masalah rumah tangga kami.”

“Kau benar-benar tidak kenal Nu Lang?”

Bai Yu menggelengkan kepalanya.

“Lalu kau tidak kenal siapa aku?”

“Aku tidak ingat masa laluku.” Bai Yu berharap jawaban ini akan berakibat baik untuknya. Karena dalam kata lain ia tengah berkata: ‘mungkin dulu aku kenal mungkin juga tidak.’

Kecewa dengan jawaban yang diterima, Zhu Bu meninggalkan Bai Yu. Mungkinkah benar tidak ingat? Kalau tidak ingat, mengapa saat di villa keluarga Zhuang orang ini memandangi Zhu Bu seolah mereka saling mengenal?

Bagaimana sifat Bai Leng Yu, jelas Zhu Bu masih ingat. Jika orang itu sudah bertekad untuk tidak menjawab, disiksa pun tak berguna, jadi hanya Zhu Xu yang bisa ditanyai.

Menjelajahi Jingcheng di malam hari, kota itu baru sepi setelah malam cukup larut. Berbanding terbalik dengan kondisi di gunung Yu. Memang tidak adil jika membandingkan gunung Yu dengan Jingcheng. Tapi itulah Zhu Bu.

Sejak kecil ia menyukai tempat ramai. Tapi nasib mempermainkan dengan membuat seorang Zhu Bu harus tinggal di puncak sebuah gunung hampir sepanjang tahun. Dan karena senang keramaian itulah, hampir setiap hari ada kenakalan yang dilakukannya membuat Yi Mei Xin berteriak antara kesal dan panik mungkin nyaris gila. Dan akan benar-benar jadi gila jika kala itu tak ada Bai Leng Yu. Karena sifat Yi Mei Xin dan Bai Leng Yu tak jauh beda. Bahkan mereka sama-sama menyukai musik, membuat Yi Mei Xin tak takut tidak punya penerus ilmu musiknya.

Di bawah pohon Yangliu itu, Bai Leng Yu pernah memainkan zheng. Tak mungkin seorang Zhu Bu bisa lupa. Kala itu tepat perayaan Duanwu. Mengingatnya, seulas senyum tipis terlihat mengambang di bibir Zhu Bu.

Namun sekarang keadaan sudah jauh berubah. Contohnya saja pohon Yangliu tersebut, dulu pohon itu tak seberapa tinggi. Kala Bai Leng Yu duduk di bawahnya, juntaian dahan menutupi bagai tirai pada kamar seorang gadis. Kini sekalipun ada orang yang duduk disana, wajahnya tak akan terhalangi.

Bahkan Bai Leng Yu juga sudah banyak berubah. Siapa yang akan menyangka seorang zhuyaozhu menjadi tabib? Dan ia juga sadar bahwa dirinyapun demikian. Perubahan adalah suatu hal yang tak bisa dipungkiri kehadirannya. Bukankah ada yang mengatakan bahwa hal yang tidak pernah berubah adalah perubahan itu sendiri?

Menghela nafas, duduklah Zhu Bu di atas rumput memandangi danau. Tentu saja air pada danau tak terlihat karena hanya kegelapan yang ada di sana. Tapi bagi Zhu Bu, pada danau itu ada sesuatu yang bisa dilihatnya. Dia adalah kenangan.

Membaringkan kepala dengan beralaskan telapak tangan, ditatapnya langit yang kebetulan sedang cerah. Bulan yang tinggal tersisa separuh bersinar redup ditemani ribuan bintang.

Lumayan, tak perlu sewa penginapan.

Angin yang berhembus memang sudah cukup dingin bagi kebanyakan orang. Tapi bagi Zhu Bu udara seperti ini jauh lebih baik dari masa musim panas. Hembusan angin itu justru dirasakan seperti tengah membelainya dan membujuknya agar segera tidur.

“Mengapa tidur di sini?” tegur seseorang yang dari suaranya bisa dipastikan adalah perempuan.

Zhu Bu membuka mata dan melirik kepada pemilik suara. Mungkin ia salah melihat. Tapi sudah dikucek mata beberapa kali, tetap yang dilihatnya adalah sang nyonya dari balai pengobatan.

Buru-buru ia bangkit duduk.

Huo Mei Er tersenyum lalu duduk di sana juga menghadap danau. “Bai Yu Ge benar. Aku menemukanmu di sini.”

Tempat Huo Mei Er duduk tak begitu jauh juga tak begitu dekat dari Zhu Bu. Ia tak ingin menimbulkan isu negatif namun juga tak ingin persahabatan suaminya putus begitu saja setelah mendengar dari Bai Yu bagaimana hubungan mereka.

“Tepi danau ini adalah tempat yang paling sering kami kunjungi jika mendapat tugas di Jingcheng. Dia selalu memetik zheng di bawah pohon itu,” Zhu Bu menjawab dengan diakhiri tangan terangkat menunjuk salah satu pohon Yangliu.”

“Aku tak tahu kalau suamiku juga bisa memainkan zheng. Tapi aku tahu Huangshang pernah menyuruhnya memetik qin. Dan ia membawakan sebuah lagu dengan sangat baik walaupun tangannya kala itu tengah terluka.”

“Ia memang pernah mempelajari qin. Bahkan dizi pun ia cukup bisa. Ia juga selalu larut dalam permainannya. Niang yang mengajarkan hal itu. Mengapa datang kemari?”

Memandangi Zhu Bu yang sedang duduk melirik padanya menunggu jawaban membuat Huo Mei Er mengalihkan perhatiannya pada danau. “Gurumu mengancam akan membunuh Bai Yu Ge jika ia mengaku dirinya adalah Bai Leng Yu.”

Tentu saja Zhu Bu terkejut setengah mati. “Shifu tidak…”

“Iya atau tidak hanya kalian yang tahu. Bagaimanapun aku mohon padamu, tolong rahasiakan masalah ini. Kamu sendiri juga tentunya tahu banyak orang yang mengincar nyawanya jika rahasia ini terbongkar.”

Setelah mendengar dari Bai Yu bagaimana sifat Zhu Bu, Huo Mei Er merasa tak perlu sikap basa-basi. Lebih tepat adalah menjadi dirinya sendiri dengan bicara terus terang dan langsung ke pokok pembicaraan.

“Bai Yu Ge juga mengatakan kalau sejak awal ia sudah tahu kamu menaruh hati pada Nu Lang. Karena itu, ia tidak menaruh hati pada gadis itu. Lalu apakah akhirnya kalian menikah?”

Dengan terpaksa Zhu Bu menjawab lewat sebuah anggukan. “Bagaimana kalian…”

“Ayahku adalah sahabat ayahnya Bai Yu Ge.”

“Apa benar dia anak Zhang Da Jiangjun? Kalian dijodohkan?”

“Dijodohkan…? Mungkin… sepertinya memang itu maksud awal ibuku. Tapi bagaimana kamu bisa tahu Bai Yu Ge anak Zhang Da Jiangjun?”

“Pernah kami bertatapan dengan Zhang Da Jiangjun. Tapi dikatakan bagaimanapun juga ia tetap tidak mau menyelidiki lebih lanjut. Ternyata… memang benar..”

Tersenyum Huo Mei Er memandangi Zhu Bu. “Ceritakan padaku bagaimana dia dahulu.”

“Mungkin sebaiknya kamu yang cerita padaku bagaimana kalian bisa sampai menikah. Setahuku ia itu tidak suka dipaksa melakukan sesuatu.”

“Ya… aku pernah nyaris kabur waktu itu. Untung saja saat aku hendak meninggalkan Jingcheng, ia melihat lalu menahan langkahku.” Mengatakan hal ini membuat Huo Mei Er tersenyum geli. “Kau boleh mengatakan aku tidak waras. Sudah sangat lama aku suka mendengar kisah penyerangan aliran putih ke Baiyu Jiao, terutama bagaimana Bai Leng Yu membunuh Shi Bui Yi. Dalam kenyataannya, ia pasti sangat luar biasa?”

“Benar. Kukira waktu itu semua orang tercengang karena ilmu kungfunya… Tapi seorang gadis dari keluarga terhormat mengapa justru senang mendengar cerita seperti itu?”

“Aku juga tidak tahu. Waktu itu yang kutahu hanya… Ah.. entahlah… Tapi ternyata aku menjadi istri orang itu. Apakah menurutmu suatu kebetulan?”

“Mungkin… lalu kapan kamu pertama kali tahu masa lalunya?”

“Beberapa hari menjelang pernikahan. Dia membiarkan dirinya dipukuli anak buah Wen Gongzi. Lalu Wu Chang Dashi datang melerai.”

“Wu Chang Dashi?”

Huo Mei Er menganggukkan kepalanya. “Setelah sampai di rumahku sendiri, aku baru sadar kalau Bai Yu Ge yang melempar sesuatu pada Wen Gongzi karena melihat kekurangajaran orang itu padaku. Tapi di tempat itu, Wu Chang Dashi mengatakan ia yang melempar.”

“Berarti Wu Chang Dashi sadar kalau suamimu tahu kungfu. Tapi selama di pertemuan kemarin ia terus diam. Masalah ini tak pernah diungkit sama sekali.”

Zhu Bu benar-benar tidak habis pikir. Alisnya yang tertekuk tak seperti biasanya seolah hendak meyakinkan Huo Mei Er bahwa ia tengah serius memikirkan hal tersebut. Namun Huo Mei Er tak mengindahkan. Ia terbawa dalam arus ingatannya sendiri.

“Melihat Bai Yu Ge penuh luka, aku bersikeras mengoleskan obat itu sendiri. Saat itulah, aku melihat tato giok dan bekas luka tusukan itu.”

“Lukanya sangat parah kala itu hingga membuatku percaya saat Shifu mengatakan ia sudah meninggal.”

“Masalah itu… Dari cerita Bai Yu Ge padaku kesimpulannya adalah Chu Daifu yang memaksa gurumu melakukan hal tersebut.”

“Ternyata demikian…”

“Ada suatu hal yang ingin kuminta darimu.”

“Katakan.

“Jangan temui Bai Yu Ge lagi. Saat ini, ia sudah yakin dengan pilihannya menjadi seorang daifu. Lagipula, Bai Yu Ge selalu mengatakan pada orang lain kalau ia hilang ingatan, kehadiranmu akan membuat orang-orang di sekitar kami curiga lalu memaksanya agar segera menceritakan masa lalu.”

“Aku mengerti. Maaf, aku mengacau tadi siang .”

“Kami mengerti. Sudah waktunya aku pulang. Oh ya, apa kamu sudah punya anak?”

“Katakan padanya, Nu Lang sudah melahirkan. Dan aku menunggu kabar baik kalian.”

Setelah mengangguk, Huo Mei Er membalikkan badan dan segera tak terlihat karena ditelan gelapnya malam.

Zhu Bu tetap tinggal di sana kembali berbaring dengan tersenyum. Ia sudah sangat senang mendapati Bai Leng Yu masih hidup. Tak peduli sekarang namanya adalah Bai Yu tapi orang itu, sahabat dan saudaranya sejak bayi masih hidup. Dan kehidupannya juga sangat baik. Karena apa yang diinginkan seorang laki-laki seperti kekuasaan, Bai Yu memiliki dengan status cucu angkat kaisar. Uang juga pasti dimiliki. Terakhir adalah perempuan yang senantiasa mendukung dan menghibur juga sudah dimiliki. Tak ada lagi yang kurang.

Tapi sampai markas, masalah ini tetap harus diurusnya. Mengapa ia dibohongi seperti ini? Tahu Bai Leng Yu sebenarnya masih hidup apakah suatu kesalahan? Justru sebenarnya membuat hati Zhu Bu lega.

***

Ketakutan Huo Mei Er sedikitpun tak salah. Berawal dari teguran Zhu Bu di balai pengobatan, masalah itu menjalar hingga mengganggu ketenangannya. Bagaimana ia bisa tenang jika suaminya mendadak dipangggil oleh Qhing Gongzhu dan belum pulang hingga saat ini. Ketika matahari telah terlelap dan kedudukannya diganti oleh bulan yang bersinar pucat dan lemah.

Hilir mudik di dalam kamar ternyata tak juga membantu agar hatinya kembali tenang. Pintu dan jendela masih terbuka. Ia sengaja membiarkan mereka tetap seperti itu dan melarang Qian’er menutup  agar bisa segera melihat Bai Yu ketika laki-laki itu pulang.

Ditunggu dan ditunggu, suaminya tetap tak juga pulang. Mungkinkah Qhing Gongzhu menawan Bai Yu dan memaksa agar segera menceritakan masa lalunya? Atau Bai Yu merasa terancam lalu kabur dari Jingcheng?

Kegundahannya semakin bertambah dan bertumpuk. Suatu rasa tak tenang merongrong Huo Mei Er. Dan akhirnya, ia mengambil mantel dan kantung uangnya hendak pergi menyusul Bai Yu.

Jalan tercepat ke arah kediaman keluarga Zhang adalah dengan melalui pintu balai pengobatan. Pintu samping yang terletak di jalan kecil akan membuat Huo Mei Er harus jalan memutar. Maka, ia melangkahkan kaki menuju balai hendak keluar dari sana.

Balai pengobatan cukup gelap. Hanya ada sinar remang-remang dari lampion yang berjajar di koridor. Dan sinar itu hanya cukup menerangi beberapa langkah dari muka pintu dalam balai pengobatan.

Dalam kegelapan, Huo Mei Er terus melangkah. Ia sudah ingat dimana letak pintu keluar juga letak meja dan kursi sehingga selama menuju pintu tak satupun yang tersenggol.

“Setelah aku mati, barulah mereka akan tahu masa laluku,” suara Bai Yu bergaung di telinga Huo Mei Er. Laki-laki itu ada dalam ruangan gelap bersama dirinya. Entah di sebelah mana.

Pendengaran Huo Mei Er memang tak sebaik pendengaran Bai Yu. Sekalipun Huo Yin Qian mendatangkan guru untuk mengajarinya kungfu, gurunya itu tak mengajarkan bagaimana cara membedakan asal suara dengan baik.

“Bai Yu Ge, kau ada di mana? Mengapa sudah pulang tak langsung ke kamar? Aku mencemaskanmu…,” suara Huo Mei Er tertahan hingga terdengar seperti rintihan.

Sebuah tangan menggapai lengannya dan tiba-tiba tubuh Huo Mei Er terangkat tinggi. Laki-laki dalam kegelapan itu menggendong dan membawanya meninggalkan balai pengobatann.

“Bai Yu Ge…,” panggil Huo Mei Er mengamati Bai Yu yang menggendongnya. Kini di koridor, ia bisa melihat wajah suaminya dengan cukup jelas. Guratan wajah laki-laki itu menggambarkan isi hati. Dengan cukup melihatnya saja, Huo Mei Er sudah tahu ada banyak hal yang tengah dipikirkan oleh suaminya.

Sampai di kamar, Huo Mei Er diturunkan dari gendongan. Bai Yu sendiri mendekati meja dan mulai menulis di sana. Kiranya satu lembar tak cukup untuk tulisannya itu. Ia kembali mengambil kertas dan melanjutkan tulisannya.

Setelah serangkai tulisan panjang selesai ditulis dan terlihat sudah mengering, Bai Yu melipat dan memasukkannya ke dalam sebuah amplop yang disegelnya dengan sejenis lilin berwarna merah. Lilin itu segera mengeras setelah ditorehkan pada amplop sehingga untuk mengeluarkan isi, amplop tersebut harus dirobek terlebih dahulu.

“Mei Er, jika aku mati, berikan surat ini pada Die.”

“Bai Yu Ge…,” mendengar pesan itu, Huo Mei Er begitu takut karena mengira suaminya berniat bunuh diri.

“Jika masa laluku diketahui orang-orang dunia persilatan, hidup kalian akan dalam bahaya. Satu-satunya cara menyelamatkan kalian adalah kematianku.”

Ditatapnya wajah Bai Yu terus menerus. Di sana tak ada kebengisan. Tak ada pula kekejaman. Suaminya hanya sebentuk pria berotak terlampau cerdas. Kecerdasan yang menjadi bahan iri hati orang-orang dunia persilatan. Huo Mei Er yakin, atas dasar itulah orang-orang dunia persilatan memusuhi Bai Leng Yu yang berasal dari Baiyu Jiao. Seandainya saja suaminya bukan dari Baiyu Jiao – entah dari kuil Yangqiu atau dari perguruan yang disebut sebagai aliran putih – pastinya mereka akan memuji laki-laki itu habis-habisan.

“Tidak. Bai Yu Ge tak mungkin mati. Bai Yu Ge tak boleh mati. Demi aku, Bai Yu Ge. Juga demi Die.”

“Seandainya saja kita tidak perlu saling kenal, aku sudah menyingkir dari Jingcheng. Tak perlu lagi takut ini itu.”

“Bai Yu Ge menyesal telah menikahi aku?”

Bai Yu menggelengkan kepalanya. Sekalipun pelan, sudah cukup memberitahukan jawabannya itu berdasarkan keyakinan kuat.

“Kita pergi saja, bagaimana? Kita tinggalkan Jingcheng berdua?”

“Tidak bisa. Aku sudah janji pada orangtuamu. Juga pada Die.”

“Nah, apakah Bai Yu Ge curiga pada orang itu?” yang disebut orang itu oleh Huo Mei Er pastinya adalah Zhu Bu.

“Ia bukanlah seseorang yang perlu dicemaskan.”

“Lalu?”

Daniang?” kali ini Huo Mei Er berbisik sangat pelan.

Bai Yu menggelengkan kepala disusul dengan anggukan. Jelas bagi Huo Mei Er, orang yang dicemaskan Bai Yu justru ibu tirinya sendiri. Memang, Qhing Gongzhu adalah sosok perempuan cerdas. Kata-kata yang keluar dari mulutnya sepertinya sudah diatur sedemikian rupa sehingga dapat menekan lawan bicara mengikuti kemauannya.

“Apakah ia menekanmu tadi?”

Bai Yu tersenyum lirih. Senyum itu bukan tanda ia bahagia. Senyum itu sebentuk garis yang melambangkan usaha yang tak putus dalam kelelahan.

“Juga pertemuan kemarin… entah apakah mereka memperhatikanku. Seorang pesilat dengan ilmu mumpuni, pasti bisa merasakan aku juga menguasai kungfu dan tenaga dalam.”

“Kukira orang itu juga tak perlu dikuatirkan. Dia bahkan heran karena orang itu tak mengatakan apapun tentangmu pada pertemuan kemarin.”

Huo Mei Er dan Bai Yu sengaja tak menyebut nama dalam pembicaraan itu. Namun mereka berdua sama-sama mengerti siapa yang dibicarakan. Sekalipun belum satu bulan menikah, kedua orang itu sudah memiliki keterikatan batin. Mungkin karena mereka menikah atas dasar cinta yang sesungguhnya.

“Karena Bai Yu Ge sudah memutuskan tetap tinggal di Jingcheng, tetaplah tinggal di sini sebagai seorang shen daifu. Tak perlu memikirkan apakah mereka tahu atau tidak tentang masa lalumu. Juga Daniang, aku yakin ia tak punya maksud jahat pada Bai Yu Ge. Penyakitnya sembuh karena Bai Yu Ge. Dan kakaknya juga selamat berkat pertolongan Bai Yu Ge. Kukira… ia hanya sekedar penasaran.”

“Kuharap kau memang benar.”

Selesai berkata itu, ia melihat Huo Mei Er tersenyum untuknya. Senyum Huo Mei Er sangat lembut dan tulus. Hanya melihat istrinya tersenyum saja, sudah membuat rasa percaya diri Bai Yu kembali bertumbuh. Ia tak peduli hal lain lagi sekarang. Asal ada Huo Mei Er bersamanya itu sudah lebih dari cukup.

Memikirkan hal itu, Bai Yu bergerak untuk melumat bibir istrinya dalam ribuan ciuman. Dalam ciuman dan setiap sentuhannya ada rasa sayang dan cinta juga rasa memiliki. Huo Mei Er adalah istrinya. Satu-satunya perempuan yang ia biarkan terjun bebas dalam kehidupan pribadinya.

***

Sampai di markas Baiyu Jiao, yang dicari Zhu Bu adalah istrinya. Ia ingin berbagi kebahagiaan akan berita bahwa Bai Leng Yu masih hidup sebagai orang lain. Karena itu langkahnya penuh semangat dan kejenakaannya kembali muncul menghilangkan sikap pendiam dan tertutup karena kehilangan sahabat beberapa bulan yang lalu.

Hou Nu Lang sedang menidurkan Zhu Shi Shi anaknya dengan Zhu Bu yang baru berusia tiga bulan.

Masalah nama anak mereka itu adalah keinginan Yi Mei Xin. Dengan keahliannya membujuk Zhu Xu, maka jadilah cucu pertama mereka bernama Zhu Shi Shi dari sebuah idiom yang berarti ‘dilaksanakan’.

Padahal kalau melihat dari sifat sang ayah juga kakeknya tak mungkin anak Zhu Bu akan memiliki nama yang diambil dari idiom bahasa. Mereka berdua itu bukan orang yang suka mempelajari hal semacam itu.

“Bai Leng Yu ternyata masih hidup,” bisik Zhu Bu di telinga istrinya dengan tersenyum penuh arti.

Tentu saja, Hou Nu Lang tak langsung percaya dengan yang didengarnya ini. Ia menatap Zhu Bu dalam berusaha meyakinkan diri apakah suaminya tengah berbohong guna menggodanya atau sedang serius.

“Ia kini hidup di Jingcheng sebagai cucu angkat Huangshang. Ayah kandungnya ternyata memang benar Zhang Da Jiangjun. Nanti setelah Die dan Shifu selesai bicara, aku pasti mengurus masalah ini. Menyebalkan sekali.”

“Bagaimana kamu tahu? Kau yakin dia Bai Dage?”

Zhu Bu mengangguk mantap. “Istrinya yang mengatakan itu padaku sambil berpesan agar jangan menyusahkannya.”

“Istri? Bai Dage telah beristri?” walau bagaimanapun cinta pertama Hou Nu Lang adalah Bai Leng Yu. Mengetahui cinta pertamanya telah beristri tentu ia luar biasa syok karena saat bersamanya, Bai Leng Yu memang tak pernah menunjukkan gejala mencintainya. Kalau begitu dugaannya benar. Hati Bai Leng Yu bukan untuknya.

Karena kaget, tangannya berhenti mengelus Zhu Shi Shi dan akhirnya membuat tangisnya pecah kembali. Kemudian suara tangis itu membawa Yi Mei Xin mengunjungi mereka karena penasaran dengan apa yang sedang dilakukan sepasang orangtua dari cucunya itu..

Niang!” seru Zhu Bu senang. Dipeluknya Yi Mei Xin yang baru masuk ke dalam kamar sebelum ibunya itu sempat menegur atas pecahnya suara tangis bayi.

Entah bagaimana rasanya seorang istri melihat suaminya memeluk ibunya seperti bocah usia tiga tahun yang tengah mengadu pada sang ibu. Yi Mei Xin sendiri tak bisa membayangkan jika Zhu Xu memeluk ibunya di hadapan dia. Untung saja, saat mereka menikah, kedua orangtua Zhu Xu telah meninggal hingga tak mungkin ada kejadian seperti saat ini.

“Bai Leng Yu ternyata masih hidup dan ia sudah menikah.”

Tak mungkin Yi Mei Xin tidak terkejut mendengar berita itu. Ia menatap Zhu Bu sama seperti bagaimana cara Hou Nu Lang tadi.

“Benar, Niang. Aku tidak bohong. Awalnya dia memang terlihat tak mau mengakui kalau mengenalku. Tapi malamnya aku bertemu lagi dengan istrinya dan istrinya sendiri yang cerita.”

“Dia cerita apa padamu?”

“Chu Daifu memaksa Shifu melepaskan hubungan Leng Yu dengan Baiyu Jiao. Sekarang dia tinggal di Jingcheng sebagai Zhang Daifu, cucu angkat Huangshang.”

Yi Mei Xin tahu, Zhu Bu tak mungkin berbohong. Artinya Bai Leng Yu sungguh masih hidup. Tetes demi tetes air mata sukacita turun membasahi kedua belah pipinya. Dan ia masih terus seperti itu setelah meninggalkan kamar anaknya.

“Kamu ini kenapa, Mei Xin?” tegur Zhu Xu setelah menghampiri Yi Mei Xin yang duduk menyendiri di paviliun tengah danau.

“Bai Leng Yu masih hidup–” kalimat itu terhenti karena Zhu Xu menutup mulutnya mendadak.

“Jadi kamu sebenarnya tahu? Mengapa tak katakan padaku?”

“Siapa yang mengatakan hal ini?” Zhu Xu menatapnya tegang.

“A Bu. Ia bilang mereka bertemu di Jingcheng.”

Zhu Xu menghembuskan nafasnya. Terlihat beragam kekuatiran telah menguasai pikiran.

“Mengapa kamu merahasiakannya? Kau tahu Leng Yu bagiku sama seperti anak kandungku sendiri?”

“Aku tahu. Bahkan sangat jelas.”

“Lalu kenapa?”

“Karena kamu susah menahan gejolak perasaanmu hingga mungkin akan memberitahu pada A Bu. Sedangkan aku tidak ingin anak kandungku terus menerus berlindung di balik usaha Leng Yu. Dengan tetap merahasiakan ini kukira… A Bu akan menjadi laki-laki yang lebih tegar dan mandiri.”

“Jadi Leng Yu benar-benar masih hidup?”

Zhu Xu menggelengkan kepalanya. “Dia sudah mati. Yang ada di bumi ini hanya seseorang bernama Zhang Bai Yu, cucu angkat Chu Daifu.

“Tapi dia–”

“Dengar, Mei Xin. Dalam zhuyaozhu gejolak keinginan meraih jabatan sebagai jiaozhu tak akan pernah hilang. Fan Dage berhasil melaluinya tapi tidak dengan Leng Yu. Apa kau ingin seseorang yang belum kita pastikan siapa itu kembali mengincar dia?”

Yi Mei Xin terdiam karena teguran itu.

“Biarkan dia hidup dalam jalan yang telah diatur Chu Daifu untuknya. Hidupnya saat ini sudah sangat baik. Dia punya orangtua kandung, punya istri, bahkan Taizi dan Huangshang pun memperhatikannya.”

“Tapi dia…”

“Dia penerus ilmu musikmu? Aku tahu. … Kau pernah bertanya mengapa zheng milik Leng Yu mendadak lenyap. Sebenarnya aku meminta Fan Dage menghantarkan untuk dia ketika masih dalam perawatan Chu Daifu. Selamanya ia pasti mengingat setiap ajaranmu.”

Yi Mei Xin terus mendengarkan setiap kata Zhu Xu. Ada kalanya Zhu Xu nampak seperti laki-laki dewasa pada umummnya, seperti saat ini. Tapi banyak kali suaminya itu terlihat seperti pemuda urakan yang tak mau peduli. Walaupun demikian, ia tahu otak suaminya itu tak pernah berhenti memikirkan segala sesuatu.

“Kau tahu? Dia pernah memainkan qin di hadapan Huangshang. Permainan qin-nya mengalahkan permainan jingzhu yang dikenal berbakat memetik qin.”

“Benarkah?”

Zhu Xu menganggukkan kepalanya yakin. “Fan Dage mencari kabar tentangnya di Jingcheng beberapa waktu lalu. Anak itu bahkan tetap memainkan qin walaupun baru saja terluka. Daya juangnya itu hasil pengajaranmu. Tapi ia yang sekarang ini bukanlah anak kita. Ia putra Zhang Da Jiangjun. Sekarang, yang harus kamu lakukan adalah mengajari cucu kita permainan musikmu, mengerti?”

“Hari ini kamu terlihat sangat dewasa.”

“Memang biasanya aku seperti apa?”

“Tak beda jauh dengan anakmu. Tak peduli, menganggap remeh segala sesuatu.”

“Lalu kenapa kamu mau kunikahi?”

“Mudah bagiku menebak isi hatimu.”

“Oh… jadi seperti itu alasanmu? Tahu seperti ini, seharusnya aku lamar saja Lin Xiao Xia.”

“Kau berani?”

“Tidak juga. Fan Dage pasti akan melolot jika aku berani melakukannya.”

“Mengapa tidak kita pertemukan kembali mereka? Bukankah kau bilang orangtua Lin Xiao Xia sudah meninggal? Ia juga belum menikah.”

“Maksudmu adalah agar kau punya teman ‘kan?”

“Tak hanya itu. Sekalipun Fan Dage terlihat tegar, sebenarnya ia butuh teman berbagi.”

“Dia punya kita.”

“Kita ini berbeda dengan istrinya. Apa kau mau aku juga melayani Fan Dage-mu?”

“Tentu saja… Tidak.”

“Lalu bagaimana dengan A Bu?” mendadak Yi Mei Xin kembali ke masalah sebelumnya. Matanya juga mulai menyiratkan keseriusannya.

“Ia sudah tahu. Tak mungkin aku bisa pungkiri lagi.”

“Bagaimana kalau A Bu terus menerus ke Jingcheng demi melihat dia?”

“A Bu juga bukan orang bodoh. Hal ini akan sangat berbahaya baginya juga Daifu itu.”

“Tapi aku ingin melihatnya.” Dengan tampang memelas penuh harap, Yi Mei Xin kembali melanjutkan, “sekali saja. Aku juga ingin tahu perempuan macam apa yang berhasil meluluhkan hati anak dingin macam itu.”

“Kukira perempuan itu tak terlalu jauh sifatnya dari Lin Xiao Xia.”

“Ceria dan usil, maksudmu?”

“Yang jelas perempuan itu bukan sepertimu, Mei Xin. Perempuan cerewet yang selalu menyuruhnya belajar dan belajar.”

“A Xu!” bentak Yi Mei Xin dengan bertolak pinggang. Sementara itu Zhu Xu telah berlalu meninggalkannya dan pavilliun dengan ilmu meringankan tubuh.

“Tiba waktunya kita jalan-jalan berdua. Saat itu, kamu mau pergi kemanapun akan kuturuti tapi dengan catatan Fan Dage mengizinkan aku meninggalkan tugas, mengerti?”

Dengan kata lain, Zhu Xu sedang berkata bahwa tugas Yi Mei Xin untuk membujuk Fan Ku agar membiarkannya memiliki masa bebas tugas sementara waktu.

***

4 Komentar
  1. panda permalink

    hmm, obat kuat, rasanya konotasinya kurang baik yah? itu kan bukan obat kuat untuk itu, tapi obat untuk menambah daya tahan tubuh, benar bukan? si qhing gongzhu aja yang usil, kasi obat penambah daya tahan tubuh ++. wakakaka

  2. iya. obat kuat itu buat daya tahan tubuh. tapi oleh Qhing gongzhu ditambah lagi.. hehehe…

  3. panda permalink

    btw, setelah baca2 lagi, si qhing gongzhu kasi kereta buat antar bai yu pulang supaya tindakan bai yu yang kurang pantas terhadap mei er tidak akan nampak di mata warga jincheng. memangnya tindakan tidak pantas apa yang bisa dilakukan bai yu terhadap mei er di jalan gitu?

  4. waktu itu kan Bai Yu dalam pengaruh obat pemberian Qhing gongzhu. dinaikin kereta biar kalo ngapa2in ga keliatan. jaman dulu itu harusnya ciuman juga bukan hal yg lumrah dilakukan di depan umum kan yah…

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: