Lanjut ke konten

Bab 2

“Lihat pedangku!” Fan Ku yang baru masuk ruang rahasia sudah menggenggam pedang posisi terhunus. Tanpa memberi kesempatan sedikitpun, ia maju menyerang Bai Lengyu.

Gerakan tangannya begitu cepat. Menusuk juga menebas dari mengincar kepala hingga kaki. Semua gerakannya memaksa Bai Lengyu mengerahkan seluruh kemampuan dan ilmunya untuk bertahan.

“Gunakan pedangmu untuk menyerangku, Lengyu!” perintah Fan Ku adalah satu-satunya suara manusia yang terdengar. Gerakan Bai Lengyu yang hanya bersifat bertahan membuat Fan Ku semakin penasaran sejauh apa penguasaan Bai Lengyu pada ilmu ‘pedang giok es’.

Denting pedang yang beradu tak juga surut dan waktu tak ingin diam menunggu. Puluhan jurus setelahnya, mereka masih belum menghentikan pertarungan ketika Zhu Xu disusul Zhu Bu masuk ke dalam ruangan rahasia menyaksikan petarungan mereka.

Menyaksikan pertarungan antara Fan Ku dengan Bai Lengyu ternyata tak membuat Zhu Xu kuatir sedikitpun. Ia tersenyum puas dan mendapat inspirasi melakukan sesuatu.

“Perhatikan baik-baik!” seru Zhu Xu tiba-tiba menyerang Zhu Bu dengan tangan kirinya.

Die!” sambil melompat ke belakang menghindari pukulan Zhu Xu, Zhu Bu berteriak kaget. Ia bersyukur memiliki respon cepat dan tidak latah. “Apa-apaan, Die? Menyerang Hai’er mendadak seperti ini?”

Zhu Xu mengacuhkannya. Ia kembali menyerang Zhu Bu. “Balas seranganku!” perintahnya sambil terus menyerang.

Tangan Zhu Xu bergerak begitu cepat. Seolah-olah ia hendak mencambik jantung Zhu Bu. Untung Zhu Bu dengan cepat menyingkir sehingga tangan itu hanya mendapatkan udara kosong. Kali ini ganti Zhu Bu yang menyerang. Keduanya menggunakan jurus-jurus yang sama. Tentu saja karena ilmu kungfu tangan kosong Zhu Bu dipelajarinya dari Zhu Xu.

Bai Lengyu dan Zhu Bu akhirnya berkumpul di tengah ruangan pundak mereka saling bertemu. Di hadapan Bai Lengyu adalah Zhu Xu. Sedangkan di hadapan Zhu Bu adalah Fan Ku. Pertarungan dua lawan dua akhirnya terjadi.

Dengan pedang giok, Bai Lengyu melawan Zhu Xu. Sedangkan Zhu Bu melawan Fan Ku. Perlu diingat, ilmu ‘pedang giok es’ adalah ilmu tingkat tertinggi Baiyu Jiao. Dan nampaknya Bai Lengyu telah berhasil menguasainya. Hal itu membuat Zhu Xu terpojok dan hanya pengalaman berkelahi yang jauh lebih lama yang membuatnya lebih unggul.

Di lain pihak, Zhu Bu diserang oleh Fan Ku dengan ilmu pedang Baiyu Jiao biasa. Namun karena ia sering malas belajar, serangan yang disengaja Fan Ku dibuat sulit untuk dipatahkan membuat Zhu Bu tambah kesulitan. Peluh bercucuran karena lelah dan usahanya memaksa otak bekerja lebih keras untuk mematahkan serangan Fan Ku.

Puas dengan hasil belajar Bai Lengyu, Zhu Xu dan Fan Ku akhirnya menghentikan serangan. Keduanya tertawa terbahak-bahak senang.

“A Bu, gunakan pedang ini, serang aku,” tegur Fan Ku sembari melempar pedang ke arah Zhu Bu. Begitu pedang itu diterima Zhu Bu, ia langsung menghajar Zhu Bu.

Zhu Bu dibiasakan belajar ilmu pedang dengan tangan kanan dan ilmu tangan kosong dengan tangan kirinya. Dengan tangan kanannya pula ia menerima pedang dan dengan segera membalas serangan Fan Ku.

“Kau tak akan pernah menang jika kau pegang pedang seperti itu,” Fan Ku buru-buru menyudahi serangannya. Melihat Zhu Bu yang cemberut, Fan Ku memandangnya tajam. “Ilmu kungfu tangan kosongmu sudah ada kemajuan. Setelah tugas ini selesai, aku harus benahi ilmu pedangmu. Memalukan saja. Seorang zhuyaozhu memegang pedang seperti itu.”

“Tugas, Shifu?” tanya Zhu Bu penasaran dan bersemangat. “Apa mengurus pengkhianat seperti yang dikatakan Die?”

Fan Ku mengangguk membenarkan. Ia mengatur nafasnya sebelum menceritakan. Sedangkan Zhu Bu mengerutkan alis. Menurut pengamatannya selama ini, jika Fan Ku mengatur nafas sebelum bercerita, maka cerita itu adalah cerita yang panjang.

“Kalian pasti tahu Baiyu Jiao pernah diserang orang dunia persilatan beberapa tahun sebelum kalian lahir.”

Tanpa menunggu jawaban dari Zhu Bu dan Bai Lengyu, Fan Ku telah melanjutkan, “Jika saja keempat zhuyaozhu pada saat itu bisa kompak menahan serangan musuh, mungkin Baiyu Jiao tidak akan kalah telak hingga banyak pengikutnya yang gugur dan banyak pusakanya hilang. Sayang, salah satu zhuyaozhu pada masa itu gelap mata. Ia menginginkan posisi jiaozhu hingga tega memasukkan musuh ke dalam markas. Sesuai aturan Baiyu Jiao kita, zhuyaozhu yang berkianat harus dihukum oleh calon ketua berikutnya. Aku sudah gagal melakukannya pada masa itu. Kali ini, sebelum dia berhasil memberontak dan meraih tahta kaisar, aku ingin kalian bekerja sama membunuhnya. Lengyu, Shifu percaya pada kemampuanmu. Dan A Bu, kau tahu kelemahan Lengyu. Kau harus selalu siaga membantunya. Mengerti?”

Zhu Bu dan Bai Lengyu mengangguk mantab menandakan mereka telah paham. Karena itu, Fan Ku menambahkan keterangannya. “Zhuyaozhu itu adalah Wang Yinhuo. Zhang Da Jiangjun tengah memburunya. Kalian pasti mudah mencari pengkhianat itu. Kami juga sudah memasukan mata-mata di sekitarnya. Terserah bagaimana kalian melakukan. Pergilah!”

“Lengyu pasti melakukan perintah Shifu,” suara Bai Lengyu terdengar sangat yakin membuat Fan Ku lebih tenang.

***

Hutan di musim semi memang bukan tempat dan saat yang tepat untuk dijadikan arena perang. Kala itu hutan sedang lembab-lembabnya. Pepohonan juga banyak yang kembali berdaun dan bertunas. Namun di sanalah perang Zhang Shahai menumpas para pemberontak.

Terlihat, para prajurit dari kedua belah kubu sama-sama telah cukup lelah. Lebatnya hutan ditambah tanah yang licin karena hujan menjadi rintangan mereka selain melawan musuh.

Zhang Shahai berdiri memegang tombaknya yang telah berlumuran darah. Sementara itu, pedang masih dalam sarungnya tergantung di pinggang.

Di sisi lain, Wang Yinhuo, kepala pemberontak memegang pedang yang juga berlumuran darah berdiri memandang Zhang Shahai tajam. “Semua kaisar tidak ada yang tidak berlumuran darah. Semua! Termasuk yang kau bela mati-matian itu. Apa bagusnya membela dia dibandingkan aku?”

Zhang Shahai diam. Bukan tidak bisa menjawab tapi tak ingin menjawab.

Wang Yinhuo menyangka diamnya Zhang Shahai karena tidak menemukan jawaban untuknya. Karena itu ia melanjutkan dengan sikap makin menantang “Kenapa diam? Tidak bisa jawab, hah?!?”

Wajah Zhang Shahai tetap tenang. Emosinya tidak terpancing sedikitpun. Meskipun kini ia membuka mulut berkata, “Banyak orang yang mendukungnya tentu tanpa alasan. Lalu kau? Kondisi negara sudah stabil. Perekonomian terus meningkat. Kelakuan kalian justru mengacaukan semuanya. Berapa banyak rakyat yang harus kembali menderita karena ulahmu?”

Zhang Shahai mengangkat tangannya yang membawa tombak menunjuk pada Wang Yinhuo, “Menyerahlah!

“Menyerah? Jangan mimpi! Bertahun-tahun usahaku untuk ini. Dan pasti akan berhasil jika kau mau ikut denganku.”

Suara tawa mengakak Zhu Bu membalas teriakan Wang Yinhuo. Begitu semangatnya Zhu Bu tertawa sampai terbungkuk-bungkuk tanpa takut terjungkal.

Bagi Zhang Shahai dan Wang Yinhuo suara tawa yang kemudian bergema itu terdengar dari sebuah tempat yang cukup jauh. Dan suara tersebut membuat mereka berdua bingung mencari sumber suara.

“Mimpi? Sepertinya kau yang mimpi? Sayangnya… orang mati tidak akan bisa menggapai mimpinya,” kembali terdengar dari suara Zhu Bu kemudian bergema.

Di puncak sebuah pohon tak begitu jauh dari Zhang Shahai dan Wang Yinhuo, Bai Lengyu dan Zhu Bu berdiri dengan tanpa ada kekuatiran bisa terjatuh. Namun tempat mereka berdiri yang tertutup oleh daun-daun membuat Zhang Shahai, Wang Yinhuo pun semua prajurit dari kedua kubu tak melihatnya.

“Psstt… diam!” suara teguran Bai Lengyu juga terdengar oleh Wang Yinhuo dan Zhang Shahai. Pun suara itu sama terdengar jauh kemudian bergema.

“Ah… semauku. Kamu saja yang diam. Eh salah…. Orang mati saja yang diam.”

Wang Yinhuo terdiam mendengar suara Zhu Bu dan Bai Lengyu. Ia menoleh ke sana ke mari guna mencari keberadaan mereka. Namun tak juga menemukan. Karenanya ia menjadi kesal. Teramat kesal. Pedang diacungkan kemana-mana dan tangannya satu lagi bertengger pada pinggangnya seolah menantang. Dan dengan mata menyorotkan kemarahannya, ia berteriak, “Siapa kau?!? Keluar kalau berani!”

Sekali lagi Zhang Shahai mencari pemilik suara. Matanya juga berkeliaran ke sana ke mari sembari tetap mengawasi pergerakan Wang Yinhuo. Awalnya tidak menemukan orang lain, namun kemudian dari atas salah satu pohon ia melihat dua orang berpakaian serba putih turun bagai dua orang dewa yang turun dari khayangan.

Siapapun yang melihat gaya mereka ketika turun dari pohon itu pasti mengamini ilmu meringankan tubuh mereka sudah cukup tinggi kalaupun tidak dibilang sudah sangat mahir.

Bai Lengyu dan Zhu Bu sama-sama mengenakan baju serba putih. Namun penampilan Bai Lengyu tampak lebih elegan, angkuh dan tegas. Sedangkan Zhu Bu nampak santai, sama santainya dengan caranya menapakkan kaki di udara.

Di tangan Bai Lengyu terdapat sebilah pedang yang siap terhunus. Sedang Zhu Bu turun dengan tangan kosong. Keduanya menutupi wajahnya dengan topeng Yanluo Wang[1]. Dan keduanya menggunakan ilmu meringankan tubuh berjalan di udara begitu santai mendekati Wang Yinhuo.

Setelah cukup dekat dengan Wang Yinhuo posisi Bai Lengyu berubah menjadi posisi menyerang. Pedang di tangannya diposisikan dalam posisi menyerang ilmu ‘pedang giok es’.

Sangat terkejut Wang Yinhuo ketika melihat gerakan ilmu ‘pedang giok es’ yang digunakan Bai Lengyu untuk menyerangnya. Terburu-buru ia menghindar karena sudah tak sempat lagi untuk memikirkan hal lain. Ia melompat mundur dan mundur. Berkali-kali hingga memiliki ruang cukup untuk mempertahankan diri dan membalas serangan musuhnya.

Dari ilmu-ilmu Baiyu Jiao yang pernah dipelajarinya dahulu kala sampai ilmu kungfu dari beragam perguruan yang dicurinya digunakan untuk membalas serangan musuhnya. Namun, ilmu ‘pedang giok es’ yang dipelajari Bai Lengyu nampaknya sudah sempurna. Dari delapan tingkat, semua sudah dikuasai. Hal ini membuat Wang Yinhuo sangat kerepotan. Keringat dingin mengucur dari pori-pori kulitnya. Ia tak menyangka mimpinya menguasai dunia harus sirna di tangan seorang murid Baiyu Jiao.

“Fan Ku sudah menobatkanmu sebagai penggantinya, kan?”

Bai Lengyu tak menjawab. Ia tetap berkonsentrasi dengan jurus-jurusnya agar tugas ini segera selesai.

Apa orang ini tak punya emosi sedikitpun?

Tak tahu jurus apalagi yang bisa digunakan untuk membalas serangan Bai Lengyu, Wang Yinhuo hanya mengarahkan pedangnya asal.

Seperti kucing, Bai Lengyu merasa permainannya sudah cukup. Dengan tiba-tiba hawa pembunuhnya meningkat pesat. Gerakannya menjadi semakin cepat dan tak terduga hingga tiba-tiba pedang giok miliknya sudah menembus dada Wang Yinhuo. Dalam waktu singkat pula, ia menarik kembali pedang itu. Darah Wang Yinhuo menyembur keluar.

Kejadian yang berlangsung teramat cepat itu membuat Zhang Shahai berdiri terpana. Begitu terpana hingga kakinya mundur selangkah. Mana sangka musuhnya akan mati di tangan orang lain. Dan kejadian tersebut berlangsung tepat di hadapannya.

“Pedang… giok… es…, Bai… yu… Jiao…,” serangkai kata yang keluar dari mulut Wang Yinhuo mengalir terbata-bata disertai tawa mirisnya.

Saat itu Bai Lengyu sudah pergi dengan ilmu meringankan tubuh disusul Zhu Bu.

“Tangkap semua pengikut pemberontak. Lainnya kejar dua orang tadi!” teriak Zhang Shahai memberi perintah pada pasukannya kemudian menghampiri jenazah Wang Yinhuo. Selain luka tusukan pedang yang mematikan, masih ada beberapa luka goresan pedang.

Ilmu pedang yang sangat sadis. Tapi gerakannya justru terlihat indah seperti sebuah tarian. Mungkin harusnya disebut tarian pencabut nyawa…

Zhang Shahai memiringkan jenazah Wang Yinhuo perlahan. Pada tengkuk leher, ditemukannya sebuah tato berbentuk huruf giok[2].

Apa arti tato ini? Siapa orang bertopeng itu? Apakah mereka juga pembunuh dalam kasus pembunuh royal yang lalu?

Teringat olehnya kematian beberapa orang sebelumnya. Kasus-kasus yang entah mengapa tak pernah diungkit lagi. Satu-dua orang dari korban tersebut dikatakan juga memiliki tato sama dan juga di tempat yang sama.

Musuhnya mati di tangan orang lain, apakah Huangshang akan mempermasalahkan? Harusnya tidak. Hanya… aku tetap penasaran… siapa dua orang tadi? Terutama dia yang turun tangan. Ilmu kungfunya sangat hebat.

Dalam penjara yang lembab, Zhang Shahai berdiri kaku memandangi para tawanan di hadapannya. Masing-masing tangan tawanan tersebut dirantai dengan rantai yang menyambung ke palang di atas kepala mereka. Sedangkan kaki mereka di rantai dengan bola besi berat di ujung lain rantainya.

“Apa hubungan Wang Yinhuo dengan Baiyu Jiao?”

Semua tawanan membungkam mulutnya.

“Siapa yang mau menjawab pertanyaanku dengan benar akan kulepas. Katakan!”

Penjara tetap hening hingga tiba-tiba terdengar suara orang yang sedang bersin.

Semua mata memandang ke arah asal suara. Ternyata tawanan paling ujung. Setelah bersin ia menyengir. Memamerkan giginya yang memang putih pada Zhang Shahai. “Aku bisa memberitahumu tapi dengan syarat.”

“Katakan!”

“Satu liang emas setiap pertanyaan, bagaimana?”

Tanpa menjawab dengan kata-kata, Zhang Shahai memerintahkan anak buahnya membawa orang itu ke tempat khusus masih di dalam penjara.

Zhang Shahai melempar satu liang emas pada orang itu sembari berkata “Sekarang sudah bisa jawab ‘kan?”

Orang itu memungut uang yang dilempar padanya dan mengelapnya dengan baju yang dipakai. “Wang Yinhuo awalnya adalah zhuyaozhu Baiyu Jiao. Namun ia berkhianat saat penyerangan dunia persilatan ke markas Baiyu Jiao yang lalu.”

Melempar uang sekali lagi, baru Zhang Shahai bertanya “Lalu siapa kedua orang bertopeng itu? Terutama yang turun tangan membunuh Wang Yinhuo itu, kungfunya demikian bagus, pastinya bukan orang sembarangan.”

Orang itu tertawa besar. “Tepat sekali dugaan Da Jiangjun. Mereka adalah zhuyaozhu Baiyu Jiao saat ini. Dan yang turun tangan pastinya calon ketua berikutnya. Nama ilmu yang dipakainya adalah ‘pedang giok es’. Ilmu yang hanya diturunkan kepada calon ketua berikutnya.”

“Siapa kamu? Kenapa dengan mudahnya memberitahu masalah ini?” tak lupa Zhang Shahai melemparkan uangnya lagi.

“Aku memang mencari makan dengan cara seperti ini. Menyelidiki seseorang untuk menerima bayaran. Perlu Da Jiangjun tahu, nama julukanku Wanshang Bianfu[3] tentu bukan asal sebut saja.”

“Rupanya kaulah Wanshang Bianfu yang terkenal di dunia persilatan itu. Bisa sampai tertangkap prajuritku, tentu punya tujuannya sendiri.”

Orang yang memperkenalkan diri sebagai Wanshang Bianfu ini tertawa sekali lagi. Tawanya kali ini begitu keras seperti sangat puas.

“Sekali lihatpun semua orang tahu kalau Da Jiangjun sangat penasaran dengan dua orang itu. Melihat kesempatan ini, tak mungkin seorang Wanshang Bianfu lewatkan.”

Tersenyum, Zhang Shahai menyambung “Jadi bagaimana?”

“Sepuluh ribu liang emas.”

Mendengar jumlah tersebut Zhang Shahai cukup terkejut.

Da Jiangjun tak perlu terkejut. Jumlah itu masih wajar untuk memata-matai zhuyaozhu Baiyu Jiao. Perlu Da Jiangjun tahu, memata-matai mereka resikonya nyawa.”

“Seorang Wanshang Bianfu rupanya gentar menghadapi dua orang pemuda.”

Wangshang Bianfu menggelengkan kepala tidak setuju “Jangan bandingkan zhuyaozhu Baiyu Jiao dengan pemuda biasa sebaya mereka. Orang yang turun tangan itu telah menguasai ilmu ‘pedang giok es’. Dan…,” ia sengaja menghentikan sesaat agar Zhang Shahai penasaran. “Satunya lagi, yang kelihatan bodoh itu, kedua tangannya itu berfungsi dengan baik. Tangan kanannya untuk memegang pedang sedang tangan kirinya bisa untuk bertarung tangan kosong.”

“Baik. Aku segera menyiapkan uang mukanya. Sisanya akan kau dapat setelah selesai.”

“Setuju. Jika Da Jiangjun melihat tanda ini,” Wanshang Bianfu mengeluarkan kertas bergambar kelelawar yang sedang tidur dengan kepala di bawah lalu menunjukkan pada Zhang Shahai. “Temui aku di sana. Atau tanyakan titipan dari Wan Daye[4].”

“Baik. Tunggulah sebentar.” Selesai bicara, Zhang Shahai keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Wanshang Bianfu sendirian.

***

“Lengyu, menurutku wajah Da Jiangjun sangat mirip denganmu. Apa kamu tidak merasakan suatu perasaan aneh?” Zhu Bu bicara sambil berusaha jalan menjejeri Bai Lengyu. Melintasi sebuah kota besar rupanya bukan halangan bagi Zhu Bu untuk membicarakan hal pribadi.

“Maksudmu?”

“Mungkin dia ayah kandungmu? Apa kamu tidak ingin menyelidiki?”

“Keputusan sudah diambil, tidak ada jalan mundur lagi.”

“Apa maksudmu?”

“Apa kamu tidak menyadari ilmu apa yang kugunakan ketika melawan pengkhianat itu?”

“Ilmu ‘pedang giok es’. Betulkah?”

Bai Lengyu menganggukkan kepala membenarkan. “Ilmu sudah diajarkan, aku juga sudah mempelajarinya. Artinya Shifu telah mempersiapkanku sebagai penggantinya. Kalau aku pergi menyelidiki siapa orangtuaku, tak hanya aku, Shifu dan Die juga harus menanggung akibatnya.”

“Tapi orangtua kandungmu…”

“Sudahlah, A Bu… tak perlu diselidiki. Dia da jiangjun. Sedangkan aku zhuyaozhu Baiyu Jiao. Banyak orang membenci Baiyu Jiao, besar kemungkinan dia juga termasuk salah satu dari mereka.”

“Tidak mencoba mana mungkin tahu.” Baru diam sejenak Zhu Bu kembali berceloteh “Apakah kamu tidak pernah memimpikan orangtua kandungmu, Lengyu?”

Bai Lengyu tidak menjawab. Ia terus melangkahkan kakinya pergi tanpa menyadari telah meninggalkan Zhu Bu.

Zhu Bu cemberut memandangi punggung Bai Lengyu. “Lengyu, tunggu!” teriaknya cepat-cepat. “Kita main ke rumah Hou Nulang dulu. Aku sudah janji membawamu kesana.”

Bai Lengyu berhenti mendadak menatap Zhu Bu tak percaya. “Aku tahu kamu menyukainya. Mengapa tidak kamu pergi saja sendiri? Biarkan ia tahu kalau kamu menyukainya.”

“Yang disukai Nulang adalah kamu. Apakah kamu benar-benar tidak punya perasaan sedikitpun padanya? Lengyu… apa kamu tidak ingat apa yang pernah kau katakan padanya?”

Bai Lengyu memejamkan mata.

~~~

“Tolong! Tolong!” jeritan seorang perempuan yang panik dan ketakutan di tengah lebatnya alang-alang. Di saat yang sama, suara tawa beberapa laki-laki terdengar sangat bangga.

Kala itu, Bai Lengyu dan Zhu Bu dalam perjalanan menyelesaikan tugas. Bai Lengyu yang pertama mendengar suara teriakan perempuan tersebut. Kupingnya bergerak-gerak mencari asal suara. Dalam sekejab, ia sudah pergi ke asal suara dengan ilmu meringankan tubuhnya.

Tanpa memberikan peringatan apapun, Bai Lengyu menendang salah satu dari gerombolan laki-laki yang sedang berusaha membuka baju perempuan itu.

Semua orang gerombolan laki-laki tersebut memandangi Bai Lengyu geram. Mereka melupakan mangsa mereka. Kesempatan itupun dipakai oleh si perempuan untuk membenahi bajunya yang sudah nyaris terbuka lalu bersembunyi di antara alang-alang.

“Siapa kau? Anjing yang baik tidak menggigit tuannya, mengerti?!?” gertak orang lainnya pada Bai Lengyu.

“Kau bilang dia anjing. Berarti maksudmu aku saudaranya ini juga anjing, hah?!?” bukan Bai Lengyu yang marah namun Zhu Bu yang baru saja sampai.

Orang itu tersenyum sinis. Lalu tertawa terbahak-bahak.

“Sial!” baru bersuara, Zhu Bu sudah maju menghajar.

Bai Lengyu juga menghajar orang lainnya. Meskipun umur mereka kala itu baru enam belas tahun, tapi kemampuan mereka nampaknya lebih unggul dari gerombolan laki-laki yang usianya sudah di atas dua puluh tahun.

Tanpa menggunakan tenaga dalam, Zhu Bu dan Bai Lengyu melawan gerombolan laki-laki dengan sembarangan jurus hasil mencuri ingat ilmu perguran lain. Mereka sengaja melakukannya agar identitas mereka sebagai pengikut Baiyu Jiao tidak terbongkar. Walaupun demikian, tendangan dan pukulan mereka selalu tepat mengenai sasaran.

“Tunggu pembalasan kami! Lihat saja nanti!” teriak salah satu dari mereka sambil melarikan diri. Semua orang itu terluka. Ada yang parah, ada yang ringan.

Dibantu Bai Lengyu, gadis itu berdiri perlahan. “Terima kasih atas pertolongan kedua gongzi,” ucap gadis tersebut sambil merendahkan badannya. “Namaku Hou Nulang. Bolehkah Nulang tahu nama para tuan penyelamatku ini?”

“Namaku…. Bai Lengyu,” akhirnya Bai Lengyu menjawab dengan menyebut nama yang sesungguhnya setelah menunda beberapa saat memikirkan. “Dia adikku. Namanya Zhu Bu.”

Hou Nulang memang hanya gadis desa. Berpakaian layaknya gadis desa dari keluarga sederhana. Tapi sikapnya begitu lemah seolah dididik dengan budi pekerti layaknya putri pejabat. Mungkin orangtuanya juga orang berpendidikan namun mereka bukan keluarga kaya raya.

~~~

“Mana mungkin aku tidak ingat. Kukatakan padanya saat itu akan melindunginya.”

“Nah…, sekarang apa namanya kamu tengah melindunginya?”

“Waktu itu mereka mengancam akan kembali balas dendam. Sekarang sudah dua tahun lebih berlalu. Kukira tidak mungkin berandalan itu mengganggunya lagi.”

“Tapi dia terus menunggumu, Lengyu. Kalau kamu tidak mencintainya, seharusnya kamu tidak perlu berjanji seperti itu.”

Mendadak Bai Lengyu terdiam. Kupingnya diwaspadakan dengan wajah serius. “Kita makan di sana. Sudah, tidak perlu ribut ingin ini itu!” ditariknya Zhu Bu masuk ke dalam rumah makan terdekat darinya.

Ia duduk di salah satu kursi setelah berhasil membuat Zhu Bu duduk di kursi di sisinya. Kemudian memesan beberapa makanan. Selama menunggu, wajahnya selalu serius hingga Zhu Bu dibuatnya heran.

“Apa kamu sedang marah padaku? Apa aku menyinggungmu karena–”

Belum selesai bicara, telunjuk Bai Lengyu telah menempel di bibir Zhu Bu menyuruhnya diam.

“Tidak beracun, makanlah,” bisik Bai Lengyu.

Zhu Bu mengangguk pelan lalu makan dengan lahap. Ia percaya pada Bai Lengyu karena indra penciuman dan pendengaran Bai Lengyu lebih tajam dari kebanyakan orang. Jadi begitu Bai Lengyu menyuruh berhenti bicara kemudian menyuruhnya makan setelah mengatakan tidak beracun, artinya ada orang yang mengikuti mereka. Bukan karena sedang marah seperti yang dikiranya tadi.

“Siapa?” pertanyaan itu ditulisnya dengan air di meja makan. Namun Bai Lengyu tidak menjawab apapun dan justru makan lebih cepat. Akhirnya Zhu Bu diam dan ikut cepat-cepat menghabiskan makanan mereka.

*

Sampai di hutan cukup jauh dari kota dimana mereka makan, Bai Lengyu tiba-tiba berhenti. “Sudah dua hari kau mengikuti kami, apa masih belum juga lelah?”

Tidak ada sahutan sedikitpun. Bai Lengyu menghela nafas dengan tegas. Sembari itu, ia memusatkan tenaga dalam di tangannya. “Keluar!” sambil berteriak, Bai Lengyu mengerahkan tenaga dalam yang dikumpulkannya menyambar semua penjuru.

Di kejauhan Wanshang Bianfu melompat ke atas menghindari terjangan tenaga dalam. Kemudian mendarat beberapa puluh langkah jauhnya dari Bai Lengyu dan Zhu Bu. Sambil mendaratkan kaki, ia bertepuk tangan memuji “Benar-benar pantas dijadikan calon pengganti Fan Ku. Umur belum dua puluh tahun tapi tenaga dalam demikian dasyat. Salut! Sangat salut!” sekalipun sedang siaga, ia masih sempat melirik ke tempat lain. Memandangi hasil perbuatan Bai Lengyu demi memaksanya menampakkan diri.

Terlihat rumput dan daun yang terkena terpaan tenaga dalam Bai Lengyu menjadi beku sesaat sebelum akhirnya perlahan kembali mencair karena panas matahari. Walau hanya sesaat, bisa membuat rumput juga daun itu beku adalah suatu hal yang luar biasa. Karena kala itu sudah di akhir musim semi, menjelang musim panas.

Tanpa menjawab Bai Lengyu hanya tersenyum angkuh. Matanya terus memandang Wanshang Bianfu awas.

Dengan melipat kedua tangannya di dada, Wanshang Bianfu bicara. Gaya bicaranya seolah seorang pendongeng sedang membacakan sebuah dongeng untuk sekawanan pendengarnya, penuh penghayatan hingga para pendengarnya bisa merasakan suasana dalam cerita tersebut.

“Delapan belas tahun yang lalu. Zhu Xu menyusup ke dalam rumah Shi Buiyi namun gagal menjalankan misinya. Di malam buta, anak buah Shi Buiyi mengejarnya sampai ke sebuah kampung. Kesal tak menemukan buruan, mereka menghabisi penduduk kampung. Darah berceceran di mana-mana. Dan tampaknya tak seorangpun yang selamat. Hari berikutnya, Fan Ku juga menyusup ke rumah Shi Buiyi. Ia berhasil mengambil giok yang dicuri Shi Buiyi dalam penyerangan ke markas Baiyu Jiao beberapa tahun sebelumnya. Dan ternyata keberhasilannya juga mendapatkan bonus seorang bayi dalam kampung yang pada malam sebelumnya telah dibantai oleh anak buah Shi Buiyi.”

Melihat Bai Lengyu tak juga memberikan reaksi akhirnya Wanshang Bianfu melanjutkan, “Siapa yang menyangka bahwa bayi yang dibawa Fan Ku tersebut kelak menjadi calon pengganti Fan Ku?”

Bukan Bai Lengyu yang bereaksi justru Zhu Bu. “Ceritamu sangat hebat. Seharusnya kamu jadi pendongeng saja.”

“Pujian yang terlalu berlebihan, Zhu Zhuyaozhu. Tebakanku tepat ‘kan? Namamu adalah Zhu Bu. Putra tunggal Zhu Xu dengan Yi Meixin, gadis yang pernah mendapat julukan Yin Shennu. Dewi Musik yang tiba-tiba menghilang beberapa bulan setelah penyerangan orang-orang dunia persilatan ke markas Baiyu Jiao. Sedangkan kau, pasti adalah Bai Lengyu. Bayi yang dipungut Fan Ku delapan belas tahun yang lalu.”

Bai Lengyu tersenyum samar. Ia merogoh lengan bajunya, mengambil satu liang emas dari sana. Ditunjukan emas itu pada Wanshang Bianfu. “Untukmu,” setelah itu, dibantu kekuatan tenaga dalamnya, ia melempar emas tersebut pada Wanshang Bianfu.

Sekalipun Wanshang Bianfu juga memiliki tenaga dalam, ia cukup terhenyak dengan kekuatan tenaga dalam Bai Lengyu. Dilirik tangan kanan yang menerima emas dari Bai Lengyu, tangan itu diliputi serbuk es. Rasanya sangat dingin. Memang tenaga dalamnya kemudian bisa menghilangkan sensasi dingin akibat terjangan tenaga dalam Bai Lengyu.

Setelah yang pertama menyaksikan kematian Wang Yinhuo kemudian melihat rumput dan daunan yang membeku lalu kali ini tangannya sendiri yang merasakan dinginnya tenaga dalam Bai Lengyu, mau tak mau ia harus mengakui kepandaian pemuda di hadapannya. Mungkin kelak, setelah para tetua dunia persilatan meninggal dan meninggalkan mereka yang seumuran dengan Bai Lengyu, tak ada yang bisa mengalahkan pemuda ini.

“Kenapa kau kasih uang sebesar itu padanya?” tanya Zhu Bu heran. “Kau tahu uang jajan kita hanya berapa banyak?”

“Mengapa tidak? Dia sudah menjawab pertanyaan terbesarku: mengapa kampung yang harusnya damai itu bisa binasa.” Karena Zhu Bu masih heran dengan tindakannya, Bai Lengyu baru bertanya, “Apa kamu masih tidak sadar dengan siapa kita berhadapan, A Bu? Dia… tak lain adalah… Wanshang Bianfu. Aturan main Wanshang Bianfu adalah satu pertanyaan dijawab dengan satu liang emas. Tebakanku juga tak salah kan?” kali ini Bai Lengyu menatap Wanshang Bianfu melalui sudut matanya.

“Apa sedikitpun kamu tak marah?” tanya Wanshang Bianfu tak percaya. “Kematian ibumu dan semua keluarga di kampung itu terkait dengan orang yang selama ini kau panggil die dan shifu.”

“Kau tidak sepenuhnya benar. Kalau kamu mau mengaitkan kematian mereka dengan seseorang, harusnya kau kaitkan dengan maling rakus yang mengambil harta Baiyu Jiao!” nada Bai Lengyu semakin lama meninggi. Sementara itu hawa pembunuhnya meningkat pesat. Ia langsung menggunakan ilmu ‘pedang giok es’ untuk menghadapi Wanshang Bianfu. Sedangkan pedang yang digunakannya adalah pedang giok yang disembunyikannya dalam bungkusan kain.

Tanpa basa-basi Bai Lengyu langsung menerjang. Ia meluncur seolah anak panah yang melesat ditembakkan dengan pedang sebagai mata panahnya.

Hebatnya Wanshang Bianfu nampak telah tahu mana yang akan diincar Bai Lengyu. Ia langsung menghindar dan membalas serangan Bai Lengyu dengan jurus andalannya, ‘rubah menggigit macan’.

Jika biasanya Bai Lengyu dengan ilmu ‘pedang giok es’ selalu di atas angin, kali ini kondisinya justru terbalik. Lawan kali ini begitu sulit ditaklukan. Orang ini seperti sudah paham betul tabiat serangan dan perubahan jurus yang ia gunakan. Bahkan dalam satu kesempatan Wangshang Bianfu telah berhasil melukai dia. Perlahan, diliriknya pundak kirinya yang terluka akibat jurus sang Lawan.

Sebagai orang yang mencari duit sebagai mata-mata dan menjual informasi, Wanshang Bianfu tentunya telah mempelajari sifat serangan orang yang dimata-matainya. Analisa dan kejituan tebakan dia telah menyelematkan hidupnya puluhan mungkin ratusan kali.

Meskipun tak menyangka kondisi ini akan ditemuinya, Bai Lengyu segera mencari akal lain. Ia membalik urutan ilmu ‘pedang giok es’ dan mencampurkan dengan jurus ‘sapuan kaki naga’. Kakinya menjejak, menyapu berulang mengincar titik keseimbangan lawan. Sedangkan mata pedang diarahkan pada pinggang lawan. Sayang, Wanshang Bianfu tetap juga bisa menyelamatkan nyawanya. Hanya luka tak seberapa parah yang ia dapat karena serangan itu. Tentu saja Bai Lengyu kecewa sekaligus penasaran. Jika ia bisa menang dari lawan kali ini, jelas ilmu kungfunya akan meningkat. Pengalaman yang menempa ilmunya.

Walau demikian, sekalipun hanya mendapat luka luar, Wanshang Bianfu cukup tercengang dengan kepandaian Bai Lengyu. Ia tak menyangka Bai Lengyu dapat mengubah teknik dengan sangat cepat sekaligus menggabungkan dengan jurus lain. Dalam penyelidikannya terhadap Bai Lengyu, ia belum pernah menjumpai pemuda ini bertarung dengan cara seperti itu.

Tapi tentunya seorang Wanshang Bianfu bisa menebak sang musuh kali ini sedang memikirkan serangan berikutnya. Ia pun harus cepat memikirkan jurus apa yang digunakan dan bagaimana menangani.

Zhu Bu yang menyaksikan pertarungan ini pun tercengang. Ia sadar jika petarungan ini terus berlanjut tanpa campur tangannya, bisa jadi Bai Lengyu yang akan kalah. Itu adalah hal yang tidak boleh dibiarkan terjadi. Dengan demikian, diambilnya pedang milik Bai Lengyu yang disembunyikan dalam zheng. Setelah itu dilemparkannya zheng ke arah Bai Lengyu. Benda itu berat, tapi apa boleh buat, sebab identitas mereka tidak boleh tersebar keluar bila tak ingin diusir bahkan mungkin harus menebus kesalahan dengan kematian mereka.

Bai Lengyu menangkap pesan tersirat dari zheng yang dilempar padanya. Dengan segera dan sebelum Wanshang Bianfu menyadari, Bai Lengyu menangkap zheng. Tubuhnya yang berputar-putar ketika menangkap zheng membuat pakaian dan rambutnya berkibar. Seandainya ia seorang perempuan, semua laki-laki yang melihatnya mungkin sudah mabuk kepayang.

Begitu zheng tertangkap, ia duduk di tanah memainkan zheng-nya. Sebuah lagu mengalir dengan irama yang terdengar bagaikan hujan deras. Lagu itu terus dimainkannya selagi Zhu Bu menggunakan pedang melawan Wanshang Bianfu.

Lagu yang dimainkan Bai Lengyu membuat Wanshang Bianfu tak dapat konsentrasi. Tapi di pihak lain, konsentrasi Zhu Bu justru meningkat. Hal tersebut membuat sebuah jurus sederhana menjadi jurus yang sulit diatasi.

“Rupanya kau juga telah menguasai ilmu hipnotis dengan musik Yin Shennu,” Wanshang Bianfu melirik ke arah Bai Lengyu sambil mengatakannya dengan suara yang sudah amat tersiksa karena lagu yang dimainkan Bai Lengyu.

Kesempatan ini tentu tidak dilewatkan oleh Zhu Bu. Dengan pedang terhunus, Zhu Bu maju dan mengarahkan pedang tersebut ke jantung Wanshang Bianfu.

Satu kali hunusan masih dapat ditangkis. Tapi begitu Zhu Bu menghunuskan pedangnya sekali lagi dengan jurus yang sama, Wanshang Bianfu tak sempat lagi mengelak. Konsentrasinya sudah sangat terganggu oleh petikan zheng Bai Lengyu. Pedang tersebut menembus dagingnya sampai akhirnya menusuk ke dalam jantung.

Melihat lawannya sudah tak bernyawa, Bai Lengyu menghentikan musik yang dimainkan. Sementara itu, Zhu Bu memeriksa bawaan Wanshang Bianfu. “Lengyu, tampaknya dia dibayar untuk menyelidiki kamu. Lihat ini! Sampai wajah aslimu saja sudah dilukisnya.”

Bai Lengyu mengambil kertas yang diperlihatkan Zhu Bu. Di kertas itu, tergambar ia sedang membawa sebuah zheng. Benar-benar sangat mirip dengannya. Dan ukiran yang ada pada zheng pun hampir semua tergambar dengan baik hingga membuat timbul sedikit rasa sayang jika harus memusnahkan gambar itu. Tapi, memusnahkannya adalah hal yang harus dilakukan agar wajah aslinya tidak tersebar. Suatu aturan aneh Baiyu Jiao bagi para zhuyaozhu.

Selesai menyulut api, Bai Lengyu membiarkan angin menerbangkan kertas yang masih terbakar itu. Tindakannya seolah sangat yakin ketika api itu mati, semua kertas telah terbakar habis. Namun ternyata perkiraannya salah. Ketika ia dan Zhu Bu sudah pergi, api juga mati dan kertas itu masih tersisa. Menyisakan gambar sebagian badan zheng di bagian ujung, bagian yang memiliki corak lukisan.

***

Ketika pertarungan tadi tengah berlangsung, Zhang Shahai yang membawa Zhang Yilang dan lima orang prajuritnya telah sampai di Kota Nanzheng, kota dimana Bai Lengyu dan Zhu Bu makan sebelumnya.

Ketujuh orang itu datang dengan samaran dimana Zhang Shahai adalah pedagang kaya raya yang membawa anak dan anak buahnya untuk berdagang. Gerobak-gerobak kayu yang dibawa prajuritnya adalah barang dagangan. Padahal, di dalam tumpukan kain-kain sutra yang dikatakan sebagai barang dagangan sebenarnya adalah senjata dan pakaian tentara mereka.

Di kota tersebut mereka mencari lokasi kode gambar kelelawar yang sedang tidur tergantung seperti yang mereka lakukan di kota sebelumnya. Dan hari ini adalah hari ke enam mereka mengikuti sepak terjang Wanshang Bianfu dalam menyelidiki siapa wajah sebenarnya pembunuh Wang Yinhuo.

Sesuai perjanjian, Wanshang Bianfu selalu mengabari mereka dengan kode gambar itu di tempat-tempat yang sepertinya adalah rekanan atau anak buah orang itu. Di sana, yang kadang adalah penginapan, kadang adalah toko kelontong, pernah juga warung pinggir jalan, mereka selalu mendapatkan sebuah amplop tertutup yang disegel. Isinya pun tampak sangat dirahasiakan karena harus dengan berbagai cara hingga tulisannya bisa terlihat. Pernah kertas tersebut ditetesi air baru terbaca. Pernah pula harus diasapi. Metode yang dipakai selalu berbeda. Dan setiap kali mereka harus pusing menebak teknik yang perlu digunakan.

Akhirnya, setelah berkeliling setengah hari, Zhang Yilang yang menemukan kode gambar di sebuah penginapan kecil dalam gang. Ketika itu hari sudah sore, mereka harus menginap di tempat itu untuk dapat duduk tenang membaca hasil sementara penyelidikan.

Laoban, ada titipan dari Wan Daye?” Zhang Yilang yang bertanya pada seseorang di meja kasir. Dari pakaian yang dikenakan tampaknya memang dialah pemilik penginapan kecil ini.

“A… ada. … Ada,” kata orang tersebut bersemangat walaupun cukup terkejut pada awalnya. “Silahkan tunggu di kamar. Nanti akan dihantar ke sana,” orang tersebut keluar dari meja kasir. Ia sendiri yang menghantarkan Zhang Shahai dan lainnya ke kamar mereka masing-masing.

Setibanya mereka di kamar masing-masing. Pemilik penginapan keluar. Tak lama kemudian ia kembali membawa air dalam baskom kuningan. Terlihat di bawah baskom berwarna kuning seperti terbuat dari kuningan, ada amplop yang juga dibawa ke kamar Zhang Shahai.

“Ini titipan dari Wan Daye,” setelah menyerahkan amplop dan meletakkan baskom pada tempatnya, pemilik penginapan keluar dengan menutup pintu.

Amplop dibuka oleh Zhang Yilang, ia mengeluarkan surat di dalamnya. Sama seperti sebelumnya, kertas itu tampak kosong. Membalik-balikan surat, akhirnya terlintas dalam kepala Zhang Yilang untuk memeriksa baskom berwarna kuning tersebut.

Ketika baskom itu didekati, jelas air dalam baskom bukan air biasa. Air itu telah ditambah suatu cairan mungkin cuka sehingga berbau agak asam. Dengan nekat, dan dalam persetujuan Zhang Shahai, Zhang Yilang mencelupkan surat ke dalam air itu.

Waktu perlahan berlalu dan seiring dengannya, muncul tulisan dalam surat tersebut. Namun ketika surat itu diangkat dari air, tulisan itu juga hilang. Ia harus memasukkan surat kembali dalam air, barulah tulisan kembali muncul.

Tercengang dengan uniknya surat tersebut, Zhang Shahai akhirnya mendekati Zhang Yilang. Bersama-sama membaca tulisan dalam surat yang ada di dalam air.

Adalah anak dari pasangan Zhu Xu dengan Yi Meixin. Namun banyak pula yang meragukan jati diri ini karena kenyataan perbedaan wajah yang terlalu mencolok dan marga Bai-nya. Walau demikian, pasangan tersebut sangat mencintainya sama seperti mencintai anak mereka sendiri. Dari Yi Meixin, ia belajar musik. Dari Zhu Xu belajar ilmu tangan kosong. Dan dari Fan Ku-lah ilmu pedangnya berasal.

Musik… apakah pemuda yang memainkan zheng saat festival perahu naga itu adalah dia? Jarak waktu sejak pembunuhan terhadap Yuan Fen sangat pas. Kalau benar, apa tujuannya main zheng di tempat ramai seperti itu? Memamerkan keahliannya atau ada maksud lain?

Di lembar lainnya hanya tertulis sebuah nama tempat: Lembah Utara Gunung Yu.

“Sebelum matahari terbit kita susul ke sana.”

Entah mengapa timbul rasa kuatir dalam benak Zhang Shahai. . Ia melihat sendiri bagaimana Wang Yinhuo terbunuh. Pembunuhan itu terjadi di depan matanya sendiri jadi setiap proses dari waktu ke waktu dan bagaimana aura yang keluar dari pemuda bertopeng itu ia juga dapat merasakan. Dengan ilmu kungfu Bai Lengyu yang diketahuinya itu, tidak mungkin Wanshang Bianfu bisa terus memata-matainya dalam jarak dekat

*

Setelah berjam-jam berjalan, akhirnya Zhang Shahai dan rombongannya sampai ke tempat yang disebut sebagai Lembah Utara Gunung Yu. Tempat tersebut sangat sepi. Bersembunyi dalam suasana sepi adalah kesan misterius yang tak dapat ditampik kehadirannya oleh siapapun yang bertandang, termasuk Zhang Shahai pun Zhang Yilang.

Menatap puncak gunung itu, yang selalu tertutup salju di musim apapun, adalah markas besar Baiyu Jiao, pusat kegiatan Baiyu Jiao.  Dengan demikian, mereka harus selalu hati-hati. Besar kemungkinan di lembah itupun telah dipasang perangkap bagi penyusup yang hendak mendekati markas Baiyu Jiao.

Rumput-rumput dan daun dari tanaman perdu yang terhampar di sana bergerak tertiup angin menimbulkan suara gemerisik. Mendengarnya membuat telinga nyeri terlebih jika membayangkan bagaimana lembah itu ketika penyerangan besar-besaran orang dunia persilatan ke markas Baiyu Jiao dua puluhan tahun yang lalu. Berapa banyak mayat bergelimpangan di tempat itu. Mungkin sama banyaknya dengan korban perebutan kursi kekaisaran yang ia bantu dengan tangannya sendiri.

Fuqin!” teriakan Zhang Yilang yang tengah terkejut membuyarkan lamunan Zhang Shahai. Didekatinya Zhang Yilang. Anaknya itu berdiri di sisi jenasah yang dibiarkan dalam keadaan telungkup. Matanya masih terbuka dan jenasah itu sudah demikian kaku dan mulai berbau.

Ketika Zhang Shahai membalikkan jenazah itu, kekuatirannya terjawab. Wanshang Bianfu-lah yang telah menjadi jenazah. Nampaknya Bai Lengyu telah mengetahui ada orang yang membuntutinya. Tapi luka pada jenazah Wanshang Bianfu berbeda dengan jenazah Wang Yinhuo. Bekas tusukan benda tajam yang mengakibatkan kematiannya itu memiliki ciri berbeda. Dan dilihat dari matanya, sepertinya Wanshang Bianfu benar-benar tersiksa ketika mempertahankan nyawa. Tersiksa oleh sesuatu yang lain, bukan oleh luka di tubuhnya.

Dalam jarak lebih dari tiga puluh langkah kaki, salah seorang prajurit tanpa sengaja menemukan sisa kertas yang dibakar Bai Lengyu di antara rumpun rumput. Kertas tersebut sedikit lembab dengan tepinya menghitam. Dibawanya kertas tersebut pada Zhang Shahai. Ia harus sangat hati-hati mengangkat kertas itu agar tidak sobek karena sudah cukup rapuh.

Gambar ujung zheng yang diterima sudah cukup membuat Zhang Shahai terkejut. Bagaimana tidak? Ia sangat mengenali detail ukir tubuh zheng itu. Dulu, ia menghabiskan beberapa liang emas ketika membeli zheng itu untuk dihadiahkan pada Nvlei.

Zheng yang dibelinya untuk Nvlei adalah zheng kuno dan barang bagus juga langka. Di bagian ujung itu terdapat cap dari pembuatnya dan beberapa orang yang pernah memiliki. Zheng itu dihiasi lukisan dari seorang pelukis terkenal bertahun-tahun sebelum dinasti sebelumnya runtuh. Sebuah barang istimewa dan tiada duanya karena si pelukis meninggal tak lama karena sakit—mungkin karena arak yang terlalu banyak diminum dari waktu ke waktu.  Maka itu, Zhang Shahai yakin, zheng itu adalah barang sama dengan yang pernah diberikannya pada Nvlei.

Kalua begitu, hanya ada tiga kemungkinan yang terpikir olehnya: pembunuh Wanshang Bianfu memiliki hubungan dengan pembunuh Nv Lei dan zheng itu dirampas dari Nvlei. Atau pembunuh Wanshang Bianfu adalah putranya dengan Nvlei. Atau juga mungkin pembunuh Wanshang Bianfu adalah seseorang yang kebetulan membeli zheng tersebut dari seseorang yang mendapatkannya dari rumah Nv Lei setelah meninggal.

Dengan adanya tiga kemungkinan itu, Zhang Shahai merasa ia harus segera menanyakannya langsung pada Bai Lengyu. Siapa jati dirinya? Siapa yang memberikan zheng itu padanya? Tapi membuntuti Bai Lengyu telah terbukti adalah tindakan yang sangat berbahaya. Wilayah ini juga sebenarnya tanpa status, bukan daerah kekuasaan kaisar yang dijunjungnya serta dekat dengan pusat kekuasaan aliran misterius yang disebut sesat oleh perguruan lain.

Ia harus mengatur cara sangat matang untuk tujuannya itu. Saat ini, yang terbaik bagi mereka adalah kembali ke penginapan.

“Bawa jenazah Wanshang Bianfu ke penginapan. Laoban itu mungkin tahu keluarganya siapa dan di mana,” perintah Zhang Shahai pada prajuritnya kemudian memimpin perjalanan pulang.

***

 

Di sisi lain, ketika Zhang Shahai tengah memikirkan hubungan antara Bai Lengyu dengan Nvlei, seluruh isi dunia persilatan telah dibuat gempar karena dibunuhnya Wang Yinhuo di tangan seseorang yang notabene hanya seorang pemuda.

Wang Yinhuo sendiri, seperti yang telah dikatakan oleh Fan Ku dan Wanshang Bianfu, awalnya adalah zhuyaozhu Baiyu Jiao. Sebagai zhuyaozhu urutan ketiga kala itu, kemungkinannya terpilih sebagai calon ketua sangat kecil. Kemahirannya dalam menyusun strategi ternyata kalah menarik dengan kemampuan Fan Ku dalam menyamar dan memainkan pedang. Kala itu, memang Fan Ku adalah zhuyaozhu kesayangan Bai Jiaozhu, ketua tertinggi di Baiyu Jiao.

Kecewa karena merasa kemampuannya tak dianggap, ia mengkhianati Baiyu Jiao dengan menjadi menantu ketua perguruan Guolun. Dan di kemudian hari, ia juga ikut serta dalam penyerangan besar-besaran ke markas Baiyu Jiao.

Sebenarnya, alasan penyerangan kala itu karena Baiyu Jiao di bawah pimpinan Shi Jiaozhu – ketua pendahulu Bai Jiaozhu – serta dua ketua generasi di atasnya telah berubah menjadi aliran yang membuat dunia persilatan tidak tentram. Bai Jiaozhu pun seperti tidak punya daya untuk mengembalikan aliran tersebut seperti seharusnya.

Permusuhan dengan perguruan lain dan tokoh-tokoh besar dunia persilatan terus berlarut-larut hingga menimbulkan kebencian mendalam. Akhirnya mudah bagi seseorang memanfaatkan kebencian mereka untuk mencapai tujuannya sendiri. Seseorang itu ialah Wang Yinhuo yang telah menjadi pribadi haus kekuasaan.

Penyerangan mereka memang berhasil membunuh Bai Jiaozhu. Namun ternyata tak mampu mengambrukkan Baiyu Jiao secara utuh. Buktinya Fan Ku yang pada saat penyerangan telah dinobatkan sebagai calon pengganti ketua berhasil mendirikan kembali markas Baiyu Jiao hanya dalam waktu kurang dari dua tahun. Kegagalan itu membuat Wang Yinhuo tidak puas dan memulai kegilaan yang lain, mengincar singgasana kaisar.

Terlepas dari akalnya yang penuh muslihat, Wang Yinhuo tampaknya tetap dihargai oleh sebagian besar orang dunia persilatan sebagai orang yang berjasa membunuh Bai Jiaozhu. Karena itulah, kematian Wang Yinhuo di tangan seorang zhuyaozhu Baiyu Jiao menjadi berita yang sangat mengejutkan dan mengkuatirkan mereka.

Sudah sangat jelas, tak lama lagi – atau mungkin sudah terjadi – Fan Ku akan menobatkan pemuda pembunuh Wang Yinhuo sebagai calon pengganti jiaozhu.

Pertemuan-pertemuan rahasia segera digelar di berbagai tempat berbeda. Semuanya itu demi membahas pemuda yang belum mereka ketahui namanya namun berhasil membunuh Wang Yinhuo dalam beberapa jurus – memang Zhang Shahai merahasiakan nama pembunuh Wang Yinhuo demi kepentingannya dan yang tahu nama itu hanya ia dan Zhang Yilang.

Kasus beberapa tahun belakangan – yang juga membuat orang-orang pemerintahan bertanya-tanya – awalnya tak begitu mengganggu mereka. Karena sebagian besar yang dibunuh adalah para penjahat dan pengganggu ketentraman dunia persilatan. Mereka justru menganggap Baiyu Jiao dalam pimpinan Fan Ku sedang berusaha kembali ke jalan bersih. Tapi kematian Wang Yinhuo – disusul berita terakhir tentang kematian tragis Wanshang Bianfu – membuat mereka kembali curiga.

Sebenarnya, yang mereka takutkan adalah ia yang kini hanya seorang pemuda, seorang zhuyaozhu kelak akan menjadi ketua Baiyu Jiao yang lebih kejam dan menakutkan daripada Shi Jiaozhu ataupun dua ketua generasi sebelumnya itu. Karenanya, mereka harus segera menghentikan proses tersebut. Satu-satunya cara adalah dengan membunuh orang itu.

Hampir semua orang sudah sepakat, termasuk juga Lie Jinjia. Yang tidak sepakat dengan rencana tersebut hanya beberapa biksu dan para pendeta dari kuil Yangqiu. Karena suara mereka kalah telak, rencana tersebut tetap dijalankan sekalipun mereka itu menolak untuk hadir dan memilih membisu.

Awal musim gugur tahun ini adalah waktu tepat untuk melaksanakan serangan. Cuaca belum terlalu buruk dan panas dari musim panas belum terlalu surut. Menyerang markas Baiyu Jiao di musim salju sangat tidak disarankan. Tanpa musim salju pun, tempat itu sudah terlalu dingin bagi orang kebanyakan. Lagipula, mereka punya waktu persiapan selama musim panas. Dengan demikian, rencana yang masih rahasia ini mereka jaga baik-baik. Bahkan para biksu dan pendeta yang memilih membisu itupun tidak mereka beri tahu.

***

Sudah ke sekian kalinya Zhu Bu melihat Bai Lengyu sedang duduk diam di paviliun terbuka di tengah kolam. Zheng di depannya hanya dibiarkan tergeletak. Sama sekali tidak dimainkan. Pedang bertahta giok juga dibiarkan begitu saja di sisi zheng. Hal ini menurut dia terlalu aneh. Karena bagaimanapun pendiamnya Bai Lengyu, tidak akan pernah membiarkan zheng tergeletak menganggur di hadapannya, juga pedang itu. Sekalipun zheng sampai dibiarkan menganggur, pasti pedangnya sedang digunakan atau mungkin sedang membaca buku. Entah buku apapun itu. Jika Bai Lengyu sampai duduk diam melamun, bisa dipastikan ada suatu hal aneh yang sedang dipikirkannya. Bagi Zhu Bu, anehnya itu seperti melihat es di puncak gunung tempatnya mencair di musim salju.

Zhu Bu berlalu dari tepi kolam menghampiri Yi Meixin. Duduk dengan muka cemberut di hadapan Yi Meixin yang sedang menyelesaikan jahitannya. “Lengyu kembali melamun di paviliun, Niang.”

Mendengar laporan tersebut, Yi Meixin mengangkat kepalanya menatap Zhu Bu “Sebenarnya apa saja yang dikatakan Wanshang Bianfu tentang jati dirinya?”

Zhu Bu mengulang kembali yang dikatakan Wanshang Bianfu. Tidak lebih dan kurang satu katapun.

Selesai mendengar itu, wajah Yi Meixin menjadi cemas. Mungkinkah Bai Lengyu akan pergi meninggalkan mereka karena kematian ibu kandungnya bersangkutan dengan Zhu Xu, suaminya? Untuk menjawab pertanyaan itu, ia harus pergi sendiri memastikan.

Di paviliun yang ditunjuk Zhu Bu, Bai Lengyu sudah tidak lagi tampak. Namun petikan zheng terdengar sayup-sayup terbawa angin. Berarti Bai Lengyu ada di dalam hutan tak jauh dari paviliun tersebut.

Memang, kemudian ia mendapatkan Bai Lengyu sedang duduk di bawah pohon favoritnya sejak kecil. Duduk sambil memetik satu demi satu senar zheng perlahan demi perlahan. Petikannya itu membuat antara nada satu dengan nada lainnya terdengar memiliki jarak yang sangat jauh.

“Sebuah nada selalu menggambarkan isi hati pemetiknya, Anakku sayang,” ujar Yi Meixin membuka percakapan.

Perlahan, Bai Lengyu mendongakkan kepala menghadap Yi Meixin. Mata mereka saling bertatapan membuat Yi Meixin dapat merasakan kebimbangan dan keterasingan Bai Lengyu.

Dengan langkah perlahan, Yi Meixin mendekati dan duduk di sisi Bai Lengyu. “Maafkan Die, Lengyu. ia pasti tak pernah menyangka kalau anak buah Shi Buiyi akan menghabisi penduduk kampung yang dilewatinya ketika melarikan diri waktu itu.”

Niang, aku tidak pernah menyalahkan Die. Aku juga tidak sedang memikirkan hal itu.”

Yi Meixin kembali menatap mata Bai Lengyu, dalam tatapannya itu ia juga mempertanyakan ‘lalu apa yang sedang kamu pikirkan?’.

Perlahan demi perlahan, Bai Lengyu mengumpulkan keberanian untuk menanyakan suatu hal. Nampaknya hal tersebut begitu mengganggu pikirannya saat ini.

“Mengapa Shifu tidak menikah? Bukankah aturan Baiyu Jiao kita tidak melarang jiaozhu memiliki seorang istri?”

Berarti yang dipikirkan Bai Lengyu ada hubungannya dengan seorang perempuan. Entah perempuan manakah itu. Tampaknya Yi Meixin harus menanyakannya pada Zhu Bu.

“Karena hubungannya dengan perempuan itu tidak direstui keluarga perempuannya. Mereka memberi syarat sangat berat sehingga hanya ada satu pilihan bagi gurumu yaitu tidak menikah.”

“Tapi Shifu bisa menikah dengan perempuan lain.”

“Lengyu, ketika kamu begitu mencintai seseorang, kamu akan merasa tidak ada yang dapat menggantikan kedudukan orang itu di hatimu. Demikian juga gurumu. Sekalipun gurumu memilih tidak menikahi perempuan itu, tapi hanya perempuan itu yang ada di dalam hatinya.” Dengan senyum lembut seorang ibu, Yi Meixin kemudian bertanya “Apakah kamu sedang mendapatkan masalah dengan keluarga seorang gadis?”

Bai Lengyu memaksakan senyum dan menggeleng pelan. “Niang, Lengyu mohon diri,” selesai mengatakannya Bai Lengyu mengambil pedang giok lalu memainkannya tak jauh dari tempat dia tadi duduk. Sementara itu Yi Meixin terus duduk mengawasi.

Sifat tertutup Bai Lengyu mungkin terpengaruh diriku dicampur dengan Fan Dage.

Yi Meixin tersenyum samar.

Itulah kenapa dulu aku langsung menyukai Zhu Xu yang tampak serampangan tapi hatinya mudah ditebak. Bukan Fan Dage.

Menarik nafas dalam-dalam Yi Meixin tetap duduk diam di sana menonton permainan pedang Bai Lengyu. Setiap orang pasti mengakui permainan pedang Bai Lengyu begitu menarik. Pedang itu seakan sudah menjadi perpanjangan tangannya, telah menjadi satu dengan dirinya sehingga tidak ada perasaan asing.

Kukira sudah hampir waktunya penobatan mereka. Entah kapan Fan Dage selesai mempersiapkan.

***

Udara panas dari musim panas masih terasa sekalipun seharusnya hari ini sudah masuk di musim gugur. Tapi daun-daun mulai rontok satu demi satu menjadi bukti datangnya musim gugur.

Di ruang pertemuan utama markas Baiyu Jiao, semua anggota yang memiliki posisi penting sudah berkumpul. Mereka berbaris sesuai posisinya masing-masing di kanan dan kiri pintu masuk utama berjajar hingga beberapa langkah jaraknya dari kursi ketua. Di ruangan itu yang tidak hadir hanya Fan Ku dan Zhu Xu.

Beberapa saat kemudian, Fan Ku dan Zhu Xu yang berjalan bersisian masuk ke dalam ruangan dan langsung menempati posisinya masing-masing. Fan Ku berdiri di depan kursinya dengan Zhu Xu berdiri di sampingnya.

“Bai Zhuyaozhu!” panggil Fan Ku pada Bai Lengyu.

Bai Lengyu keluar dari barisannya menghadap Fan Ku. Berturut-turut kemudian Zhu Bu, Xiao Chuang dan Bao Er juga dipanggil menghadap.

Setelah mereka semua tiba di hadapan Fan Ku, berarti saatnya prosesi penobatan dimulai. Fan Ku meminta mereka untuk berlutut.

“Lapor Jiaozhu! Gerbang utama kedatangan orang-orang aliran putih. Mereka meminta kita menyerahkan pembunuh Wang Yinhuo.”

Pedang giok awalnya sudah dipegang Fan Ku dengan kedua tangan untuk diserahkan pada Bai Lengyu sebagai simbolisasi penyerahan mandat jika terjadi sesuatu pada diri Fan Ku. Kedua tangan Bai Lengyu pun sudah terangkat ke atas bersiap menerima. Namun laporan mendadak tersebut membuat Fan Ku geram dan akhirnya batal menyelesaikan upacara tersebut.

“Pakai kembali topeng kalian dan ikut aku sambut orang-orang sial itu!” perintah Fan Ku yang langsung dibalas dengan serempak oleh keempat zhuyaozhu, “Siap!”

Fan Ku, Bai Lengyu dan semua pengikut Baiyu Jiao tak satupun yang menyangka bahwa dalam beberapa saat lagi semuanya berubah total. Namun Xiao Chuang tersenyum licik begitu upacara batal dilaksanakan.

Batalnya upacara tersebut berarti membuat peluangnya menjadi calon ketua kembali terbuka. Ia selalu merasa Fan Ku curang. Pada Bai Lengyu dicurahkan semua ilmu pedang. Sedangkan padanya, Fan Ku begitu pelit. Padahal ia adalah murid pertama yang didapat Fan Ku setelah penobatannya sebagai ketua. Awalnya ia adalah murid kesayangan Fan Ku. Tapi semua berubah semenjak Bai Lengyu dibawa pulang.

***

Fan Ku yang pertama menapakkan kaki persis di bawah gerbang utama Baiyu Jiao. Dalam penglihatannya yang nampak hanyalah orang-orang yang mengaku dirinya dari aliran dan perguruan bersih pun baik-baik tapi tidak sepenuhnya benar. Namun karena dia berusaha santun, akhirnya disapa juga mereka dengan senyum seolah menanyakan kabar kawan lama “Sungguh senang kawan-kawan sekalian bertandang hari ini. Kebetulan hari ini aku sedang melantik calon penggantiku. Apakah kawan-kawan ingin berbagi arak dengan kami?”

“Atas dasar apa kau suruh muridmu membunuh menantuku, huh?” Wen Daxia[5] yang berbicara.

“Tentu saja atas dasar dia adalah pengkhianat Baiyu Jiao,” meringis menahan tawa, Fan Ku melanjutkan, “Wen Daxia juga aneh. Seorang pengkhianat dijadikan mantu, apakah tidak takut merusak nama baik keluarga? Juga nama baik Wen Daxia sebagai Pendekar Besar dari Dataran Tengah? Sedangkan kami… ah… kami hanya menjalankan aturan Baiyu Jiao saja. Sudah beruntung Wang Yinhuo masih bisa hidup dua puluh tahun lebih lama.”

“Bukan hal buruk Wang Yinhuo mengkhianati Baiyu Jiao. Bukankah Baiyu Jiao hanyalah sebuah aliran sesat yang sesama muridnya sendiri sering saling bunuh?” ujar Shi Buiyi.

Pada saat Shi Buiyi masih bicara, keempat zhuyaozhu datang dan mengambil tempat di belakang Fan Ku. Bukan hal rahasia bagi semua orang dalam dunia persilatan tentang aturan Baiyu Jiao yang mengharuskan zhuyaozhu mereka menggunakan topeng ketika bertatap muka dengan orang di luar Baiyu Jiao. Karena itulah mereka langsung tahu bahwa salah satu di antara keempat orang bertopeng tersebut pastilah calon penerus Fan Ku. Dan, calon penerus Fan Ku tentunya adalah orang yang ilmu pedangnya paling tinggi dan pasti dialah pembunuh Wang Yinhuo.

“Yang mana dari mereka yang akan jadi calon penggantimu?” tanya Shi Buiyi. Ia sudah tak sabar ingin mengadu ilmu sekaligus membunuh pemuda yang mereka anggap menakutkan itu. Terbanglah Shi Buiyi ke arah keempat zhuyaozhu dengan pedang yang telah dilepas dari sarungnya.

Daxia, sebelum Anda maju, tidakkah sebaiknya sebut nama Anda terlebih dahulu?” tegur Bai Lengyu dengan nada hormat.

“Margaku Shi, namaku Buiyi,” jawab Shi Buiyi tak sabar lagi. Ia terpaksa mendaratkan kakinya karena teguran Bai Lengyu.

Jawaban tersebut serta merta membuat Bai Lengyu teringat akan kata-kata Wanshang Bianfu. Anak buah orang inilah yang membunuh ibunya. Sekalipun awalnya ia tidak ingin balas dendam, tapi orang ini justru datang menghampirinya. Tentu kesempatan ini tidak mungkin dilewatkan.

“Baik, saya Bai Lengyu yang akan meladeni Anda.” Majulah ia terbang menghampiri Shi Buiyi. Karena pedang giok ada di tangan Fan Ku, maka yang digunakannya adalah pedang yang biasanya disembunyikan dalam zheng.

Mungkin karena pada dasarnya ia masih terlalu muda atau memang seperti kucing nakal sehingga pada awalnya ia tidak menanggapi serangan dengan serius. Bai Lengyu justru nampak sedang berusaha membuat Shi Buiyi di atas angin dan mengeluarkan seluruh kemampuannya.

Tidak mungkin ada yang sadar kecuali Fan Ku, Zhu Bu juga Zhu Xu bahwa yang sebenarnya sedang dilakukan Bai Lengyu adalah mempelajari kekuatan dan kelemahan lawan sekaligus mencuri belajar jurus yang digunakan lawan. Inilah letak kelicikan dan kecerdasan Bai Lengyu, yaitu membuat lawannya tidak merasa sedang dimanfaatkan.

Ketika akhirnya Bai Lengyu sudah merasa cukup puas, barulah ia keluarkan ilmu kungfu yang sudah benar-benar dikuasainya. Pada kesempatan ini ia langsung menggunakan ilmu ‘pedang giok es’.

Sebenarnya, alasan dia melakukan itu karena ilmu kungfu Shi Buiyi hanya punya sedikit kelemahan. Kelemahan itu tidak dapat digunakan Bai Lengyu jika ia menggunakan jurus pedang biasa. Hanya ilmu ‘pedang giok es’ yang ia tahu bisa dengan segera memaksa kelemahan Shi Buiyi terbuka. Cepat, tanpa perlu basa-basi.

Merasa bahwa Bai Lengyu akan menggunakan ilmu ‘pedang giok es’, Fan Ku segera melempar pedang giok ke arah Bai Lengyu. “Lengyu, tangkap!” Tindakannya ini membuat semua orang yakin bahwa Bai Lengyu-lah yang akan menggantikan kedudukan Fan Ku kelak.

Seperti sebelumnya, semua orang yang menyaksikan Bai Lengyu menggunakan ilmu ‘pedang giok es’ selalu terpana. Terpana karena Bai Lengyu telah menguasainya dengan sempurna di umur semuda itu.

Ketika Shi Buiyi menyerangnya dari arah kiri, tiba-tiba Bai Lengyu mencelat ke atas. Tak seberapa tinggi dan sangat cepat, ia sudah merubah arah, turun dengan pedang terhunus demikian cepat menghampiri Shi Buiyi. Untung bagi Shi Buiyi yang masih sempat menghindar.

Kemudian dengan menggunakan mata pedangnya sebagai per, Bai Lengyu kembali meluncur. Kali ini ia justru meluncur horizontal di antara kedua kaki musuhnya. Shi Buiyi benar-benar tak percaya dengan yang dilakukan Bai Lengyu sehingga sempat melangu beberapa saat lamanya.  Di saat itulah tiba-tiba saja menancap di punggung belakang Shi Buiyi membuat semua orang tercengang.

Ketika Bai Lengyu kembali berdiri, semua mata para tamu tak diundang saling bertatapan tak percaya dengan apa yang terjadi di hadapan mereka. Yang digunakan Bai Lengyu bukan ilmu ‘pedang giok es’ yang sesungguhnya. Hanya beberapa jurus dalam ilmu ‘pedang giok es’ yang digunakan Bai Lengyu  kemudian dicampur jurus ilmu pedang dari partai pengelana Luo Bang, ‘tak malu maka menang’.

Jurus ini memang menggunakan suatu perbuatan yang bagi banyak orang sangat merendahkan diri sendiri, yaitu berjalan di antara kedua kaki musuhnya. Namun karena itulah tak seorang pun akan menyangka musuhnya dapat melakukan hal tersebut dan akhirnya yang menggunakan jurus ini dapat menang dengan mudah.

Di tempatnya berdiri Fan Ku dan Zhu Xu tersenyum geli. Jikalau Zhu Bu yang melakukan mungkin mereka tidak perlu menahan tawa. Tapi yang melakukannya adalah Bai Lengyu, pemuda yang mereka kenal sangat sopan dan tak mungkin melakukan satu hal pun yang dipandang akan merendahkan dirinya.

“Sangat pantas disebut putra Zhu Xu. Tapi aneh jika disebut putra Yi Meixin,” keluh Fan Ku dengan maksud meledek Zhu Xu.

Di sisi lain, para tamu tak diundang terdiam. Mata mereka yang saling bertatapanlah yang berbicara banyak. Tentang kebencian, dendam juga ketakutan hingga kemudian timbul kekompakan untuk kembali menyerang Baiyu Jiao. Tujuan utama mereka kali ini tentu saja tetap pembunuh Wang Yinhuo dan Wanshang Bianfu yang telah mereka ketahui namanya, Bai Lengyu.

Dengan kompak mereka menyerbu orang-orang Baiyu Jiao. Denting pedang dan dentuman energi tenaga dalam yang beradu terus menerus terdengar. Jerit kesakitan dan tangis kehilangan kawan pun saudara tak juga membuat mereka paham telah banyak kehilangan.

Yang dihadapi Bai Lengyu kali ini adalah Lie Jinjia. Setelah bertarung dengan puluhan atau mungkin ratusan jurus mereka tentunya sudah cukup lelah. Kelelahan itu membuat titik kelemahan mereka pun cenderung terbuka. Akibatnya tentu sudah dapat diterka. Lengan tangan kiri Bai Lengyu sebenarnya sudah berdarah terkena goresan mata pedang Lie Jinjia beberapa saat lalu.

Kala itu Lie Jinjia menggunakan jurus ‘sapuan pedang larang lawan menulis’. Jurus ini memang mengincar tangan lawan yang biasa digunakan untuk memegang pedang. Rata-rata orang menggunakan pedang dengan tangan kanan. Tangan yang sama juga digunakan untuk memegang kuas ketika menulis, demikian juga Bai Lengyu. Ia menggunakan tangan kanannya untuk memegang pedang juga menulis. Karena itu tangan kanannya sangat berarti.

Namun masih untung bagi Bai Lengyu karena dapat menghindar pada saat kritis sehingga justru hanya lengan kirinya yang tergores pedang. Kemudian dengan jurus ‘menembus awan’ Bai Lengyu telah melukai pinggang kiri Lie Jinjia. Darah merembes keluar di tempat tersebut. Hal itu yang membuat keadaan mereka tak beda jauh.

Kini Lie Jinjia harus mengakui tak satupun dari muridnya saat ini yang lebih unggul dari Bai Lengyu. Kecepatan Bai Lengyu merubah gaya serangan dan jumlah jurus yang dikuasai mungkin kelak akan menjadikan pemuda ini menjadi lawan tak terkalahkan.

Cemburu dan iri jelas ada. Ia cemburu pada Fan Ku yang mendapatkan murid secerdas Bai Lengyu. Ia iri dengan Baiyu Jiao karena Bai Lengyu adalah murid Baiyu Jiao. Seandainya saja Bai Lengyu adalah muridnya, pasti akan menjadi murid kesayangannya. Kalau ia punya anak gadis, tentu akan diserahkan pada Bai Lengyu demi memastikan agar pemuda tersebut tidak lari darinya.

Ketika ia sedang memikirkan itu semua, Lie Jinjia benar-benar tak sadar bahwa yang diincar Bai Lengyu kali ini adalah jantungnya. Dengan tetap menggunakan jurus ‘menembus awan’ gerakan Bai Lengyu begitu cepat menghunus ke arah Lie Jinjia.

Ketika itulah, Fan Weiqhi sadar gurunya dalam bahaya. Dengan segera ia melompat mencoba menghalangi Bai Lengyu merampungkan jurusnya. Tentunya hasilnya sudah dapat diterka. Jurus itu tidak membuat Bai Lengyu berhasil membunuh Lie Jinjia. Jurus itu justru membunuh Fan Weiqhi yang bertekat melindungi Lie Jinjia.

“WEIQHI!” pekik Lie Jinjia terkejut mendapati murid pertamanya bersimbah darah. Tanpa kenal bahaya Lie Jinjia mendekap Fan Weiqhi. Tak peduli mereka sedang berada di muka gerbang Baiyu Jiao dalam tujuan membunuh Bai Lengyu.

Shixiong[6]!!!” teriak beberapa murid Lie Jinjia lainnya yang berada di sekitar mereka.

Shifu, aku titip Tianmei dan Qi’er padamu. Tolong jaga mereka… dan… tolong.. katakan… pada… Tianmei… aku… mohon… maaf… tidak… bisa… memenuhi… janji… kami.” Ketika kata yang terakhir selesai diucapkan, Fan Wei Qhi menghembuskan nafas terakhirnya.

Pada saat bersamaan, Zhou Daxia dan Zhuang Daxia melihat hal tersebut. Menyadari rekan mereka dalam keadaan bahaya, bekerjasamalah mereka melawan Bai Lengyu.

Kemudian Wen Daxia juga melihatnya. Ia meninggalkan Zhu Xu lawannya kala itu bahu membahu berusaha membunuh Bai Lengyu untuk membalaskan kematian sahabatnya, Shi Buiyi. Dan berikutnya Lie Jinjia turut serta dengan niat membalaskan dendam Fan Wei Qhi, murid kesayangannya.

Sehebat-hebatnya ilmu kungfu yang dikuasai Bai Lengyu – sebagai seorang pemuda yang belum banyak makan asam garam dunia persilatan – melawan empat orang senior tentu saja sangat menguras tenaga dan pikiran. Belum lagi ditambah luka gores pedang di lengan kirinya, membuatnya harus mengeluarkan ekstra tenaga untuk menahan rasa sakit.

Ketika sedang melawan Lie Jinjia, Wen Daxia, dan Zhou Daxia yang menyerangnya dari depan, samping kiri pun kanan. Pada saat itu, ternyata Zhuang Daxia di belakangnya juga telah menghunuskan pedang ke arahnya. Bai Lengyu sama sekali tidak menyangka juga tidak ada yang memberi tahu, mendadak mata pedang Zhuang Daxia sudah menembus pinggang belakang hingga ujung pedang itu menembus ke bagian depan.

Merasakan perih yang teramat parah di perut dan sensasi dingin aneh menembus kulitnya membuat Bai Lengyu perlahan melirik perutnya sendiri. Dan dengan tangan gemetar menahan sakit, dipegangnya perutnya yang terluka.

Perlahan ia ambruk. Sekalipun demikian, ia tetap berusaha bangkit. Kakinya ditekuk sehingga terlihat seperti seorang menteri yang sedang menyembah pada kaisar. Pedang di tangannya ditusukkan ke tanah untuk menompang tubuhnya agar tidak benar-benar ambruk.

Dengan wajah terkejut yang aneh Zhuang Daxia mendekati Bai Lengyu hendak mencabut pedangnya. Sebenarnya jika dengan tenaganya sendiri, luka Bai Lengyu tidak mungkin sedemikian parah. Namun tadi ada tenaga yang mendorongnya sehingga ia maju dengan begitu cepat ke arah Bai Lengyu. Dorongan tenaga tersebut yang membuat pedangnya sampai menembus keluar dari pinggang belakang sampai depan.

Zhu Bu yang kebetulan melihat Bai Lengyu sudah bersimbah darah menjadi sangat panik. Ia berteriak kencang-kencang memanggil ayahnya tak peduli hal lainnya, “Die!!! Lengyu, dia…,” kata-katanya terhenti karena mengatakan kondisi Bai Lengyu saja membuat hatinya merasa miris.

Mendengar teriakan panik ala Zhu Bu sudah membuat Zhu Xu paham bahwa telah terjadi sesuatu pada Bai Lengyu. Apalagi ketika melihat Bai Lengyu sudah bersimbah darah berusaha tetap sadar. Dipangilnya Fan Ku meminta keputusan.

Ketika Fan Ku mengangguk, dikeluarkannya sebuah benda dari balik baju. Benda tersebut dibanting ke tanah. Seketika asap tebal mengepul keluar menutupi keberadaannya. Obor-obor yang menyala di tempat tersebut juga mendadak mati. Membuat malam yang gelap bertambah gelap.

Ketika obor-obor kembali dinyalakan, tak tampak satupun murid Baiyu Jiao di sana kecuali yang sudah tak bernyawa. Karena yang diincar mereka sudah tak ada, dan tak ingin ada kesalahan seperti di masa lalu, para ketua memimpin murid-muridnya pulang.

Di masa lalu, banyak orang yang setelah berhasil menumpas murid Baiyu Jiao kemudian merampok harta Baiyu Jiao. Bahkan Shi Buiyi juga melakukan hal tersebut. Hal ini tentu saja mencoreng nama mereka sebagai orang-orang dari aliran putih.

Kali ini kejadian tersebut tak boleh terulang. Meskipun dengan alasan mencari Bai Lengyu hidup atau mati, tak seorang pun diizinkan memasuki markas Baiyu Jiao. Bukankah dengan luka seperti itu kemungkinan hidup Bai Lengyu sudah sangat kecil? Dan mereka juga tahu Chu Langzhong– tabib yang oleh kalangan dunia persilatan diberi julukan shen yi[7] – tidak akan mau mengobati murid Baiyu Jiao. Untuk apa lagi mereka harus melihat kematian seorang Bai Lengyu.

*

Dalam lorong rahasia di bawah tanah markas Baiyu Jiao, Zhu Bu sedang menyalurkan tenaga dalamnya untuk Bai Lengyu. Peluhnya bercucuran. Karena menyalurkan tenaga dalam itu membuatnya kehilangan banyak tenaga.

Yi Meixin duduk di muka Bai Lengyu menjaga agar tetap dalam posisi duduk. Air matanya bercucuran begitu takut kehilangan penerus ilmu musiknya. Ketakutannya itu sangat beralasan karena saat ini Bai Lengyu tetap tidak sadar. Matanya terus terpejam, wajahnya begitu pucat karena kehilangan banyak darah dan denyut nadinya amat lemah.

“Berhenti, A Bu!” tegur Yi Meixin. Raut wajahnya bertambah panik. Tanpa menunggu pertanyaan dari Zhu Bu, Yi Meixin segera menjelaskan, “Semakin banyak Lengyu menerima tenaga dalammu, tubuhnya justru semakin dingin dan pucat.”

Mendengar penjelasan tersebut Zhu Bu tak berani lagi memberikan tenaga dalamnya. Selain itu Zhu Xu juga Fan Ku yang tadinya sedang menyingkir menghadap lubang ventilasi di dinding sembari merundingkan suatu hal, segera menghampiri untuk memeriksa kondisi Bai Lengyu.

“Sial! Ditaruh racun apa pada pedang orang sial itu sampai kondisi Lengyu seperti ini?” keluh Fan Ku setelah memeriksa denyut nadi Bai Lengyu.

Dage, bagaimana ini? Apa Lengyu tidak mungkin bisa diselamatkan?” Zhu Xu memandangi Bai Lengyu prihatin. Hatinya sangat sakit melihat pemuda yang sudah dianggapnya sebagai anak kandung terbaring tak sadar seperti itu.

“Siapkan tandu!” perintah Fan Ku yang sedang cemas itu untungnya segera dituruti bawahannya.

Ketika tandu yang diminta tiba, Fan Ku membaringkan Bai Lengyu di sana lalu ditatapnya Zhu Xu, “Gantikan aku! Jika aku tidak kembali, persiapkan Lengyu sebagai penggantiku. Dan jika kami tidak kembali, persiapkan A Bu sebagai pengganti kami.”

“Apa yang akan kamu lakukan, Dage? Kamu mau menemui Chu Langzhong?”

“Hanya dia yang bisa menolong Lengyu. Keputusanku sudah bulat. Kamu tak perlu membantah lagi,” selesai bicara, Fan Ku pergi membawa tandu berisi Bai Lengyu.

***

Sepulang dari perjalanan mengikuti jejak Wanshang Bianfu, Zhang Shahai justru lebih sering diam melamun. Setiap ada kesempatan pasti digunakannya untuk memandangi kertas usang bergambar ujung zheng Bai Lengyu.

Jiangjun! Da Jiangjun!” seru seorang prajurit yang terburu-buru menghampirinya di ruangan kerjanya dalam markas prajurit. Pintu dibuka cepat-cepat dan prajurit itu masuk tanpa mengucapkan salam apapun. Dengan nafas tersengal-sengal prajurit tersebut berkata, “Lapor Da Jiangjun. Orang-orang dunia persilatan kembali menyerang Baiyu Jiao. Bai Lengyu terluka sangat parah dan besar kemungkinan tak dapat mempertahankan nyawanya.

Amat terkejut Zhang Shahai karena berita tersebut. Penyelidikan belum berakhir tapi yang diselidiki mungkin akan meninggal. Dengan segera ia bangkit berdiri membawa kertas usangnya, sembari berdiri ia memerintahkan prajurit untuk mempersiapkan kuda miliknya.

Jangan meninggal dulu. Jangan! Kau harus jawab dulu pertanyaanku. Darimana zheng ini kau dapat, Bai Lengyu. Kau harus jawab dulu pertanyaanku!

Sembari terus berpikir, kakinya terus melangkah ke kandang kuda. Ia sama sekali tak menghiraukan Zhang Erbao yang datang menemuinya. Hatinya telah diliputi rasa penasaran.

Mendekati puncak gunung Yu, terlihat dengan jelas sebuah gerbang masuk bergapura. Gerbang tersebut ternoda oleh darah yang telah menghitam. Di beberapa tempat nampak mayat-mayat yang mulai membusuk. Sisanya hanya rasa sepi.

Tak percaya dengan yang dilihat, membuat Zhang Shahai berdiri terpana di tempatnya berdiri. Selagi itu, tiba-tiba keluar beberapa orang dari balik pepohonan sekitar gerbang.

Mereka saling bertatap muka. Orang-orang tersebut tentunya adalah pengikut Baiyu Jiao yang keluar dari tempat persembunyian. Mereka segera memasang sikap waspada melihat kehadiran Zhang Shahai tanpa pakaian tentaranya tersebut.

“Pertemukan aku dengan Bai Lengyu!” pinta Zhang Shahai tanpa basa-basi.

Orang-orang itu saling bertatap muka bingung. Salah seorang dari mereka kemudian mengambil inisiatif untuk memberi tahu Zhu Xu yang ditunjuk sebagai ketua sementara.

Ketika Zhu Xu keluar, Zhang Shahai kembali meminta hal yang sama. Permintaan yang tentunya membuat Zhu Xu ingin tahu tujuan Zhang Shahai bertemu dengan Bai Lengyu. Karena itulah, Zhu Xu mencoba berbasa-basi – suatu hal yang sebetulnya tak pernah dilakukannya – menanyakan maksud Zhang Shahai.

“Boleh tahu Anda ini siapanya Bai Lengyu?” Zhang Shahai tak menjawab justru bertanya balik.

“Aku? Ayahnya,” jawab Zhu Xu singkat. Entah mengapa ia takut lelaki gagah di hadapannya itu akan merebut salah satu putranya. Itulah mengapa dengan sengaja ia menyatakan diri sebagai ayah dari Bai Lengyu.

“Maaf, kedatangan Da Jiangjun tak kami sambut dengan baik,” kali ini Yi Meixin yang bicara sambil berjalan menyusul Zhu Xu. “Da Jiangjun tentu sudah tahu kami baru saja dirugikan lagi. Dan kini Da Jiangjun bertandang ke tempat kami tentu bukan untuk ikut mencari kesempatan dari kerugian kami, ‘kan?”

“Tidak. Aku hanya ingin bertemu dengan Bai Lengyu menanyakan suatu hal. Apakah Bai Lengyu benar-benar terluka parah? Apakah aku bisa dipertemukan dengannya?”

“Sejak tadi Da Jiangjun selalu mengatakan ingin bertemu dengan Bai Lengyu. Kami orangtua Bai Lengyu, kalau boleh Da Jiangjun katakan saja pada kami apa yang hendak ditanyakan pada putra kami.”

Tahu kalau tetap bersikeras minta dipertemukan justru akan membawa hasil tidak baik akhirnya Zhang Shahai mengalah, “Baiklah.” Dikeluarkannya kertas usang yang disimpannya baik-baik dan ditunjukkan pada Zhu Xu juga Yi Meixin.

“Aku ingin tahu darimana Bai Lengyu mendapatkan zheng ini.”

“Kalau boleh tahu apa hubungan Da Jiangjun dengan zheng tersebut?” tanya Yi Meixin.

“Tak berusaha menutupi, dua puluhan tahun yang lalu aku pernah memberikan zheng seperti ini pada seorang gadis dan malangnya, … kemudian … hubungan kami terputus.”

“Apakah Da Jiangjun hendak mengatakan gadis itu adalah kekasih Da Jiangjun? Atau gadis itu adalah ibu dari seorang anak Da Jiangjun?” tebak Yi Meixin.

Sedikit tak enak karena masa lalunya diungkap secara terbuka, tapi Zhang Shahai tetap menjawab dengan tegas, “Benar. Zheng ini hanya ada satu-satunya di dunia. Kudapat dari pelelangan dengan harga tinggi, karena itu, bagaimana detail zheng itu aku tidak mungkin lupa. Tolong beritahu aku, darimana Bai Lengyu mendapatkan zheng ini.”

Zheng ini bisa ada ditangan Bai Lengyu tentu saja dari tanganku,” jawab Yi Meixin. “Dan bagaimana aku bisa mendapatkannya adalah karena aku membelinya di toko barang antik. Apakah jawaban ini sudah cukup menjawab rasa penasaran Da Jiangjun?”

Mengangguk dengan kecewa, Zhang Shahai kemudian pamit dari hadapan Zhu Xu dan Yi Meixin.

Yi Meixin sendiri akhirnya lega telah berhasil menutupi ketakutan. Pertanyaannya selama ini telah terjawab. Jawabannya adalah sebuah kenyataan yang tak ingin diakui. Kenyataan yang selamanya tak perlu terbongkar. Semoga tidak terbongkar, selamanya. Bai Lengyu milik mereka. Bai Lengyu anak mereka, seperti halnya Zhu Bu.

***

 [1] Yanluo wang: dalam budaya China adalah dewa neraka. Biasanya digambarkan bermuka merah dengan raut cemberut, mata melotot dan berjanggut panjang.
[2]Huruf giok: dalam bahasa China hurufnya ‘玉’ dibaca yu. Huruf yang sama dipakai dalam nama Bai Leng Yu dan Baiyu Jiao.
[3]Wanshang Bianfu: diterjemahkan secara literal berarti kelelawar malam.
[4]Daye: tuan besar
[5]Daxia: pendekar besar. Julukan bagi seseorang di dunia persilatan yang cukup umur dan memiliki segudang prestasi.
[6]Shixiong: kakak seperguruan laki-laki
[7]Shen yi: dewa tabib (shen = dewa; yi = pengobatan)

3 Komentar
  1. panda permalink

    “A Bu, gunakan pedang ini, serang aku,” tegur Fan Ku sembari melempar pedang ke arah Zhu Bu. Begitu pedang itu diterima Zhu Bu, ia langsung menghajar Zhu Bu.

    bukan menghajar Fan Ku yah?

  2. ya enggak dong. itukan dari sudut pandang Fan Ku. dengan kata lain, setelah Fan Ku melihat pedang diterima oleh zhu bu, barulah ia menghajar zhu bu. kalau dari sudut pandang zhu bu (menghajar Fan Ku seperti yang kamu bilang) aku ga akan gabung dengan kalimatnya Fan Ku. lagipula sekurang ajarnya zhu bu, masa dia berani nyerang gurunya duluan? menurutku dia tetap menunggu ‘tanda’ dari fan ku

  3. panda permalink

    oh, iya iya. dah ngeh sekarang. sori, telmi. haha

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: