Bab 6
Kaisar Xuanzong[1] gemar musik terutama memainkan jiegu[2] dan bisa mengarang lagunya sendiri. Liu Bang[3] juga bisa memukul zhu[4], membuat sekaligus menyanyikan lagunya ketika merayakan kemenangan. Bahkan Huan Yi[5], seorang jenderal pun pandai memainkan dizi. Namun kepandaian Baiyu yang seorang tabib dalam memetik qin sepertinya dianggap begitu luar biasa. Benar-benar kejadian luar biasa sehingga tepat satu bulan setelah titah kaisar agar Baiyu menghafal lagu ‘salju putih pada musim semi yang cerah’, semua penghuni istana berbondong-bondong menghampiri paviliun taman istana yang sedianya akan dijadikan tempat bagi Baiyu memainkan qin.
Sementara itu, dalam wajah tanpa ekspresi, Baiyu terus melangkahkan kaki menyusuri lapangan, koridor dan taman-taman menuju paviliun taman yang telah disiapkan untuknya.
Selain penjaga yang dalam masa tugasnya, kelihatannya tempat-tempat yang dilaluinya begitu sepi dari manusia-manusia penghuni istana. Baik kasim, dayang, para pangeran dan selir-selir tak satupun yang tampak di tempat-tempat tersebut. Apakah mereka juga hendak menyaksikan permainannya? Apakah seorang tabib tak boleh bisa memetik qin?
Dari arah belakangnya, langkah beberapa pasang kaki yang terlihat sedang buru-buru berjalan melaluinya. Diliriknya, ternyata Sang Putra Mahkota bersama dua orang kasim pelayannya. Mereka juga pergi ke arah yang sama. Apakah menontonnya bermain qin harus pergi demikian cepat? Apakah mereka takut tidak mendapatkan tempat terbaik? Padahal sekalipun benar, dengan statusnya sebagai putra mahkota, semua orang pasti akan mengalah.
Karena tahu yang ada di belakangnya adalah Putra mahkota itulah, Baiyu menyingkirkan diri ke tepi jalan guna memberikan jalannya pada Sang Putra mahkota. Dan karena menyingkirkan diri ke tepi jalan, ia melihat di antara rimbun pohon ratusan langkah jauhnya dari mereka sebuah kelip besi yang tertimpa cahaya matahari.
Mendadak, wajah tanpa ekspresinya berganti menjadi terkejut. Kiranya sebuah anak panah yang disiapkan oleh penyusup itu untuk menyerang seseorang. Pastinya bukan Baiyu. apalah arti Baiyu sampai ada yang berani menyusup ke istana guna membunuhnya?
Walaupun seorang Bai Lengyu sekalipun, musuhnya tak mungkin sampai nekat membunuhnya dalam istana kaisar. Berarti… orang yang diincar penyusup tersebut tentunya adalah… putra mahkota! Karena selain Baiyu, hanya putra mahkota yang ada di daerah tersebut dan memungkinkan sampai ada seseorang yang berniat membunuh.
Pada saat yang sama, busur sudah ditarik. Anak panah itu mendadak melesat meninggalkan pemiliknya. Tak sempat jika Baiyu berteriak memberi tahu. Maka ia meloncat, menubruk putra mahkota membuat mereka jatuh berguling-guling di lantai batu.
“Kurang ajar! Berani-beraninya menub–” teriak Xiao Wenzi, salah satu kasim putra mahkota. Mendadak ia terdiam karena sebuah anak panah menembus lengan kanan atas Baiyu.
“PENYUSUP!!!!” teriaknya sesudah itu membuat para penjaga berhamburan mengejar bayangan yang melarikan ke arah tembok pembatas istana kaisar.
“Terima kasih,” ucapan ini diucapkan Sang Putra Mahkota dengan nada miris. Dilihatnya luka pada lengan yang terus mengucurkan darah mengotori baju resmi yang tengah dikenakan penolongnya. Mungkin ia sendiri tengah membayangkan jika dirinya yang menjadi bantalan empuk tempat mendarat anak panah tersebut.
Baiyu menggelengkan kepalanya. Kelihatannya pengendalian dirinya menahan sakit akibat luka demikian baiknya hingga tetap dapat tersenyum tipis pada putra mahkota yang masih memperhatikannya dengan miris itu. “Untung saja Yang Mulia Taizi[6] tidak terluka.”
“Panggil taiyi!” seru Putra Mahkota pada kasimnya. “Ikut ke kediamanku!” perintahnya pada Baiyu. Wajahnya begitu serius seolah-olah yang terluka adalah anaknya sendiri.
Tak sempat Baiyu mengelak, Xiao Wenzi telah menuntunnya mengikuti langkah Putra Mahkota. Berontak tentu hanya mencari masalah baru.
Tabib istana datang tak lama setelah mereka tiba di ruang tamu kediaman putra mahkota. Orang tersebut hanya menggelengkan kepalanya melihat Baiyu, mungkin heran bercampur kagum.
Baiyu duduk di salah satu kursi dengan anak panah masih tetap menembus kulitnya. Peluh mengucur dari kulitnya tanda bahwa ia sedang berjuang menahan rasa sakit. Tapi sikap duduknya begitu tenang. Seakan-akan ia sangat yakin luka karena anak panah tersebut tak mungkin dapat merenggut nyawanya.
“Mohon Anda tahan sedikit, panah itu harus dicabut,” ujar tabib istana bermarga Li. Ia dan dua orang asistennya telah menyiapkan air panas, kain bersih, obat dan peralatan lain.
“Aku tahu, lakukanlah.”
Anak panah tersebut dicabut tabib istana dengan gerakan sangat hati-hati. Ia tidak mungkin lupa bahwa pasiennya kali ini adalah orang yang berhasil menyembuhkan penyakit yang ia sendiri tidak tahu. Sepertinya pengetahuan dalam bidang pengobatan itulah yang membuat pasiennya sama sekali tidak tegang seperti pada umumnya pasien pada umumnya.
Ketika panah tersebut selesai dicabut dan luka Baiyu telah diberi obat juga diperban, Kaisar datang bersama Zhang Shahai dan banyak orang lainnya. Ruang tamu Istana Timur, kediaman putra mahkota terbilang besar sehingga pasti dapat menampung semua orang itu.
“Apa yang terjadi sebenarnya?” pertanyaan ini diajukan oleh kaisar. Mengabaikan salam semua orang di rumah padanya, ia menghampiri putra mahkota.
“Tak terjadi masalah apapun dengan erchen[7], Fuhuang. Hanya saja…. Baiyu nampaknya tidak dapat menampilkan ‘salju putih pada musim semi yang cerah’ untuk Fuhuang.”
“Bagaimana luka dia, Taiyi?”
“Jawab, Huangshang, luka Dayao Wangzi tidak serius. Fisiknya sangat kuat terlebih ilmu pengobatannya sangat tinggi. Dalam hitungan hari, luka itu pasti sembuh.”
Anak panah yang melukai Baiyu juga mengoyak baju yang tadi dikenakannya. Kini yang dikenakannya adalah baju dalaman putih pemberian putra mahkota dan mantel tebal yang menutupi baju tersebut hampir seluruh badannya.
Dalam raut wajah yang serius karena kuatir, Kaisar memperhatikan Baiyu. “Kamu bukan sengaja untuk menghindari memainkan qin, bukan?”
“Tolong ambilkan qin.” Kali ini yang berseru adalah Baiyu. Sorot matanya tetap dingin.
Mendengar kalimat perintah itu, tentu saja semua orang terkejut. Para Kasim juga Dayang-dayang tetap tak beranjak menunggu izin dari Kaisar sedangkan Zhang Shahai teramat cemas karena sama sekali belum melihat luka yang ditimbulkan anak panah di tubuh anaknya ini.
Sang Kaisar memberi tanda agar menuruti perintah tersebut. Ia sendiri ingin tahu apa yang akan dilakukan Baiyu berikutnya. Apakah dugaannya benar bahwa Baiyu tetap memainkan qin dalam keadaan lengan terluka seperti itu?
Qin dihantar dan diletakkan di depan Baiyu. Rupanya Baiyu benar-benar berniat membawakan lagu saat itu juga. Ia benar-benar tak peduli dengan lukanya. Karena dulu Bai Lengyu juga cukup sering terluka, dalam keadaan seperti itu juga tetap berlatih. Baik kungfu pun musik. Fan Ku dan Yi Meixin sama sekali tak pernah memanjakannya.
Tangannya bergetar ketika diangkat dan diletakkan di atas qin. Pastinya ia menahan rasa perih luar biasa.
Bulir-bulir keringat kembali terlihat membasahi kulit yang sama sekali tak dipedulikan oleh Baiyu. Senar pertama telah dipetik, lagu itu akan terus dibawakan sampai selesai.
Bongkah demi bongkah salju mencair, para binatang bangun dari masa tidur panjangnya. Roda kehidupan yang kembali berjalan dan selalu berulang setiap tahun. Indahnya musim semi itulah isi lagu yang dibawakan Baiyu kali ini. Sifat lagu yang ceria rupanya menularkan keceriaan pada semua orang di ruangan tersebut membuat tak satupun dari mereka ingat bahwa pemetik qin tengah terluka.
Denting senar sutra qin yang dipetik lama-lama terdengar surut. Artinya lagu tersebut telah usai. Pada saat itu terlihat darah kembali merembes keluar membasahi perban yang membalut luka Baiyu sampai ke baju putihnya.
“Lukanya!” seru Zhang Shahai terkejut. Ia lupa bahwa ada Kaisar dan Putra Mahkota di sana. Tak ingat bahwa saat ini ia berada di ruang tamu kediaman Putra Mahkota.
“Luka ini bukan masalah besar, Fuqin. Sampai rumah, aku akan merawatnya baik-baik. Besok atau lusa, aku yakin, lukanya sudah mulai mengering.”
Sang Kaisar berdiri memberi Baiyu tepuk tangan yang sangat meriah demikian juga dengan Putra Mahkota dan orang-orang lainnya. Hanya Zhang Shahai yang berdiri membisu dengan miris memperhatikan rembesan darah.
“Kamu layak disebut putra Da Jiangjun, Baiyu. Dedikasi dan perjuanganmu menahan sakit di luka itu sungguh membuat zhen salut. Hadiah apa yang ingin kamu dapatkan dari zhen?”
Mendengar kata hadiah, mata Baiyu langsung berbinar. Ia tahu dengan pasti apa yang harus dibayar untuk dirinya sendiri setelah perjuangannya tetap memainkan sebuah lagu. Ia segera berlutut dengan tangan bersoja ia berkata pada kaisar, “Jawab, Huangshang, ada dua permintaan Baiyu, bolehkah?”
Tentu saja tanpa pikir panjang Sang Kaisar langsung memberikan izin agar Baiyu mengutarakan permintaannya.
“Pertama, Baiyu meminta kemurahan hati Huangshang agar tidak lagi meminta Baiyu bermain musik. Baiyu ingin mendedikasikan diri hanya untuk memperdalam ilmu pengobatan.”
Kaisar menganggukkan kepala tanda setuju. Tanpa seorang Baiyu pun, ia tidak akan kekurangan pemain musik berbakat. Lebih baik baginya memiliki seorang shen yi daripada pemain musik tambahan.
“Kedua… Baiyu memohon agar Huangshang tak perlu mencemaskan dengan siapa Baiyu akan menikah,” kali ini Baiyu menyampaikan dengan suara tertahan takut kena amarah. “Baiyu sama sekali belum memikirkan masalah tersebut. Waktu satu hari saja tak cukup untuk memperdalam ilmu pengobatan, sekaligus menyembuhkan pasien-pasienku. Baiyu….”
Dilihat dari wajahnya saja, semua orang jelas tahu kaisar mereka terpaksa menyetujui. Lidah kaisar lebih murni dari giok dan emas. Kaisar yang menelan ludahnya sendiri akan dicemooh dan pastinya kehilangan mandat langit.
Dalam sudut pandang Baiyu, ia dapat melihat dengan jelas wajah kecewa Gao Qhingnu. Namun ia tidak peduli. Tak ingin pula memohon maaf karena telah mengecewakannya. Karena ia merasa dirinya dengan Gao Qhingnu adalah dua kutub berbeda yang tidak mungkin disatukan. Bukan kutub positif dengan negatif, bukan pula yin dengan yang. Mereka berasal dari dunia yang berbeda, seperti dunia dewa dengan manusia atau setan dengan manusia.
Bersyukurlah Baiyu karena kaisar tak menahannya lebih lama lagi. Dengan demikian, ia bisa kembali ke kediaman keluarga Zhang, melakukan apa yang seharusnya dilakukan.
Ia yang tubuhnya mengandung racun, apakah obat biasa mampu menyembuhkan lukanya? Terlebih, Baiyu tak mungkin mengizinkan seorangpun memeriksa denyut nadinya. Bagaimana harus menjawab pertanyaan asal mula racun yang bersarang di tubuhnya?
Karena itulah, ia terburu-buru masuk ke dalam kamar. Seperti biasa, obat-obat itu disimpan dalam kotak kayu yang disembunyikan di bawah dipan.
Di atas meja yang diletakkan menempel ke dinding, tak jauh dari dipan, sebuah zheng tergeletak. Karuan Baiyu terkejut. Tangannya bergetar ketika meraih zheng. Bukan karena sakit oleh luka, tapi karena ketakutan sebab zheng itu berlumur tanah. Ketika tanah itu disapunya, nampak ukiran khas. Tak salah lagi, ini pasti zheng miliknya yang dikubur di belakang rumah Chu Langzhong. Kekuatirannya menjadi suatu yang nyata.
Berarti… ada orang yang tahu siapa dia. Benda itu diletakkan di sana untuk memberi tahu sekaligus mengancamnya. Tapi siapa?
Seseorang yang ada di rumah ini kah? Tapi tak satupun yang sepertinya baru pergi ke suatu tempat yang jauh dan makan waktu. Apakah penyusup yang berusaha membunuh putra mahkota tadi? Itu juga sepertinya tak mungkin. Jelas-jelas yang diincar penyusup itu adalah nyawa putra mahkota. Apakah mungkin kejadian tadi hanya untuk mengujinya? Seorang yang menguasai kungfu tentunya dapat merespon dengan cepat dan menggunakan kungfunya untuk menangkal anak panah itu.
Keringat dingin mengucur dari kulitnya. Ia lupa tujuannya terburu-buru masuk kamar adalah untuk merawat luka. Zheng itu terus digenggamnya. Sangat erat. Karena tak hanya perasaan kuatir yang melandanya. Bersembunyi di balik perasaan itu adalah perasaan rindu. Walau bagaimanapun, zheng itu memiliki kenangan besar. Apalagi saat ini, setelah ia tahu zheng tersebut adalah mas kawin ibu kandungnya.
Tanpa dapat diduga, dari bawah terdengar suara pintu dibuka. Disusul kemudian suara langkah kaki dua orang perempuan. Suara langkah kaki yang di depan sepertinya berasal dari sepasang kaki seorang perempuan yang lembut dan taat pada tata krama. Sedangkan langkah kaki yang terdengar di belakangnya nampaknya berasal dari seorang gadis riang dan lincah. Tentunya gadis itu juga tahu sedikit kungfu. Ketukan langkahnya yang ringan, berjarak panjang memberitahunya tentang hal itu.
Buru-buru Baiyu menyembunyikan zheng. Yang paling cepat adalah memasukkan zheng ke dalam lemari bajunya sementara waktu. Ia tak peduli zheng tersebut masih kotor oleh tanah. Yang terpenting sekarang ini diamankan terlebih dahulu kemudian membuka baju. Setelah itu, ia menenangkan diri sembari memulai apa yang harusnya dilakukan.
Kedua perempuan yang datang ke kamarnya ternyata Qhing Gongzhu bersama Huo Mei’er. Mereka tiba ketika pakaian Baiyu setengah terbuka, menampakkan sebagian pundak kanan dan lengan yang masih diperban.
“AAA….!!!” jerit Huo Mei’er kaget melihat pemandangan di hadapannya. Serta merta ia menutup muka dan mata dengan kedua belah tangannya.
“Bagaimana lukamu, Baiyu?” Qhing Gongzhu tak mungkin bersikap seperti anak gadis dengan berteriak seperti yang dilakukan Huo Mei’er. Yang jadi pikirannya adalah luka panah Baiyu akibat berusaha menyelamatkan kakak kandungnya.
“Bukan masalah besar, Muqin,” jawab Baiyu sambil berusaha membuka simpul perban. Membuka simpul dengan satu tangan adalah hal tersusahnya hari ini. Untung saja Qhing Gongzhu tergerak membantunya melepas simpul bermasalah itu.
“Mei’er, tolong bantu ambilkan obat.”
Mendengar permintaan Qhing Gongzhu, mau tak mau Huo Mei’er menganggukkan kepalanya. Dengan perlahan, ia membuka jari-jarinya, memberikan sebelah matanya kesempatan untuk melihat. Begitu menemukan botol obat di atas meja, dengan langkah perlahan ia maju mendekati Qhing Gongzhu dan Baiyu. Matanya tetap ditutup separuh, ia juga menundukkan kepala. Tampak malu-malu melihat sebagian punggung telanjang Baiyu.
“Katamu mau lihat keadaan Baiyu Ge, begitu bertemu malah muka dipalingkan seperti itu,” goda Qhing Gongzhu tersenyum melihat ulah Huo Mei’er.
Huo Mei’er melirik Qhing Gongzhu cemberut, lalu memberanikan diri memandangi Baiyu. Ketika itu luka sudah selesai diperban, baju juga sudah dikenakan kembali. Tak hanya baju dalaman, baju luar juga sudah dikenakan.
“Kenapa mencariku, Mei’er?” tanpa disadari oleh Baiyu sendiri, nada yang digunakan untuk bertanya pada Mei’er selalu lembut. Tidak ada kesan angkuh atau penyendiri.
“Die…,” Huo Mei’er awalnya ragu-ragu menyampaikan karena Baiyu yang sedang terluka. Tapi jika tidak disampaikan, orang-orang yang membawa orang sakit itu mungkin akan mengamuk di penginapan mereka. “Die bilang di Fuke Jiulou ada yang sakit dan orang sakit itu maunya diperiksa oleh Baiyu Ge.”
“Baiyu sedang terluka seperti ini. Tidak boleh pergi. Tunggu besok atau setelah luka Baiyu membaik.”
“Luka ini tak apa, Muqin. Kalau menunggu setelah lukaku sembuh, pasien keburu meninggal bagaimana?”
Qhing Gongzhu memandangi Baiyu kuatir. Hutang budinya pada Baiyu bertambah besar dengan kejadian hari ini. Selain itu, kejadian ini membuat rasa sayangnya pada Baiyu bertambah.
Ia jadi tahu bahwa bagaimanapun penyendirinya Baiyu dan yang wajahnya tampak tak butuh perhatian, tak ingin disayang ini justru memiliki sifat mulia. Seorang Baiyu rela mengorbankan diri demi menyelamatkan nyawa kakaknya. Lalu sekarang lebih memikirkan nyawa orang lain daripada lukanya. Padahal, kalau ia yang terluka seperti itu, tak mungkin lagi mau beranjak dari rumah. Sakitnya pasti luar biasa.
Setelah lukanya selesai diperban kembali oleh Qhing Gongzhu, Baiyu mendekati tas rotan yang biasa dibawanya memeriksa pasien. Ia hendak menyandang tas tersebut namun Huo Mei’er berlari merebutnya dan menyandang tas tersebut lebih dahulu.
“Lengan Baiyu Ge terluka, tas ini biar Mei’er yang bawa,” sahut Huo Mei’er tak membiarkan tas itu direbut kembali oleh Baiyu. Selesai bicara, ia buru-buru berlari menuruni tangga dan keluar dari kamar. “Cepat, Baiyu Ge!” teriaknya.
Dengan Huo Mei’er menyandang tas rotannya, dan Baiyu berjalan kaki lenggang kangkung seperti ini, tentunya perasaan Baiyu tak nyaman. Apalagi semua mata orang-orang meliriknya seolah mempertanyakan betapa tega ia membiarkan seorang gadis membawa barang berat macam itu. Seandainya saja Huo Mei’er membawa pelayannya…
Huo Mei’er sendiri nampaknya tidak sadar jadi pusat perhatian. Dengan senang hati sambil menyenandungkan sebuah lagu ia terus berjalan di sisi Baiyu. Baru kali ini ada seseorang yang membiarkannya melakukan sesuatu untuk memamerkan ilmu kungfu yang pernah dipelajari. Menunjukkan bahwa seorang gadis pun bisa sekuat laki-laki. Buktinya, sekalipun tas itu berat, nafasnya tetap terdengar teratur tidak seperti orang yang kelelahan.
Di saat yang sama, Baiyu juga merasakan ada orang yang tengah membututinya. Orang tersebut tentunya menguasai ilmu kungfu yang cukup tinggi hingga membuatnya tidak dapat merasakan bagaimana karakternya dan sebagainya. Ia hanya dapat perasaan bahwa ada orang yang tengah mengintainya. Mungkin orang itulah yang mengirim zheng berukir padanya.
Fuke Jiulou selalu ramai. Begitu ramai hingga setiap meja terisi dan sebagian besar kamar penginapannya juga terisi. Itulah sebabnya Huo Yinqian begitu kaya. Keberhasilan usaha yang telah dimulai sejak orangtuanya muda ini, ketika di tangannya laba usaha meningkat berkali lipat.
“Namamu cepat sekali tersebar, Baiyu!” sapa Huo Yinqian. Ia tak merasa perlu menyapa Baiyu dalam statusnya sebagai cucu angkat kaisar karena mengerti pemuda tersebut tidak membutuhkan dan tidak peduli. Saat ini, Huo Yinqian sedang di rumah makan mengawasi bisnisnya ketika Baiyu datang bersama Huo Mei’er. “Mei’er, mengapa kamu bawa barang berat seperti itu? Kamu ini anak gadis!”
“Lengan Baiyu Ge sedang terluka, Die. Kalau barang seperti ini Baiyu Ge yang bawa, nanti lukanya berdarah lagi bagaimana?”
“Aku sudah berulang kali meminta barang itu, tapi ia tidak juga memberikan, Shushu.”
“Lihat, aku kuat ‘kan? Tidak kalah kuat dengan laki-laki. Die tidak perlu kuatir.”
Ia tahu kalau masalah seperti itu siapa yang sanggup melarang seorang Huo Mei’er? Ia sendiri sebagai orangtuanya kewalahan. Baiyu juga bukan anak buahnya yang bisa dengan puas dimarahai sebagai pelampiasan memuntahkan kekesalan tak bisa menasihati putrinya.
“Kenapa lenganmu bisa terluka, Baiyu? Lalu bagaimana bisa memeriksa pasienmu?”
“Bukan masalah besar. Di mana kamarnya, Shushu?” memberitahukan pada orang luar bahwa istana kaisar kemasukan penyusup bukan hal baik. Hanya suatu hal memalukan seolah memberi tahu bahwa para pengawal istana tak bisa diharapkan. Dengan demikian, keamanan negeri ini juga tidak baik.
Yang sakit ini adalah putra tunggal kepala biro pengawal Luping. Sebenarnya bukan sakit dalam arti sebenarnya atau sakit oleh ulah penyakit. Sakitnya karena diracuni orang. Baiyu tidak tahu bagaimana sejarahnya sampai ia bisa diracuni orang. Juga tak ingin tahu bagaimana kisahnya. Yang ingin dia tahu hanya dimana, siapa yang mungkin meracuni, apa reaksi pertama setelah terkena racun serta kondisi saat ini. Dengan ketiga hal tersebut, ia dapat memperkirakan racun apa yang digunakan dengan demikian ia bisa memperkirakan pengobatan apa yang harus diberikan.
“Kamu?” seru Baiyu terkejut mendapati orang yang mengawal pasiennya adalah orang yang pernah ditolongnya.
“Wabah penyakit desa Tu benar-benar membuat namamu terkenal,” ujar orang itu yang tak bukan adalah Cheng Ming. “Begitu terkenal hingga bertanya pada sembarang orang pun mereka langsung menjawab agar mencarimu di Jingcheng. Oh, harusnya kusapa ‘semoga Yang Mulia Dayao Wangzi berumur ribuan tahun’ terlebih dahulu,” katanya lalu hendak berlutut menyembah.
Cepat-cepat Baiyu menahan tangan Cheng Ming agar tidak melakukan hal itu. Katanya, “Ini luar istana, Baiyu hanya seorang langzhong muda, minim pengalaman. Kiranya Cheng Xiong tidak hendak mempermalukan Baiyu bukan? Lagipula terkenal karena suatu wabah bukan hal yang baik. Oh, siapa kira-kira musuh kalian?”
“Kemungkinan besar mantan anggota kelompok perampok Langhu. Setelah ketua mereka dibunuh Fan Ku beberapa bulan lalu, mereka terpecah belah mendirikan kelompok masing-masing.”
Fan Ku membunuh ketua kelompok Langhu bukan hal yang aneh bagi Baiyu. Tak jarang kelompok Langhu mengganggu bisnis pedagang yang berada di bawah perlindungan Baiyu Jiao. Ia sendiri pernah bertarung dan membunuh adik angkat ketua kelompok Langhu beberapa tahun yang lalu. Tapi nampaknya Fan Ku tidak memperkirakan kemungkinan munculnya kelompok-kelompok kecil perampok seperti yang terjadi saat ini.
“Langhu… dalam kelompok Langhu ada seseorang yang paham tentang racun. Racun andalannya disebut ‘racun perusak hati’. Tampaknya racun itulah yang menyerang gongzi ini.”
Dengan hasil analisa yang dibenarkan oleh keluarga pasien ini, seharusnya Baiyu menggunakan jarum perak untuk menusuk beberapa titik meridian, memaksa racun tersebut keluar. Tapi tangan kanan yang biasa digunakan untuk hal tersebut terluka. Sakitnya tak kunjung usai jika harus digunakan menekan jarum dan menusukannya ke lapisan kulit bahkan bisa jadi jarum menusuk titik yang salah karenanya.
“Kenapa, Xiao Langzhong?” Cheng Ming memandangi Baiyu heran. Dilihatnya tangan kiri Baiyu tengah memegangi dan memijat pelan lengan kanannya sendiri. Jarum yang tadi dipegangnya juga diletakkan kembali.
“Pagi tadi lenganku terluka,” Baiyu menjawab yang sejujurnya pada Cheng Ming.
“Lalu bagaimana?” raut wajah Cheng Ming cemas dan takut.
“Baiyu Ge, lama sekali,” tegur Huo Mei’er menyelonong masuk ke dalam kamar. “Kenapa tanganmu? Sakit lagi?”melihat Baiyu diam sambil memegangi lengan yang terluka membuat Huo Mei’er cemas. Ia langsung mendekati Baiyu.
Baiyu menganggukkan kepala. “Tolong bantu aku, Mei’er.”
Baiyu memberikan jarum pada Huo Mei’er lalu memberinya intruksi untuk menusuknya di beberapa titik meridian di lengan dan pundak kanannya.
Tusukan jarum di sana kiranya untuk mengurangi rasa sakitnya sementara waktu. Satu hal yang tidak diberitahukan pada Huo Mei’er adalah ketika pengaruh terapi itu hilang, rasa sakitnya justru akan berlipat ganda dari yang dirasakannya sekarang. Tapi dengan terapi ini, ia bisa memberikan pengobatan pada putra tunggal kepala biro pengawal Luping.
Setelah selesai memberikan terapi akupuntur, Baiyu menuliskan resep obat untuk pasiennya lalu pamit keluar kamar. Mukanya sangat pucat karena terapi yang dilakukan Huo Mei’er sudah tak lagi berfungsi. Rasa sakit yang luar biasa menyerang lengannya.
“Baiyu Ge…,” Huo Mei’er benar-benar tak tega melihat wajah pucat Baiyu.
“Panggilkan tandu, Mei’er.” Artinya Baiyu tak sanggup lagi menahan rasa sakit sambil berjalan kaki pulang ke rumah.
“Mei’er, apa yang terjadi dengan Baiyu?” tegur Huo Yinqian setelah tandu yang membawa Baiyu pergi dari hadapan. “Apakah lukanya parah?”
“Baiyu Ge terkena panah karena menolong Taizi Ye,” bisik Huo Mei’er di telinga Huo Yinqian lalu memberi kode agar diam. “Sebenarnya Baiyu Ge bilang jangan beri tahu orang lain,” kembali Huo Mei’er berbisik.
Tanpa disadari mereka, Cheng Ming sedang berdiri tak jauh dari mereka ikut memperhatikan tandu yang membawa Baiyu pergi.
“Menurut rumor, ada suatu titik meridian yang jika dirangsang membuat rasa sakit di luka sementara hilang. Tapi setelahnya rasa sakit yang timbul akan lebih parah dari sebelum itu. Sepertinya titik itu yang tadi diminta Xiao Langzhong untuk dirangsang dengan akupuntur oleh Guniang,” ujar Cheng Ming.
Mendengarnya Hati Huo Mei’er terasa pedih. Jadi sakitnya Baiyu kali ini karena ulah dia. Seandainya ia tahu, tak mungkin dengan mudah menyetujui permintaan itu.
“Guniang, sebenarnya apa yang terjadi dengan Xiao Langzhong?”
“Baiyu Ge… dia… aiya… lengannya terluka karena dia ceroboh. Ceroboh! Ceroboh!” jawab Huo Mei’er lalu meninggalkan ayahnya dan Cheng Ming.
***
Baiyu benar-benar tak peduli penguntit masih terus menempel bahkan terus mengikuti tandunya. Sampai di depan gerbang kediaman keluarga Zhang, ia turun dari tandu melirik ke arah kiri dengan tersenyum sinis baru masuk ke dalam. Sementara itu, tandu yang mengangkutnya kembali ke kediaman keluarga Huo.
Yang paling cemas tentu saja Zhang Shahai. Ketika dilihatnya Baiyu masuk ke dalam rumah dengan wajah pucat, ia yang pertama kali menghampiri. “Mengapa terluka seperti ini tetap keluar rumah?”
“Ada pasien, Fuqin. Dia keracunan, kalau tidak segera ditolong, nyawanya dalam bahaya.”
“Tapi nyawamu juga dalam bahaya.”
Baiyu tersenyum. Berusaha membuat Zhang Shahai lebih santai. “Lukaku tidak separah itu. Fuqin tidak perlu secemas ini. Bukankah Taiyi tadi juga mengatakan seperti itu?”
“Huh, sejak mereka tidak tahu penyakit istriku, aku tidak pernah percaya kata-kata mereka.”
“Kalau aku sendiri yang mengatakan, apakah Fuqin akan percaya?”
“Ini…”
Baiyu tersenyum. “Baiyu tak apa. Luka ini hanya luka kecil. Dalam hitungan hari pasti akan sembuh.”
Akhirnya Zhang Shahai tidak membahas masalah luka itu. Menghela nafas, Zhang Shahai berkata lagi, “Kami sudah mendiskusikan, mulai besok, seorang pengawal akan menjagamu.”
“Fuqin… pasienku akan takut kalau aku bawa pengawal kemana-mana. Lagipula aku ini hanya seorang tabib kecil, siapa pula yang menginginkan nyawaku?”
“Kamu bukan tabib kecil, anakku. Kamu ini cucu angkat Huangshang. Cobalah sedikit belajar untuk bertindak layaknya bangsawan lain. Minimal… biarkan seorang pengawal menjagamu agar kami tenang. Kamu tidak bisa kungfu, kalau ada orang yang menculikmu bagaimana?”
Tahu terus mengelak juga hasilnya akan sama saja, membuat Baiyu berpikiran mengalah akan lebih baik. “Tapi hanya satu orang? Rasanya risih jika mengunjungi pasien diikuti banyak orang.”
“Ya, satu orang. Aku sudah mendapatkan orangnya. Ilmu kungfunya terbilang tinggi. Dan kamu juga akan Fuqin ajari ilmu kungfu keluarga kita. Semua adik-adikmu bisa, hanya kau sendiri yang tidak bisa.”
“Baik, Fuqin.”
“Aku juga akan mengajarimu panahan.”
“Ya, Fuqin.”
“Juga…”
“Ilmu meringankan tubuh, pisau terbang? Bukankah lama-lama aku jadi lebih mirip pendekar?”
Zhang Shahai melirik Baiyu dengan muka tak percaya anaknya yang pendiam ini bisa bercanda.
“Tenang saja, Fuqin. Baiyu bisa menjaga diri sendiri. Apalagi Fuqin akan mengajarkan ilmu kungfu dan panahan itu juga akan ada seorang pengawal menjagaku. Fuqin tidak perlu kuatir apapun lagi. Bisakah?”
Zhang Shahai bergeming. Menjawab ‘iya’ juga tidak, ‘tidak’ pun tak keluar.
“Baiyu mohon diri, Fuqin,” kali ini Baiyu meninggalkan ayahnya kembali ke kamar, Grha Taman Harapan.
*
Tengah malam pun berlalu. Tapi Baiyu sama sekali tidak bisa tidur. Matanya yang sedang terpejam juga tidak menandakan ia benar-benar tidur. Memejamkan mata hanya usaha yang sia-sia sebab pikirannya terus bekerja memikirkan zheng yang bisa ada di kamar itu.
Jelas tujuan Sang Pengirim adalah memberitahukan bahwa identitasnya sudah diketahui sekaligus untuk mengancam keberadaannya. Ini yang telah terpikir oleh Baiyu sejak siang tadi. Namun siapa yang melakukan, Baiyu belum tahu dan benar-benar tidak bisa memperkirakan orangnya.
Sekelebat bayangan tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya. Ia mendekati meja dimana zheng berada siang tadi lalu kemudian pergi dalam bayangan juga seolah-olah ia adalah setan yang tidak memiliki wujud manusia.
Baiyu dapat mendengar suaranya juga suara langkah kaki yang sangat ringan itu. Tapi ia sama sekali tak dapat melihat wujudnya. Selain sekelebat bayangan seperti setan yang datang dan pergi tanpa permisi. Buru-buru, ia bangkit dari dipan mendekati meja.
Di meja ia melihat setelan baju terlipat rapi yang dikenalinya sebagai bajunya. Lebih tepatnya baju Bai Lengyu yang dijahit sendiri oleh Yi Meixin. Baju itu harusnya ada dalam bungkusan kain yang dikubur di belakang rumah Chu Langzhong. Sama seperti zheng tadi siang.
Lipatan baju tersebut dibukanya. Di bagian pinggang, dalam cahaya buram, terlihat bagian itu nampak kotor padahal yang lainnya bersih tanpa noda. Akhirnya Baiyu menyalakan lilin agar dapat melihat kotoran apa yang menempel di baju tersebut.
Darah! Entah darah manusia atau darah hewan. Darah itu telah mengering di bagian pinggang. Tepat di daerah luka akibat tusukan pedang yang diterimanya kala Baiyu Jiao diserang orang-orang dunia persilatan. Padahal bukan baju itu yang dikenakan waktu itu.
Rambut-rambut tipis di sekujur tubuh Baiyu menegang. Apakah yang diinginkan orang itu adalah nyawanya? Tapi ia tidak ingin mati. Tidak ingin mati di tempat itu karena hanya akan membuat Zhang Shahai terluka.
Baiyu benar-benar sadar bahwa ilmu meringankan tubuh yang dikuasai orang itu jauh lebih tinggi darinya. Entah ilmu kungfu lain. Apakah mereka sebanding ataukah ilmu kungfu Baiyu masih sedikit lebih tinggi?
Tapi hal itu juga tidak berarti. Baiyu tidak bisa lagi mengeluarkan tenaga dalamnya. Mengeluarkan tenaga dalam hanya akan membuat racun dalam tubuhnya kambuh. Tidak mengeluarkan tenaga dalam saja ia harus makan butiran obat setiap hari. Apalagi kalau ia nekat menggunakan tenaga dalam. Karenanya kalau mereka beradu tenaga dalam, kemungkinan ia yang akan kalah atau menang untuk langsung mati di tempat itu juga.
Segala pikiran atas kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi berkecamuk di kepala. Padahal waktu terus berlalu. Matahari pagi kemudian datang menyambutnya tanpa mengerti apapun jua. Saat itulah terdengar suara pintu di bawah diketuk oleh seseorang dari luar.
“Baiyu, apakah kamu masih belum bangun?” tanya orang yang mengetuk pintu. Jelas adalah suara Zhang Shahai.
Mendengarnya, Baiyu bergegas mengambil mantel untuk menutupi baju tidurnya lalu membukakan pintu. “Pagi, Fuqin.”
Di belakang Zhang Shahai seorang laki-laki di usia pertengahan dua puluhan berdiri tegak seperti prajurit yang siap mati di medan perang.
“Baru bangun? Sini, kalian saling mengenal dulu. Dia Xiao Tian yang akan menjagamu. Xiao Tian, dialah Dayao Wangzi, cucu angkat Huangshang, putraku. Kalau kau sampai lalai menjaganya, Huangshang yang akan memenggal kepalamu. Mengerti?”
“Siap, Da Jiangjun!” Xiao Tian menjawab dengan suara lantang dan tegas.
Jelas orang ini menguasai kungfu. Tinggi, mungkin setaraf dengan kungfu yang dikuasai Bai Lengyu. Sekalipun kurang, itupun hanya sedikit. Dia adalah lawan sebanding bagi seorang Bai Lengyu.
Langkah kakinya ringan, berarti orang ini menguasai ilmu meringankan tubuh, ilmu yang tidak diajarkan pada prajurit. Bahkan Baiyu yakin, Zhang Shahai pun tak menguasai ilmu meringankan tubuh selayaknya orang-orang dunia persilatan umumnya. Artinya Xiao Tian adalah seseorang dari kalangan dunia persilatan.
Sorot matanya tajam menghadang Baiyu, bisa jadi ia sedang menilai Baiyu seperti yang sedang Baiyu lakukan padanya.
“Bagaimana lukamu, Baiyu?”
“Sudah lebih membaik. Fuqin tak perlu kuatir. Aku sedang meracik obatku sendiri.”
Zhang Shahai menganggukkan kepalanya. Ia menghela nafas sambil melihat matahari yang mulai meninggi. “Ada perubahan formasi tentara. Fuqin harus melihat latihan mereka.”
Maka Baiyu membiarkan ayahnya berlalu pergi.
“Tunggulah di sini.”
Disuruhnya Xiao Tian menunggu di ruangan bawah. Sementara ia sendiri naik tangga ke atas. Tak seberapa lama ia kembali turun. Bajunya kini sudah rapi. Seperti biasa, ala gembel. Yang jelas bukan kain kualitas terbaik. Pakaian yang membuatnya terlihat bersahaja.
Xiao Tian memandangi Baiyu tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Jelas-jelas ia diperintahkan untuk menjaga seorang cucu angkat kaisar. Tapi yang berdiri menunggu agar ia segera beranjak ini tak pantas disebut cucu angkat kaisar. Disebut gelandangan juga tak pantas. Bajunya lebih baik dari gelandangan di jalan. Dan dari gerakan tubuhnya terpancar suatu aura yang membuat orang-orang biasa akan sungkan. Kata-katanya juga terdengar tegas. Keduanya mencerminkan orang itu layak menjadi seorang pemimpin.
Sungguh ia tak mengerti apakah orang tersebut sengaja melakukan hal ini padanya. Semua yang dilakukan orang yang harus dikawal ini membuatnya bertanya-tanya sepanjang waktu tentang apakah yang sebenarnya mereka lakukan sepanjang hari ini.
Tempat yang dituju Baiyu juga bukan tempat yang dituju layaknya seorang bangsawan. Awalnya, mereka pergi ke sebuah penginapan. Dikiranya mereka tetap bertahan di sana cukup lama. Adalah tindakan wajar menurut Xiao Tian jika seorang pangeran mengunjungi sebuah penginapan, bertemu dengan seseorang membincangkan sesuatu atau melakukan ‘sesuatu’. Ternyata keberadaan di sana tak sampai seperempat hari.
Xiao Tian juga tidak begitu jelas dengan apa yang dilakukan Baiyu di dalam sebuah kamar di penginapan itu. Karena Baiyu menyuruhnya menunggu di luar pintu kamar. Hanya kadang terdengar suara obrolan seperti berikut: “Kapan Gao Hu Ge pulih total? Apakah racunnya bisa dikeluarkan semua?”, “Aku akan berusaha sebaik mungkin.”, “Laorenjia, kakek angkatmu?”, “Beliau sudah meninggal”, “Mengapa hari ini ada orang yang mengikuti di belakang Xiao Langzhong?”, “Fuqin terlalu mencemaskan keselamatanku. Jadi ia meminta orang untuk menjagaku.”.
Tak lama setelah obrolan tersebut, Baiyu keluar dari kamar menemui seseorang yang menurut Xiao Tian adalah pemilik tempat tersebut. Nampaknya hubungan antara Baiyu dengan orang tersebut cukup dekat. Didengarnya Baiyu memanggil orang tersebut dengan sebutan shushu. Dengan anak gadis orang itu juga sangat dekat. Gadis itu memanggil dengan sebutan ‘Baiyu Ge’ dan tampak tak mau pisah dari Baiyu. Apakah gadis ini kekasih dari Baiyu?
Setelah keluar dari penginapan, Baiyu membawanya ke tempat kumuh. Di tempat inilah, orang yang harus dikawalnya ini mondar-mandir keluar masuk dari rumah satu ke rumah lain. Sama sekali ia tidak melihat rasa jijik di muka Baiyu, sebuah emosi yang biasanya wajar ditemui pada wajah bangsawan-bangsawan lain ketika bertandang ke tempat kumuh seperti ini.
Mereka lebih lama berada di sana, di satu rumah yang hanya dihuni seorang kakek dan seorang anak yang sakit-sakitan. Barulah ketika sore tiba, Baiyu beranjak pergi. Oh, tidak langsung pulang. Ia kembali ke penginapan yang mereka kunjungi awal tadi. Kembali masuk ke kamar yang sama, beramah tamah dengan sedikit kata-kata dan lebih banyak senyuman, menyapa anak gadis pemilik penginapan, meladeni rajukan manja ala gadis keluarga kaya, baru mereka kembali ke kediaman keluarga Zhang.
***
Ketika Baiyu masuk ke dalam Grha Taman Harapan dan naik ke lantai atas, sekelebat bayangan kembali dilihatnya. Jadi dari kemarin, orang itu telah tiga kali mondar-mandir masuk ke kamarnya tanpa ada seorangpun tahu siapakah orang tersebut. Benar-benar membuktikan ilmu meringankan tubuhnya yang sangat hebat. Baiyu pun jadi salut.
Tak mungkin mengejar dan lagi tak ingin orang lain tahu bahwa ia bisa kungfu, Baiyu langsung mendekati meja yang sama dengan hari kemarin.
Lagi-lagi baju Bai Lengyu yang diletakkan di atas meja itu. Noda darah ditemukan di bagian punggung sebelah kiri. Baju itu juga sobek-sobek di beberapa tempat. Sobekan itu seolah menunjukkan bahwa ada seseorang yang pernah terluka seperti itu.
Sebenarnya, letak sobekan baju itu sama persis dengan posisi luka Yuan Feng. Namun Baiyu mana mungkin ingat, sudah banyak kali ia bertarung dan membunuh. Terlebih lagi yang membunuh Yuan Feng bukan dia.
Ingat, waktu itu ia sudah terkena obat bius Yuan Feng dan nyaris mati. Zhu Bu-lah yang membunuh Yuan Feng dengan ‘pisau giok terbang’-nya. Lagipula, orang-orang yang menjadi korban ‘keganasan’ pedangnya tidak sedikit. Dari semua orang itu, Baiyu hanya mengingat pertarungannya dengan Shi Bui Yi dan Wanshang Bianfu.
Dengan baju yang dikirim hari ini, sudah ada tiga barang Bai Lengyu yang ditunjukkan padanya. Baiyu tak mengerti apa rencana orang itu selanjutnya. Berniat mencabut nyawanyakah atau hanya ingin menakut-nakuti.
Kiranya otak Baiyu pun tak mampu lagi dipakai untuk memperkirakan tindakan musuh itu. Siapa orangnya pun tak jelas. Ada kemungkinan orang tersebut adalah Xiao Tian. Yang pasti bukan Zhang Erbao. Adik tirinya ini betapapun memusuhinya tak mungkin sanggup menganalisa sedetail itu sampai tahu bahwa dia adalah Bai Lengyu.
Baru dipikirkan, orangnya justru muncul. Ia mengetuk pintu dengan kasar seolah harinya akan habis saat itu juga. Pesannya hanya satu, yaitu Qhing Gongzhu mencarinya.
Tanpa diberitahu atas alasan apa ia dicari, Baiyu pergi menjumpai Qhing Gongzhu. Rupanya, Nan Houwang membawa istri dan anaknya datang. Entah rencana apa kali ini yang dijalankan oleh mereka.
“Bagaimana lukamu?” Nan Houwang yang bertanya.
Agaknya Qhing Gongzhu sengaja mengajak mereka berbincang di paviliun Taman Kemurnian. Taman itu letaknya dekat dengan grha yang menjadi kamar Baiyu.
“Sudah lebih baik.”
“Kalau belum membaik, besok tidak perlu keluar rumah, mengerti?”
“Lalu bagaimana pasienku, Muqin?”
“Bisa cari Langzhong lainnya.”
Baiyu menggelengkan kepalanya tidak setuju. “Obat yang diberikan beda sifat justru akan berbahaya. Ia keracunan, Muqin. Bukan sekedar sakit.”
“Hahaha….,” tawa Nan Houwang membahana. “Benar-benar tabib teladan. Seandainya semua tabib sepertimu, Baiyu.”
“Baiyu tak ada apa-apanya. Tak ada yang perlu dibanggakan.”
Dilihatnya Gao Qhingnu selalu melirik ke arahnya, berharap Baiyu akan membuka percakapan. Tapi kemudian Baiyu justru terdiam.
“Qhingnu, bukankah ada sesuatu yang hendak kau berikan pada Baiyu? Mengapa diam saja?” tegur Lianfei Gongzhu.
Malu-malu Gao Qhingnu mengangguk. Ia memanggil pelayannya. Dan tak lama pelayannya datang membawa sebuah rantang kayu. Dari dalam rantang, sebuah mangkuk keramik tertutup rapat dikeluarkan bersama sebuah mangkuk makan dan sendok.
Gao Qhingnu sendiri yang menyendokkan sup obat, isi mangkuk keramik ke dalam mangkuk makan. “Sup ini Qhingnu yang buat. Kata penjualnya bahan-bahan sup ini mempercepat penyembuhan luka.”
Dari bau sup yang tercium, Baiyu langsung mengenali bahan apa saja yang dimasukkan ke dalamnya. Memang, kandungan dalam sup itu normalnya akan mempercepat pengeringan luka. Tapi tidak bagi Baiyu. Karenanya ia hanya memandangi mangkuk yang disodorkan padanya.
“Kenapa hanya dipandangi Baiyu?” tegur Qhing Gongzhu.
“Baiyu Ge seorang tabib terkenal, mungkin penjualnya telah berbohong,” Gao Qhingnu yang menjawab dengan wajah muram.
“Bu… bukan begitu…,” jawab Baiyu tidak enak hati. Menjawab bahwa sup itu tidak berarti bagi lukanya justru akan menimbulkan pertanyaan. Belum lagi Zhang Erbao terus mengintai menunggu ia salah bicara.
Akhirnya ia menarik mangkuk itu ke hadapan. Hanya ia yang tahu tentang racun yang ada di tubuhnya. Lebih baik selamanya tak bertambah seorangpun yang tahu masalah itu.
Gao Qhingnu memandangi sangat puas ketika Baiyu menyendokkan sup ke dalam mulut lalu menelan.
Sedang menyendokkan sup, tiba-tiba seorang pelayan melaporkan bahwa Huo Mei’er datang mencarinya. Doa Baiyu hanya satu, mudah-mudahan saja Huo Mei’er dapat menyelamatkannya dari Gao Qhingnu.
Ia berdiri pamit pada Qhing Gongzhu lalu menghampiri Huo Mei’er. Berbeda dengan Gao Qhingnu yang membawa sup siap minum, yang dibawa Huo Mei’er adalah bahan mentahnya. Dengan tersenyum malu-malu ia mengatakan tidak pandai memasak, takut sup itu membuat Baiyu muntah, lebih baik bahan-bahannya yang diberikan pada Baiyu.
Bagi Baiyu, itu hal baik. Ia bisa memilih dari bahan-bahan itu yang memang bisa digunakan untuk tubuhnya sedang lainnya bisa disimpannya. Tersenyum, ia mengajak Huo Mei’er masuk ke dalam ke arah Taman Harapan yang mengitari kamarnya.
Tentu saja ketika mereka mendekati Taman Harapan, mereka akan melewati lorong di pinggir Taman Kemurnian, dengan demikian, Gao Qhingnu dapat melihat kedua orang itu berlalu dalam iringan tawa dan senyum.
“Setelah kejadian itu, apakah Bai Lengyu dibawa ke rumah Chu Langzhong?” pertanyaan Huo Mei’er terdengar sampai ke telinga Gao Qhingnu dan lainnya.
“Kata Gan Yeye begitu.”
“Lalu?”
Baiyu menggelengkan kepalanya. “Gan Yeye sangat membenci pengikut Baiyu Jiao. Mana mau Gan Yeye turun tangan?”
“Ayi[8], siapa gadis itu? Mengapa Baiyu Ge sangat dekat dengannya?” jelas nada Gao Qhingnu menyiratkan kecemburuan.
“Dia Huo Mei’er. Putri saudagar Huo, kawan akrab Yizhang[9]. Dulu ayahnya yang membawa Baiyu ke rumah ini untuk menyembuhkan penyakitku.”
“Apakah Yizhang berniat menjodohkan Baiyu Ge dengan dia?”
Pertanyaan tersebut menyadarkan Qhing Gongzhu. Apakah suaminya sejak awal berniat menjodohkan Baiyu dengan Huo Mei’er? Apakah tujuan Baiyu meminta kaisar tidak perlu pusing mengurus calon istrinya karena Huo Mei’er?
“Saudagar bermarga Huo… apakah ia putri Huo Laoban, Huo Yinqian?” tanya Nan Houwang.
Qhing Gongzhu mengangguk membenarkan tebakan tersebut.
“Benar-benar gadis unik. Dia tahu bagaimana mendapatkan simpati. Chu Langzhong dekat dengan kalangan dunia persilatan, membicarakan orang-orang dunia persilatan yang punya dendam dengan Chu Langzhong pasti menarik perhatian cucu angkat Chu Langzhong. Qhingnu, kamu kalah satu langkah dari dia.”
Gao Qhingnu merengut mendengar itu. Ia tahu ayahnya sengaja menggoda.
“Mengapa kamu tertarik dengan masalah ini?” terdengar Baiyu bertanya dengan nada heran. Mereka sudah hampir keluar dari taman itu menuju pintu bulan di sisi kiri taman tersebut.
“Karena… coba Baiyu Ge bayangkan… Bai Lengyu umurnya seusia Baiyu Ge. Tapi sudah dipercaya menjadi penerus jiaozhu. Bukankah dia sangat hebat?”
“Tapi dia pengikut Baiyu Jiao.”
Huo Mei’er menggelengkan kepalanya tidak setuju. “Dia dari perguruan manapun tetap saja dia orang yang sangat… sangat cerdas,” mata Huo Mei’er berbinar-binar ketika bicara. Rupanya ia sungguh-sungguh memuja Bai Lengyu.
“Pujaannya juga bukan orang biasa!” tawa Nan Houwang membahana sampai-sampai Huo Mei’er batal melewati pintu bulan dan melirik ke arah mereka. Tertarik dengan suara tawa itu.
“Dia adalah Nan Houwang di sampingnya adalah istrinya, Lianfei Gongzhu, kakak kandung Muqin lalu yang seusiamu adalah putri mereka Gao Qhingnu.”
Tersenyum, Huo Mei’er berjalan mendekati mereka. “Maaf, Mei’er tidak tahu Boniang[10] di sini. Mei’er beri salam pada Boniang.”
Qhing Gongzhu mengangguk dan tersenyum. “Kamu tambah dewasa dan tambah cantik, Mei’er.”
“Benarkah? Die dan Niang tidak pernah mengatakan itu padaku. Kata mereka aku selalu kekanak-kanakan dan manja.”
“Tak tahu malu. Dipuji bukannya mengelak malah bertingkah seperti itu. Membicarakan seorang laki-laki pujaan pula,” gerutu Gao Qhingnu kesal. Tambah kesal karena terlihat dari mata Baiyu saja sudah nampak laki-laki itu benar-benar memperhatikan Huo Mei’er.
Huo Mei’er melirik ke arah Gao Qhingnu. “Junzhu[11], mengapa Anda begitu kesal? Mulut seorang junzhu harusnya dijaga, mengerti? Baiyu Ge saja dia tidak kesal. Dan memang Bai Lengyu orang hebat. Kau mana mungkin punya kesempatan mengenal orang-orang hebat macam itu.”
“Sudah, sudah. Matahari terbenam ini demikian indah. Jangan kalian rusak dengan pertengkaran macam ini. Sana, yang muda-muda pergilah. Biarkan kami mengobrol bertiga di sini,” himbau Nan Houwang sebelum anaknya yang sedang naik pitam ini bertambah kesal.
Berpindah ke Taman Harapan, rupanya tidak membuat pertengkaran di antara kedua gadis ini surut. Bahkan kemudian Zhang Yilang dan Zhang Erbao juga Baiyu ‘dipaksa’ menonton pertikaian mulut di antara mereka.
Huo Mei’er bukan gadis rumahan, punya teman-teman berandalan, tentu saja bukan lawan mudah bagi Gao Qhingnu yang sehari-hari lebih sering di rumah dan semua orang tunduk padanya.
Zhang Erbao dan Zhang Yilang hanya berdiam diri menonton pertikaian. Jarang-jarang mereka melihat para gadis bertikai. Terutama di markas tentara tempat mereka biasa latihan, tak ada satupun perempuan di sana. Hanya para laki-laki yang berlatih tarung dengan tangan dan otot. Tak satupun bertikai dengan mulut seperti yang ditemuinya saat ini.
Baiyu juga diam. Lelah melerai mereka. Menghalangi Huo Mei’er, justru ia kena omel Huo Mei’er. Menghalangi Gao Qhingnu, ganti Gao Qhingnu marah padanya.
“Lebih baik kamu segera nikahi salah satu dari mereka atau kamu nikahi perempuan lain,” tegur Zhang Yilang.
“Benar. Benar. Hebat sekali orang satu ini membuat dua gadis terhormat bertengkar demi dirinya,” kali ini pasti Zhang Erbao. Dengan mata kesal dan sinis ia melirik Baiyu.
Mungkin karena celetuk itu atau karena lelah mendengar pertengaran dan mungkin karena kedua hal tersebut, Baiyu memutuskan meninggalkan mereka. Ia masuk ke Grha Taman harapan dan menutup pintu rapat. Diambilnya baju-baju Bai Lengyu yang dikirim padanya juga zheng berukir. Semuanya dibawanya ke dipan dipandangi bergantian berulang kali.
Lebih baik barang-barang ini kubakar saja. Jika Er Bao menemukan ini, hanya akan menambah kecurigaannya padaku.
“Baiyu Ge!” jerit Huo Mei’er di luar pintu.
“Baiyu Ge!” kali ini jerit Gao Qhingnu.
“Baiyu Ge!” yang ini pasti Zhang Yu’er.
Baiyu mengacuhkan mereka.
Lalu terdengar suara Zhang Yu’er menangis. Tapi sepertinya senjata Zhang Yu’er yang biasanya ampuh meluluhkan hati Baiyu kini sia-sia belaka. Baiyu masih bergeming, diam memandangi barang-barang itu. Ia sedang mencari jalan agar bisa keluar Jingcheng tanpa diketahui seorangpun.
Baiyu memasukkan semua barang-barang itu ke dalam lembaran kain dan membungkusnya dengan rapat. Setelah itu barulah ia keluar kamar.
“Sudah selesai pertengkaran kalian?” tanya Baiyu memandangi Gao Qhingnu dan Huo Mei’er.
Kedua gadis itu menundukkan kepalanya tapi matanya saling melirik marah.
“Mei’er, kamu pulang saja dulu. Obat darimu pasti kugunakan. Lain kali akan kuberi tahu setiap nama isi obat-obat yang umum untuk dijadikan sup.”
“Benarkah? Nanti kalau Baiyu Ge cari obat ke hutan, aku harus diajak ya.”
Baiyu mengangguk agar Huo Mei’er segera pulang.
“Junzhu, Baiyu hanya laki-laki urakan, tidak pantas menerima perhatianmu. Maaf.”
Bagi Gao Qhingnu jelas sudah bahwa Baiyu sama sekali tidak tertarik padanya. Menurunkan derajat dengan mengejar Baiyu juga dia tak mau.
“Yi Lang, tolong gantikan aku hantar Junzhu ke paviliun tempat orangtuanya berada,” selesai bicara, Baiyu kembali masuk ke kamarnya dan menutup pintunya rapat.
“Dalam hati Baiyu Ge hanya ada Huo Mei’er kan? Karena Huo Mei’er, baru Baiyu Ge meminta Huangshang tidak menjodohkan dengan siapapun. Aku benar bukan?”
“Kau adalah Junzhu, berteriak seperti itu tidak indah didengar.”
Yang dikatakan Baiyu memang benar. Tapi Gao Qhingnu ingin melampiaskan kekesalannya. Kali ini saja, biarkan ia melampiaskan kekecewaannya. Jelas-jelas Baiyu selalu menggunakan nada lembut ketika bicara dengan Huo Mei’er. Jelas-jelas Baiyu selalu tersenyum bersama Huo Mei’er. Tapi tidak ada nada lembut bersamanya.
Banyak laki-laki yang menginginkannya. Tapi mengapa Baiyu tidak? Mengapa Baiyu lebih tertarik dengan gadis manja yang menurutnya tidak kenal sopan santun itu?
***
Malam kemudian datang. Gelapnya menelan bumi. Walaupun sinar bintang kelap-kelip di langit sana, dan bulan pun bulat bersinar, semuanya tak sanggup menghapus gelapnya malam.
Di tengah gelapnya malam itulah Baiyu mengendap-endap keluar dari kediaman keluarga Zhang membawa bungkusan kain. Isi bungkusan itu tak lain adalah baju-baju Bai Lengyu dan zheng yang dikirim padanya. Ia akan membakar semua barang itu malam ini juga.
Tengah malam seperti ini, pintu gerbang Jingcheng tentu sudah ditutup. Akan tetapi, dengan ilmu meringankan tubuh, melompati tembok tebal pembatas kota bukan hal yang sulit bagi Baiyu.
“Siapa itu?” rupanya Zhang Yilang yang belum tidur melihat Baiyu dalam pakaian serba hitam keluar dengan melompati tembok rumah. Cepat-cepat ia keluar mengejar Baiyu.
Tahu dirinya dikejar, Baiyu mempercepat langkahnya, menggunakan ilmu meringankan tubuh melompat dari satu atap ke atap rumah lainnya. Dengan demikian, Zhang Yilang yang tidak menguasai ilmu meringankan tubuh itu tak mungkin dapat mengejar. Tapi ada satu hal yang tak terpikirkan oleh Baiyu.
Seseorang yang memang sudah seharusnya diwaspadai mengejar. Ilmu meringankan tubuh orang ini sangat hebat. Lebih tinggi darinya dan mungkin setinggi orang yang mengirimkan baju-baju Bai Lengyu padanya. Dia adalah Xiao Tian.
Dalam sekejab Xiao Tian sudah berdiri di depan Baiyu menghadang. Apa yang terjadi kemudian tentu sudah dapat diperkirakan. Mereka berdua bertarung dengan tangan kosong.
Baiyu tak membawa pedang dan Xiao Tian tergolong berjiwa pendekar. Ia tidak mau melawan orang tanpa senjata dengan senjata. Lagipula tampak dia percaya diri dengan kemampuan bertarung tangan kosong. Dari atap rumah, mereka turun ke jalan.
Zhang Yilang tak mungkin melewatkan setiap kesempatan. Ia ikut turun tangan bahu membahu dengan Xiao Tian membuat Baiyu harus melawan adik tiri dan pengawalnya sekaligus.
Gerakan Zhang Yilang rupanya lebih banyak ditujukan untuk merebut barang yang dibawa Baiyu. Sepertinya karena ia mencurigai orang bercadar adalah maling atau perampok yang menjarah harta keluarga Zhang sedangkan Xiao Tian selalu berusaha membuka cadar hitam yang menutupi wajah Baiyu. Tentu demi membuka penyamaran Baiyu malam itu.
Seandainya saja tangannya tak terluka dan memegang pedang, Baiyu tentunya sudah berhasil menang dari mereka sejak beberapa jurus yang lalu. Kekuatan utama Baiyu dengan bersenjata pedang. Ia tak begitu pandai bertarung dengan tangan kosong. Hal ini membuat petarungan satu lawan dua ini berlangsung berlarut-larut.
Entah bagaimana caranya, Zhang Yilang berhasil merebut zheng yang tentu saja menonjol keluar dari bungkusan kain Baiyu. Mungkin karena Zhang Yilang pandai melihat situasi dan berstrategi sesuai keadaan. Ia memanfaatkan gerakan Baiyu yang berusaha menghindari pukulan Xiao Tian dengan melompat miring. Dengan gerakan itu, tubuh zheng mudah diraih oleh Zhang Yilang.
Melirik sesaat pada zheng yang kini berada di tangan Zhang Yilang, di saat yang sama Xiao Tian tetap berusaha menarik cadar Baiyu.
Ikatan cadar terlepas. Baiyu pun cepat-cepat kabur dengan sisa isi buntalan setelah membanting bom asap terlebih dahulu. Asap yang keluar dari bom yang dibanting Baiyu membuat Xiao Tian pun Zhang Yilang tak dapat menerka ke arah jalan mana yang ditempuh lawannya itu.
Membawa pulang zheng, Zhang Yilang bertanya-tanya siapa tamu tak diundang dan apa saja barang yang ada dalam bungkusan kain tersebut. Hati pemuda itu masih bertanya-tanya siapa orang bercadar tersebut.
Di kediaman keluarga Zhang, Baiyu bertindak seolah tak tahu apapun. Keluar dari kamar bertanya-tanya pada pelayan apa yang telah terjadi. Wajahnya benar-benar tampak polos, benar-benar terlihat tidak tahu sama sekali.
Melihat Zhang Yilang pulang dengan membawa zheng berukir, Zhang Shahai segera menghadangnya. Ia tentu mengenali zheng tersebut. “Darimana kau dapat zheng itu?”
“Seorang penyusup datang ke rumah. Untung aku melihatnya pergi. Lalu dibantu Xiao Tian aku mengejar. Tapi yang kudapat hanya zheng ini saja.”
Zhang Shahai mengambil zheng di tangan putranya. Ia sangat terkejut melihat zheng tersebut. Tak mungkin salah mengenali, ini adalah zheng yang diberikan pada Nvlei sebagai mas kawin. Juga zheng yang digambarkan Wanshang Bianfu sebagai milik Bai Lengyu.
“Baiyu, kau benar-benar yakin Bai Lengyu telah mati?”
Baiyu ragu-ragu sejenak lalu menganggukkan kepalanya yakin. Tentu karena ia mengingat kata-kata Chu Langzhong padanya, “Bai Lengyu telah mati. Yang ada sekarang adalah Baiyu. Seorang langzhong, cucu angkatku.”
“Ada apa, Fuqin?”
“Lihat ini!” Zhang Shahai menunjukkan zheng pada Baiyu. “Ini zheng yang kuberikan pada ibumu sebagai mas kawin. “Padahal zheng ini kemudian jadi milik Bai Lengyu. Sampai-sampai Fuqin pernah pergi mencari Bai Lengyu demi menanyakan bagaimana dia memperoleh zheng ini. Mengapa sekarang ada orang yang membawanya? Apakah dia bukan Bai Lengyu?”
“Apa Fuqin yakin zheng ini yang diberikan pada Niang dulu?”
Zhang Shahai mengangguk mantab.
“Bai Lengyu telah mati. Mungkin saja setelah itu ada yang mendapatkannya. Maling kuburan mungkin…,” kata-katanya tentu dengan maksud menyindir orang yang membawa benda tersebut ke hadapannya jika memang benar ada di rumah itu.
“Lalu mengapa dia masuk ke rumah ini?” tanya Zhang Erbao. Pastinya ia bertanya demikian dengan maksud khusus.
“Aku bukan peramal, mana mungkin tahu maksudnya datang. Bisa jadi mencuri barang.”
“Coba periksa apakah ada barang hilang.”
Kalau tidak ada barang hilang di rumah pastinya aneh. Ia harus memikirkan benda miliknya yang mungkin mengundang perhatian pencuri. Buku-buku Chu Langzhong yang memuat cara penanggulangan luka akibat tapak tenaga dalam mungkin barang yang akan diincar orang-orang dunia persilatan.
Ia sudah menghafal setidaknya dua buku seperti itu. Kalau dua buku itu benar-benar dilenyapkan rasanya tidak masalah. Atau… bisa disembunyikannya di suatu tempat. Dan dalam kamarnya, tempat yang memungkinkan adalah di langit-langit kamar.
Ketika semua orang berlarian masuk ke masing-masing kamarnya dan ruangan-ruangan lain, ia juga masuk ke Grha Taman Harapan. Diambilnya dua buku yang dimaksud dan menjalankan rencananya semula. Tentu ia mengambil tempat bagian sudut yang tidak terlihat dari sisi manapun kecuali genting di atasnya dilepas.
Setelah selesai, ia berteriak panik melapor pada Zhang Shahai.
“Mengapa bukan barang berharga tapi hanya dua buah buku yang diambil?” pertanyaan Zhang Erbao mengandung nada curiga.
“Buku itu bukan buku biasa. Isinya hasil telaah Gan Yeye untuk menanggulangi luka tapak tenaga dalam dua perguruan besar. Celaka, mendiang Gan Yeye pasti akan marah padaku.”
“Bagi orang biasa buku itu tidak berharga, tapi bagi orang dunia persilatan, buku tersebut bisa dikatakan sama berharganya dengan sebuah buku rapalan ilmu kungfu,” kali ini Xiao Tian yang mengeluarkan pendapat. Dengan pendapat itu, kecurigaan Zhang Erbao berkurang sekaligus menambah kuat alasan Baiyu.
Zhang Shahai sangat berang. Di kediaman seorang jenderal besar bisa terjadi pencurian tentu merupakan hal yang sangat memalukan baginya. Karenanya ia memerintahkan pada anak buah agar diam-diam menyelidiki hal tersebut dan jangan sampai tersiar keluar.
“Kembalilah ke kamar dan istirahat,” perintah Zhang Shahai pada Baiyu. “Lukamu belum sembuh.” Tanpa menunggu gerakan Baiyu berikutnya, Zhang Shahai telah meninggalkannya. Ia mulai mengatur anak buahnya untuk memperketat keamanan rumah dan melakukan penyelidikan rahasia.
Ditinggal ayahnya, Baiyu kembali masuk ke kamar menghembuskan nafas lega. Ia duduk di kursi samping meja tempat ia menemukan barang-barang Bai Lengyu berturut-turut.
“Keluar!!!” perintahnya tegas setengah berbisik.
Dari langit-langit kamarnya turun seorang laki-laki berpakaian serba hitam. Segaris warna putih menghiasi kerah bajunya. Ia mengenakan jubah luar yang berkibar-kibar ketika turun dari langit-langit kamar. Penampilannya mengingatkan Baiyu pada kelelawar dan… Wanshang Bianfu.
“Mata seorang Bai Lengyu walaupun tak dapat dipakai melihat jarak jauh tapi pendengaran dan penciumannya setajam anjing dan kelelawar. Salut! Salut!”
“Bai Lengyu tak ada lagi di dunia. Sudah mati.”
“Aku tahu… aku tahu… Sangat aneh Chu Langzhong memutuskan mengobati seorang pengikut Baiyu Jiao. Lebih aneh lagi… Baiyu Jiao mengumumkan kematian Bai Lengyu lewat dari setengah tahun setelah penyerangan. Siapa yang menyangka Bai Lengyu ternyata masih hidup sebagai Baiyu, Zhang Baiyu. Anak haram Zhang Da Jiangjun, Zhang Shahai.”
“Siapa kau?”
“Melihat bajuku ini apa kau tak ingat siapakah di antara korban pedangmu yang berpakaian seperti diriku?”
Tak perlu lagi berpikir karena sebelumnya sempat terlintas di kepala, Baiyu perlahan menjawab.“Wanshang Bianfu…. Kau…?”
“Aku putranya.”
Baiyu tersenyum sinis mengangguk tanda mengerti.
“Kau tidak turun tangan? Orang-orang mengatakan ‘membasmi rumput harus sampai ke akarnya’, apa tidak pernah dengar pepatah itu?”
“Tak perlu memancingku. Aku sudah tidak punya keinginan menghabisi nyawa orang lagi.”
Putra Wanshang Bianfu itu tertawa terkekeh-kekeh tak percaya. “Ah… benar-benar berubah zhuyaozhu satu ini.”
“Tak ada lagi zhuyaozhu bermarga Bai. Margaku Zhang dan aku bukan zhuyaozhu, bukan pula pengikut Baiyu Jiao.”
“Benar, sekarang kau disebut-sebut sebagai shen yi. Ah… seandainya saja ayahku tidak mati di tanganmu kala itu, identitas Bai Lengyu sebagai anak pungut Fan Ku sudah sampai ke tangan Da Jiangjun sejak beberapa tahun yang lalu. Coba bayangkan drama besar macam apa yang terjadi jika Da Jiangjun mengetahui anak yang dicarinya adalah zhuyaozhu Baiyu Jiao?”
“Seandainya saja ayahmu tidak terlalu bodoh mengikutiku demikian dekat juga tak akan mati di tanganku.”
“Bukankah seharusnya kau katakan di pedangmu? Yang kau lakukan kala itu hanya mengacaukan pikiran ayahku. Yang turun tangan sebenarnya adalah Zhu Bu. Sama seperti kematian Yuan Feng dan Lin Bangzhu.”
“Hebat sekali kau bisa tahu demikian detail. Lalu kau mau apa?”
“Main. Aku ingin membuatmu hidup tak lebih baik dari mati. Dengan rahasia besarmu ini ada di tanganku,” orang itu tersenyum licik. Sekalipun wajahnya tertutup cadar, matanya saja sudah menunjukkan senyum itu. “Apa reaksi Huangshang dan Da Jiangjun jika tahu?”
“Aku tidak pernah takut mati.”
“Justru karena itulah… katanya orang yang tidak takut mati malah berumur panjang… benar-benar menyebalkan. Tapi… Huo Mei’er? Dia gadis manis, bukan? Bersamanya kau selalu tersenyum ceria, berarti tanpa sadar kau tertarik bahkan jatuh cinta padanya. Dia itu… tipe gadis takut mati atau tidak, ya?”
“Huo Mei’er tak tahu apapun. Jangan sentuh dia! Aku yang bunuh ayahmu. Kau mau balas dendam, bunuhlah aku.”
“Ck ck ck… dugaanku ternyata tak salah. Kau memang telanjur mencintainya. Makanya… tak ada lagi Bai Lengyu berhati dingin di muka bumi ini…”
Baiyu diam dan terus waspada.
“Tapi… membunuh seorang Dayao Wangzi bukankah terlalu sayang? Bermain-main dengan Dayao Wangzi kukira jauh lebih menyenangkan,” ia mengambil benda dari balik bajunya lalu mengacungkan pada Baiyu.” Bukumu yang katanya hilang itu kukembalikan.” Ia melempar kedua buku yang disembunyikan Baiyu dengan bantuan tenaga dalamnya.
Baiyu menangkapnya juga dengan tenaga dalam. Kalau buku itu tidak diterima dengan tenaga dalam, bisa-bisa dia akan terluka parah. Lagipula menerimanya dengan tenaga dalam justru membuat Baiyu mendapat sebuah jawaban dari pertanyaan yang mengganggunya dari kemarin. Kekuatan ilmu kungfu lawannya itu. Ternyata, sekalipun ilmu meringankan tubuhnya di atas Baiyu, namun ditinjau dari kungfu dan tenaga dalam, Baiyu tetap lebih unggul.
Setelah melemparkan buku, orang itu pergi dengan ilmu meringankan tubuhnya. Dalam sekejab, ia tak lagi terlihat di tengah gelapnya malam.
***
Sudah menjelang pagi. Kejadian beruntun semalam ini sungguh membuat Baiyu tak bisa tidur. Apalagi ancaman menyangkut Huo Mei’er. Membuatnya berbaring salah, duduk pun salah. Membaca salah, berdiam diri juga salah.
Saat ini juga pergi ke rumah Huo Mei’er tentu akan menimbulkan tanda tanya besar. Pergi diam-diam rasanya tak mungkin. Dilihat dari jendela saja, pengamanan di kediaman ini telah diperketat. Tikus pun rasanya tak bisa keluar masuk liangnya tanpa diketahui para penjaga.
Ketika sinar mentari mulai menerangi bumi, Baiyu segera bangkit dari dipan keluar dari kamar. Yang ingin dilakukan pertama kali adalah memastikan keselamatan Huo Mei’er.
Berlarilah ia ke rumah Huo Mei’er. Karena hari mulai terang dan sudah cukup banyak penduduk beraktifitas di luar rumah, ia tak mungkin menggunakan ilmu meringankan tubuh. Jadi Baiyu benar-benar berlari dengan kecepatan penuh.
Qhing Gongzhu tentu saja merasa bingung melihat Baiyu keluar dari rumah tergesa-gesa, dengan segera ia memerintahkan Xiao Tian untuk mengejar dan mengikuti Baiyu.
“Mei’er! Mei’er!” serunya dengan mengatur nafas, berdiri di depan gerbang kediaman keluarga Huo.
Ulahnya itu tentu saja membuat para penjaga gerbang di sana bingung. Untung saja salah seorang dari mereka segera sadar untuk memanggilkan nona majikan. Selagi itu, penjaga yang lain mengizinkannya masuk ke dalam kediaman.
Ketika Huo Mei’er keluar kamar menemuinya, hanya satu kalimat pertanyaan yang muncul dan menyerbu, “Apa kamu tak apa?”
Bingung dengan maksud Baiyu, Huo Mei’er menjawab dengan sebuah anggukan. “Kenapa, Baiyu Ge?”
Baiyu menggelengkan kepalanya lalu beranjak pulang. Hatinya sudah cukup tenang sekarang. Di saat yang sama, Xiao Tian sudah berhasil mengejarnya dan ikut masuk ke kediaman keluarga Huo. Karena Baiyu Ge tak menjawab, bertanyalah Huo Mei’er pada Xiao Tian.
Mendapatkan ide yang sebenarnya cukup kurang ajar, Xiao Tian baru menjawab pertanyaan tersebut, “Sepertinya… tadi malam Wangzi Ye dapat mimpi buruk, karena itu ia mencemaskan keadaan Guniang.”
Mendengarnya, tentu saja membuat Huo Mei’er melambung bahagia. Ia tak lagi sadar kalau bibir Xiao Tian mengembangkan senyum usil.
Kembali pulang ke kediaman keluarga Zhang, Baiyu tak menjawab apapun sekalipun semua orang menanyakan kemana ia pergi dan mengapa begitu buru-buru. Kepalanya ditekuk ke bawah. Ia merasa telah kena jebakan. Entah apa yang diperbuat putra Wanshang Bianfu padanya. Apa maksudnya dengan kata ‘main’ yang diucapkan oleh orang itu, Baiyu juga belum dapat bayangan. Ia hanya merasa, orang ini justru lebih berbahaya dari ayahnya.
“Lukamu sudah membaik, Baiyu? Mengapa kamu tidak bisa diam sejenak?”
“Seharusnya sudah,” jawab Baiyu tak peduli.
“Aku lihat,” Zhang Shahai bicara sambil menarik baju Baiyu hingga menampakkan lenngannya yang diperban. Perban yang membungkus luka itu juga dibuka oleh Zhang Shahai.
“Fuqin, dilihat orang memalukan. Aku juga bukan anak kecil lagi.”
“Orang dewasa yang badannya terluka akan istirahat baik-baik agar lukanya cepat sembuh. Tapi anak-anak tak peduli dia terluka atau tidak, kalau temannya ajak main ya dia pasti ikut main.”
“Tapi–”
“Orang lain keracunan lalu kenapa? Dia bukan anakku. Sedangkan kamu adalah putraku, putra kandungku. Tidak bisakah sehari saja membuatku tenang tanpa mencemaskanmu?”
Baiyu diam tanpa menjawab sepatah katapun. Tapi dari mimik wajahnya sudah terlihat ada penyesalan di sana.
“Xiao Tian, jaga baik-baik dia agar istirahat dan tidak keluar rumah sampai lukanya pulih,” perintah itu keluar setelah melihat luka Baiyu yang belum juga mengering. “Kalau sampai nekat keluar rumah, rantai saja kaki dia ke dipannya.”
“Siap, Da Jiangjun,” kata-kata ini diucapkan dengan tegas.
“Baiyu, Fuqin pergi menemui Huangshang. Kamu harus benar-benar istirahat. Kalau saat pulang melihat lukamu berdarah lagi, kupanggil langzhong untuk memeriksa luka dan mengobatimu, mengerti?” tanpa menunggu jawaban, Zhang Shahai beralih pada Xiao Tian, menyuruh dia menghantar Baiyu kembali ke kamar dan menunggu di sana.
***
Fan Ku dan Zhu Bu membutuhkan waktu lima hari perjalanan untuk sampai ke Jingzheng. Sebagai ibukota, tentu saja Jingzheng adalah kota yang sangat ramai dan padat penduduk. Terlebih di siang hari, orang-orang sepertinya tumpah ruah di jalanan menjual dan membeli barang. Baik pedagang lokal maupun dari luar daerah dan satu dua orang asing pasti terlihat di jalanan manapun.
Setelah mendapatkan tempat penginapan, Fan Ku dan Zhu Bu menyusuri kota menghubungi mata-mata mereka di sana.
Di sebuah kedai tahu, mereka duduk memesan dua porsi sup kembang tahu. Tak berapa lama, seorang perempuan juga masuk ke kedai tersebut. Dari tata rambutnya, semua orang tentu sudah mengenali bahwa ia perempuan yang telah bersuami. Rambutnya digelung dan ditahan dengan tusuk konde perak berhiasan satu bunga melati. Dimana giok-giok putih kecil yang dirangkai membentuk kelopak bunga tersebut.
Perempuan ini duduk di meja samping Fan Ku dan Zhu Bu juga memesan seporsi sup kembang tahu. Ketika pesanannya datang, ia memakannya seolah benar-benar menikmati. Suara seruputan halus terdengar setiap kali ia mendekatkan sendok ke bibirnya yang diwarnai oleh pewarna bibir.
Tidak sampai habis dinikmati, sup kembang tahu tersebut ditinggalkan dalam separuh mangkuk. Sendok diletakkan telungkup di sisinya. Ia meninggalkan sekeping perak lalu pergi dari kedai.
Ketika Zhu Bu melihat posisi mangkuk, sendok dan perak, ia cepat-cepat menghabiskan supnya lalu dengan izin Fan Ku ia meninggalkan kedai pergi ke arah yang sama dengan perempuan tadi pergi.
Sampai di tempat yang sepi, perempuan tadi menyerahkan selembar kertas pada Zhu Bu. Gerakannya pun tampak sederhana dan tidak terlihat janggal jika ada orang yang melihat pertemuan mereka. Zhu Bu hanya berjalan lebih cepat seolah ada urusan yang harus segera diselesaikan lalu tanpa sengaja menyenggol perempuan itu. Pada saat itulah, kertas berpindah tangan.
Pada kertas itu hanya ditemukan sebuah nama kuil di timur kota. Hanya itu saja. Dengan membawa kertas itu, ia kembali menemui Fan Ku. Namun ia tidak kembali ke kedai tahu, ia langsung menuju penginapan tempat mereka menginap di Jingcheng.
“Pertemuan nanti kamu yang menyusup. Berhati-hatilah Zhu Bu, ini kali pertama kau melaksanakan tugas tanpa Lengyu.”
“Baik, Shifu. A Bu akan mengingat baik-baik pesanmu. Lalu apa rencana kita selanjutnya? Pulang atau tetap menunggu Ku Youzhu?”
“Kamu pulanglah dulu. Istrimu sudah mengandung sebaiknya kau menemani. Dan sekaligus mulai carilah cara untuk tugas penyusupan.”
“Baik, Shifu.”
Setelah Zhu Bu pergi kembali ke puncak Gunung Yu, Fan Ku kembali menggelar pertemuan rahasia dengan Ku Youzhu. Tentunya tempat yang digunakan tak mungkin di penginapan. Terlalu banyak kemungkinan pembicaraan mereka didengar oleh seseorang. Maka pertemuan mereka diadakan di sebuah rumah sederhana pinggir kota.
Rumah ini sebenarnya tempat istirahat Ku Youzhu dan tempatnya mengasingkan diri. Terletak di tengah-tengah perkampungan sederhana dan barang-barang yang mengisi rumah itu juga tidak mewah. Rata-rata terbuat dari kayu dan keramik biasa. Sama sederhana dengan bentuk rumah, pagar pembatas dan rumah-rumah di samping-sampingnya. Tak ada barang berharga mahal yang ada di tempat tersebut.
Ia menjamu Fan Ku di beranda belakang yang menghadap kolam tempatnya memelihara ikan. Di tempat itu juga mereka membicarakan suatu masalah dengan suara begitu pelan. Seolah-olah mereka takut ikan yang ada di kolam dapat mendengar pembicaraan mereka lalu menyebarkannya ke orang lain.
“Awalnya Bai Lengyu akan menjadi penggantiku, Bao Er menjadi wakil ketua sedangkan Zhu Bu dan Xiao Chuang menjadi kedua penasihatnya. Tapi… justru Bai Lengyu lebih dulu pergi.”
“Lalu Jiaozhu sudah memutuskan siapa yang akan menggantikan?”
Fan Ku menggelengkan kepala lalu menyeruput arak dalam gelasnya. “Yang menjadi masalah, kekuatan Zhuang Daxia tidak mungkin sanggup menusuk Bai Lengyu sampai menembus ke perut bagian depan. Tenaganya sudah cukup berkurang karena lukanya saat bertarung denganku.”
“Apakah Jiaozhu curiga ada seseorang di antara kita yang mencelakai Bai Lengyu?”
“Dari ke empat zhuyaozhu, yang menguasai ilmu pedang cukup baik kala itu adalah Zhu Bu. Tapi melihat hubungannya dengan Bai Lengyu, tak mungkin ia sampai hati melakukan hal seperti itu. Apalagi kemudian ia sangat cemas memikirkan Bai Lengyu. sedangkan Xiao Chuang dan Bao Er…”
“Hubungan Bai Lengyu dan Zhu Bu dengan Xiao Chuang kudengar tidak begitu baik.”
“Ya. Mungkin Xiao Chuang cemburu pada mereka. Setelah Bai Lengyu dan Zhu Bu cukup umur, aku memang lebih banyak melatih mereka berdua secara khusus. Kelihatannya… perebutan kedudukan tak hanya terjadi kala kita muda dulu, Ku Youzhu.”
“Sepertinya begitu. Menurutku sekalipun Jiaozhu sudah memutuskan Zhu Bu yang akan menggantikan Anda, tak sebaiknya berita ini disebar. Takutnya Zhu Bu akan mengalami nasib yang sama dengan Bai Lengyu.”
“Bagaimana kau bisa menebaknya?”
“Waktu Jiaozhu akan menghantarkan Bai Lengyu ke tempat Chu Langzhong, Jiaozhu berpesan pada Guwen jika terjadi sesuatu dengan kalian, Zhu Bu yang akan menggantikan kedudukan Jiaozhu.”
“Bakat Bai Lengyu terpecah dalam beberapa hal, musik, kungfu, dan sebagainya. Tapi Zhu Bu benar-benar berbakat dalam bidang kungfu, hanya itu saja. Sebenarnya potensi Zhu Bu luar biasa seandainya saja ia rajin latihan.”
“Tapi kematian Bai Lengyu jadi tempaan yang tepat baginya.”
“Namun tujuan utamannya adalah membalaskan dendam Bai Lengyu. Sebenarnya aku tak ingin lagi bermusuhan dengan dunia persilatan. Tapi aku juga tidak bisa melarang dia melakukan itu.”
“Jiaozhu sudah membicarakan dengan Guwen?”
Fan Ku menganggukkan kepalanya. Tadinya ia ingin menambahkan tapi tidak jadi karena rahasia Bai Lengyu yang masih hidup dengan merubah nama adalah rahasianya dengan Zhu Xu. Yang lain tak perlu tahu karena bisa jadi kedudukannya yang akan terancam.
“Lalu Jiaozhu akan lakukan apa di Jingcheng?”
“Hanya melihat keadaan sebentar. Besok atau lusa aku kembali ke markas.”
“Kabarnya Chu Langzhong telah meninggal. Cucu angkatnya datang ke Jingcheng. Yang menghebohkan adalah cucu angkat Chu Langzhong ternyata putra lain Zhang Da Jiangjun.”
Samar-samar, Fan Ku kembali mengingat kata-kata Chu Langzhong kala mengusirnya saat ia datang berkunjung, “Jangan ganggu cucuku.”
Berarti Bai Lengyu benar-benar putra Zhang Da Jiangjun dan Chu Langzhong sengaja memisahkan kami karena tahu hal ini.
“Karena berhasil mengobati penyakit misterius Qhing Gongzhu, yang mulia Huangshang mengambilnya sebagai cucu angkat dengan gelar Dayao Wangzi.”
Peruntungan Lengyu memang cukup baik. Aku bisa tenang sekarang.
“Dia sering mengitari pemukiman kumuh memberi pengobatan gratis. Akhir-akhir ini di Jingcheng mana ada orang miskin yang tidak menaruh hormat padanya.”
“Aku ingin tahu cucu angkat seorang Langzhong yang tidak menerimaku itu,” selesai bicara Fan Ku meninggalkan rumah Ku Youzhu.
Dia tidak mungkin tidak tahu rupa Baiyu. Juga tidak mungkin berniat menampakkan diri di hadapan Baiyu. Entah kata apa yang harus dikeluarkan jika mereka sampai bertatap muka. Karenanya, ia hanya melihat dari jauh sosok Baiyu.
Cukup terkejut Fan Ku melihat Baiyu dalam pakaian kumal duduk di depan kediaman seorang raja muda. Terlihat para penjaga mengacuhkannya. Namun Baiyu tetap tak peduli. Ia duduk di sana sekian waktu lamanya lalu meninggalkan tempat itu dengan senyum kemenangan.
Fan Ku jelas tak mengerti apa yang membuat Baiyu sampai tersenyum seperti itu. Disia-siakan di muka pintu oleh beberapa penjaga rendahan, bukannya marah tapi senang.
Keesokan harinya Baiyu kembali ke tempat itu. Namun hari ini para penjaga demikian menaruh hormat padanya. Tak berapa lama terdengar alunan merdu suara qin. Tapi Fan Ku sangat yakin, pemetiknya bukan Baiyu. Lalu alunan suara qin itu berhenti. Beberapa lama kemudian terdengar lagi. Memang terasa dimainkan dengan ragu-ragu. Tapi penghayatan Baiyu pada setiap lagu yang dimainkannya tak mungkin Fan Ku tak mengenali.
Bukankah apapun yang dipelajari Baiyu bukan urusannya lagi? Cukup sudah ia tahu apa yang dilakukan bekas muridnya itu. Lebih baik ia pulang sebelum ada orang mencurigai hubungan mereka.
***
[1]Kaisar Xuanzong : kaisar ketujuh dinasti Tang China
[2]Jiegu : genderang China dengan permukaan genderang menghadap depan, berasal dari daerah barat.
[3]Liu Bang : pendiri dinasti Han China
[4]Zhu : siter kuno China bersenar lima.
[5]Huan Yi : jeneral terkenal di masa dinasti Jin Timur, China kuno
[6] Taizi: putra mahkota
[7]Erchen : sebutan anak (pangeran) ketika memanggil dirinya sendiri berbicara dengan ayahanda (kaisar).
[8]Ayi : bibi (adik perempuan ibu)
[9]Yizhang: suami dari ayi/adik ibu
[10]Boniang: istri dari bobo/kakaknya laki-lakinya ayah
[11]Junzhu: tuan putri dari bangsawan/bukan putri kaisar langsung